Ratusan Guru dari Berbagai Daerah Olah Rasa di Kota Yogyakarta dalam Ngkaji Pendidikan

Founder GSM, Muhammad Nur Rizal, mengatakan kegiatan ini merupakan masukan dari para guru yang mengaku butuh wadah untuk berkumpul.

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Muhammad Fatoni
Dok. Istimewa
Para guru dari berbagai daerah yang mengikuti kegiatan Ngkaji Pendidikan di Taman Budaya Yogya (TBY), Kota Yogyakarta, Sabtu (4/11/23). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Ratusan guru dari berbagai daerah berkumpul di Gedung Societet, Taman Budaya Yogya (TBY), Kota Yogyakarta, Sabtu (4/11/2023).

Guru-guru yang tergabung dalam Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) tersebut datang untuk mengikuti agenda diskusi dan berbagi bertajuk 'Ngkaji Pendidikan, Guru: Sang Intelektual Penyelamat Peradaban Bangsa'.

Founder GSM, Muhammad Nur Rizal, mengatakan kegiatan ini merupakan masukan dari para guru yang mengaku butuh wadah untuk berkumpul.

Menurutnya, melalui perjumpaan, tercipta sebuah transfer semangat, yang nantinya bisa dibawa dalam proses belajar mengajar di sekolah.

"Di sini, kami mencoba menemukan, kira-kira apa yang  bisa membuat krisis belajar bisa diselesaikan bersama," tanda Rizal.

Dijelaskannya, krisis belajar yang dimaksud adalah fenomena hilangnya makna pembelajaran di sekolah, baik oleh guru, maupun para siswa.

Padahal, jika berkaca pada masa lampau, guru merupakan figur intelektual yang memiliki kapasitas sebagai pemikir untuk masa depan bangsa.

"Kita melihat, Agus Salim, Ahmad Dahlan, Ki Hadjar Dewantara, mereka adalah intelektual, bagaimana ilmu pengetahuan dan gagasannya bisa menjadi kenyataan," ungkapnya.

"Jadi, tidak hanya berhenti di gagasan saja. Untuk itu, guru harus mendapatkan kemerdekaan dalam belajar dan mengajar di kelas," imbuh Rizal.

Rizal memaparkan, pendidikan adalah bagian fundamental dari proses membangun peradaban sebuah bangsa, di mana guru menjadi aktor utamanya.

Namun, saat ini yang terjadi justru sebaliknya, peran guru terbatas pada transfer pengetahuan, terjebak dalam tugas administratif dan kehilangan fokus inti peran mereka. 

"Akibatnya, ilmu pengetahuan tidak memainkan peran sebagaimana mestinya dalam mencerahkan bangsa dan Indonesia tertinggal jauh dibandingkan negara-negara maju di bidang pendidikan," urainya.

Menurutnya, transfer ilmu di ruang-ruang kelas akan menjadi lebih bermakna, seandainya guru leluasa menciptakan atmosfer pembelajaran yang menyenangkan.

Alhasil, GSM pun berupaya memfasilitasi diskusi secara langsung melalui sesi tatap muka, yang bisa memacu daya kritis dan kreativitas guru.

"Karena yang harus kita sadarkan kembali adalah peran guru sebagai intelektual. Jadi, nanti kurikulum mau gonta-ganti lagi, tidak ada masalah, selama guru memiliki kemerdekaan," cetusnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved