Mengenal Padi Rojolele Srinuk yang Antar Klaten Raih IGA 2023, Tahan Hama dan Berasnya Pulen 


Padi Rojolele Srinuk merupakan padi hasil rekayasa Pemkab Klaten dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan)

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA/Laman Resmi Pemprov Jateng
Penanaman Padi Rojolele Srinuk di Klaten 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, KLATEN - Padi Rojolele Srinuk menjadi inovasi yang mengantarkan Klaten menjadi Kabupaten Terinovatif di Innovative Government Awards (IGA) 2023.

Penghargaan itu diserahkan langsung oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian kepada Bupati Klaten, Sri Mulyani dalam acara Gedung Sasana Bhakti Praja Kemendagri di Jakarta, Selasa (12/12/2023).

Sebenarnya, apa itu Padi Rojolele Srinuk yang menjadi kebanggaan masyarakat Klaten?

Padi Rojolele Srinuk merupakan padi hasil rekayasa Pemkab Klaten dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) untuk menciptakan padi yang memiliki keuntungan tinggi.

“Betul, itu merupakan komoditas hasil kerja sama dengan Batan. Sejak 2020, Padi Rojolele Srinuk sudah dikembangkan di Klaten, dimulai dari perbenihannya,” kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Klaten, Ir. Widiyanti kepada Tribun Jogja, Rabu (13/12/2023) di Lapangan Desa Ngemplak, Kecamatan Kalikotes.

Ia melanjutkan sejak 2021 hingga kini, budidaya Padi Rojolele Srinuk pun sudah dilakukan dengan menanam benih-benih lahan seluas 1000 hektar di Klaten.

Komoditas Rojolele Srinuk ini, kata dia memiliki potensi produktivitas yang lebih baik daripada Rojolele biasa.

“Yang menjadi target DKPP itu adalah mencapai peningkatan produksi padi utnuk kebutuhan pangan di Kabupaten Klaten dan nasional. Rojolele Srinuk ini punya potensi hasil produksi yang cukup tinggi, mencapai 9,22 ton per hektar,” tutur dia.

Maka dari itu, Padi Rojolele Srinuk bisa menjadi alternatif pilihan bagi masyarakat untuk menanam padi.

Di sisi lain, tambahnya, rasa dari beras Rojolele Srinuk itu lebih enak, empuk dan memiliki wangi yang semerbak, menjadikan cita rasa lebih menggugah selera.

“Sampai 2023, harga gabah kering panen (dari Padi Rojolele Srinuk) di tingkat petani juga lebih tinggi daripada gabah lain. Nah, ini meningkatkan pendapatan petani,” terang Widiyanti.

Ia menilai, itu menjadi salah satu kriteria di IGA 2023, yakni adanya dampak peningkatan pendapatan masyarakat dari inovasi yang diciptakan.

Tahan Terhadap Hama

Rekayasa jenis padi ini tak hanya berdampak pada sisi ekonomi maupun rasa, tapi juga proses menanam Padi Rojolele Srinuk.

Masa tanam hingga panen Srinuk, kata Widiyanti cukup cepat, yakni hanya 120 hari atau kurang lebih 3 bulan.

Masa tersebut lebih cepat dari Rojolele yang membutuhkan waktu 180 hari atau kurang lebih 6 bulan untuk bisa dipanen.

“Indikator inovasinya itu kan karena Rojolele indukan Srinuk tidak tahan hama atau Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), umurnya panjang, batangnya tinggi, jadi rentan patah,” terang dia.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved