Cerita Detik-detik Ridho Berjalan Merangkak Selamatkan Diri dari Hujan Batu Erupsi Gunung Marapi

Ridho merupakan salah satu di antara 75 pendaki yang saat erupsi terjadi masih berada di atas puncak Gunung Marapi.

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
Kolase Surya.co.id
Muhammad Ridho menjadi satu di antara korban erupsi Gunung Marapi yang selamat saat bencana alam itu terjadi. 

Namun tragedi tiba-tiba muncul.

Suara letusan Gunung Marapi terdengar sangat keras. Suara itu langsung diikuti dengan hujan batu dan hawa yang panas.

"Kami mau turun dari puncak sekitar jam dua atau tiga, terus ditengah perjalanan, tiba-tiba gunung meletus," kata Muhammad Ridho dilansir dari Tiktok @Sapa.ngh.

Menurut Ridho, batu-batu yang dilontarkan dari kawah Gunung Marapi menimpa para pendaki, termasuk dirinya dan rekan-rekannya.

"Udah meletus tuh, ada apa ini, hujan batu hujan batu, cuma lagi ke bawah, berlindung masing-masing. Kepala kena batu dari atas, kaki berdarah, sudah tuh udah siap bikin batu, baru ada hawa awan panas, panasnya tuh bau belerang," sambung Ridho.

Sesaat kemudian, Ridho bersyukur dirinya tak lagi merasakan panasnya hawa panas karena letusan Gunung Marapi.

Namun bau belerang tercium menyengat.

"Cuma entah kenapa itu rasanya gak panas lagi, cuma pakai jaket kan, nggak panas cuma baunya kuat sekitar dua menit di dalam langsung hilang dan terang, langsung berangkat ke bawah," terang Ridho.

Sementara kondisi teman-temannya yang lain, dikatakan sudah banyak yang tergeletak tak berdaya meminta pertolongan.

Bahkan sebagian pun ada yang terluka parah hingga patah tulang akibat dentuman letusan Gunung tersebut.

"Udah kondisi terang, kayak teman-teman yang ada udah pada terbaring, ada yang minta tolong, kakinya patah gitu, selain dari kampus juga banyak yang tidak dikenalin," ujar Ridho.

Dengan kondisi lemah, Ridho dan pendaki lain berusaha turun dan terus menghubungi pihak keluarga.

"Kami turun sama rombongan yang lain sama-sama turun itu, masih bisa menghubungi pihak keluarga, pas coba hubungi cuma lihat hp udah hancur kena batu, jadi gak ada," ungkapnya.

Ridho mengaku ia dan para pendaki sampai harus saling gendong dan ngesot berjalan di tengah semak.

"Terpaksa ngangkat jatuh terus, ngesot-ngesot golekan badan ke semak-semak tuh, kalau ada lumut, pegang ginian biar dinginm mungkin lupa sama temen posisinya di puncak," katanya.

Sumber: Surya
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved