Viral Medsos

Viral Foto, Citra Awan Hujan Melingkar Tak Mau Mendekat ke Yogyakarta, Netizen Sebut Wilayah Keramat

Sebuah unggahan viral di media sosial yang memperlihatkan citra satelit Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi

|
Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Joko Widiyarso
BMKG
Viral Foto, Citra Awan Hujan Melingkar Tak Mau Mendekat ke Yogyakarta, Netizen Sebut Wilayah Keramat 

TRIBUNJOGJA.COM - Sebuah unggahan viral di media sosial yang memperlihatkan citra satelit Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi (Staklim) DIY tidak memperlihatkan akan terjadi hujan di DIY.

Dalam foto yang dibagikan beberapa akun X, terlihat citra satelit berbentuk bundar berada di area DI Yogyakarta.

Bentuk bundar itu tidak berwarna biru seperti citra satelit lainnya, menandakan DIY tidak diguyur hujan.

Melihat unggahan tersebut, netizen pun mengomentari, bisa saja itu karena pawang hujan yang manjur, sehingga tidak ada hujan di DIY.

Ada juga yang mengaitkannya dengan hal-hal mistis maupun DIY sebagai wilayah keramat.

Tim Tribun Jogja juga sedang menanyakan terkait penyebab citra satelit berbentuk bundar dan tidak memperlihatkan awan hujan di DIY itu.

Baca juga: Penjelasan BMKG tentang Awan Hujan Melingkar Tak Dekati Yogyakarta, Bukan Wilayah Keramat Ya…

Lalu, bagaimana prakiraan cuaca hari ini, Minggu (5/11/2023).

Menurut BMKG, DIY akan dilanda hujan ringan di pagi hari, sekitar pukul 04:00 WIB. Saat itu, suhu bisa mencapai 23 derajat Celcius.

Hujan bakal reda di pagi hari dan matahari mulai menunjukkan cahayanya.

Kemudian, hujan diprediksi kembali turun hujan pada pukul 16:00 WIB yang memiliki intensitas ringan.

Setelahnya, mulai malam hari, jam 19:00 WIB, tiada hujan turun.

Kapan musim hujan akan tiba?

Berikut fakta-fakta yang dihimpun tim Tribunjogja.com dari laman BMKG, dipublikasi pada 28 Oktober 2023:

Citra Awan Hujan Melingkar Tak Mau Mendekat ke Yogyakarta, Netizen Sebut Wilayah Keramat
Citra Awan Hujan Melingkar Tak Mau Mendekat ke Yogyakarta, Netizen Sebut Wilayah Keramat (BMKG)

1. Ada variasi dalam awal musim hujan di Indonesia

Dwikorita Karnawati menyoroti variasi dalam awal musim hujan di Indonesia, yang dapat dilihat berdasarkan data historis sebagai pembanding pada tahun 1991-2020.

Hingga pertengahan Oktober 2023, beberapa zona musim telah memasuki musim hujan, termasuk sebagian besar Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, serta beberapa wilayah lainnya.

Dwikorita mengatakan, BMKG memprediksi awal musim hujan 2023/2024 umumnya akan terjadi pada bulan Oktober-Desember 2023 yaitu sebanyak 477 Zona Musim (ZOM) atau 68,2 persen.

Sementara, puncak musim penghujan umumnya diprakirakan pada bulan Januari-Februari 2024, yaitu sebanyak 385 ZOM (55,1 persen).

Dibandingkan dengan normal, lanjut dia, awal musim hujan 2023/2024 pada 699 Zona Musim (ZOM) di Indonesia diprediksikan MUNDUR sebanyak 446 ZOM (64 persen), SAMA 56 ZOM (8 persen), dan MAJU 22 ZOM (3 persen).

Sementara 50 ZOM (7 persen) sudah masuk musim hujan, 12 ZOM (2 persen) dengan musim hujan sepanjang 2023, dan 113 ZOM (16 persen) dengan tipe 1 musim sepanjang tahun.

Sifat hujan pada periode Musim Hujan 2023/2024 diprakirakan NORMAL 566 ZOM (80,9 persen), ATAS NORMAL sebanyak 69 ZOM (9,9 persen), dan BAWAH NORMAL 64 ZOM (9,2 persen).

Baca juga: Prakiraan Cuaca Minggu 5 November 2023, Hujan Guyur 28 Provinsi, Salah Satunya DIY

2. Awal musim kemarau terjadi lebih awal


Dwikorita juga menyebut, awal musim kemarau di Indonesia terjadi lebih awal dari normalnya, terutama pada bulan April hingga Juni 2023.

Hasil prediksi ini didasarkan pada analisis yang telah dilakukan BMKG.

“Sebanyak 37,5 persen wilayah zona musim (ZOM) di Indonesia mengalami awal musim kemarau yang lebih awal dari perkiraan normal, sejalan dengan prediksi yang telah kami sampaikan pada Maret 2023," jelasnya.

BMKG menggarisbawahi prediksi awal musim kemarau relatif akurat.

Meskipun demikian, masih ada zona yang belum mengalami musim kemarau, termasuk di Papua bagian utara, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, dan sebagian Sumatera.

Faktor-faktor seperti El Nino yang aktif, IOD positif dan pengendali iklim lainnya memiliki peran sentral dalam membentuk situasi iklim di Indonesia.

"El Nino yang kami pantau sejak awal tahun 2023, memiliki potensi untuk menghasilkan iklim kering, terutama setelah Juni-Juli-Agustus 2023, dengan durasi yang relatif pendek, sekitar 5-7 bulan," ungkapnya.

3. Cuaca ekstrem berpotensi terjadi di masa peralihan

BMKG juga mewanti-wanti seluruh masyarakat untuk mewaspadai potensi cuaca ekstrem di masa peralihan (Pancaroba) dari musim kemarau ke musim hujan.

"Cuaca ekstrem berpotensi besar terjadi selama musim peralihan. Mulai dari hujan lebat disertai petir dan angin kencang serta hujan es," ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati.

Sebagai rekomendasi untuk menghadapi musim hujan 2023/2024, BMKG menghimbau pemerintah daerah, instansi terkait, dan masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan bencana hidrometeorologis.

BMKG memberikan gambaran lengkap tentang perubahan cuaca dan iklim di Indonesia dan menekankan pentingnya persiapan dan mitigasi bencana dalam menghadapi perubahan cuaca yang dinamis.

"Penting untuk mengedukasi masyarakat tentang cara menghadapi risiko bencana dan menggunakan informasi ini sebagai panduan dalam menyusun rencana aksi dini guna mengurangi kerugian yang mungkin terjadi akibat bencana hidrometeorologis," ungkap Dwikorita.

4. Arah angin bertiup bervariasi

Dwikorita mengatakan, arah angin bertiup sangat bervariasi, sehingga mengakibatkan kondisi cuaca bisa dengan tiba-tiba berubah dari panas ke hujan atau sebaliknya.

Namun, secara umum biasanya cuaca di pagi hari cerah, kemudian siang hari mulai tumbuh awan, dan hujan menjelang sore hari atau malam.

Dwikorita menyebut awan Cumulonimbus (CB) biasanya tumbuh disaat pagi menjelang siang, bentuknya seperti bunga kol, warnanya ke abu-abuan dengan tepian yang jelas.

Namun, menjelang sore hari, lanjut Dwikorita, awan ini akan berubah menjadi gelap yang kemudian dapat menyebabkan hujan, petir dan angin.

"Curah hujan dapat menjadi salah satu pemicu bencana hidrometeorologi basah, seperti banjir bandang dan tanah longsor. Karenanya, kepada masyarakat yang tinggal di daerah perbukitan yang rawan longsor, kami mengimbau untuk waspada dan berhati-hati," tuturnya.

Melihat pemaparan Kepala BMKG, kemungkinan besar hujan di DI Yogyakarta akan turun di mulai bulan ini ya, Tribunners. Mari kita tunggu.

 

( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved