Serangan Hamas ke Israel

Cerita Jurnalis di Gaza, Merana Tanpa Cahaya, Sulit Terlelap dalam Gelap

Kisah dari seorang jurnalis Al Jazeera yang bermukim di Gaza, Maram Humaid juga terkena misil Israel di hari Sabtu (7/10/2023), ketika Hamas membuka

Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Joko Widiyarso
AFP/Mahmud Hams via Kompas.com
Gumpalan asap membumbung di atas gedung-gedung di Kota Gaza pada 7 Oktober 2023 saat serangan udara Israel menghantam gedung Palestine Tower. Sedikitnya 70 orang dilaporkan tewas di Israel, sementara pihak berwenang Gaza merilis jumlah korban tewas sebanyak 198 orang dalam eskalasi paling berdarah dalam konflik yang lebih luas sejak Mei 2021, dengan ratusan orang lainnya terluka di kedua belah pihak. 

TRIBUNJOGJA.COM - Perang Hamas versus Israel membuat masyarakat hidup dalam kesulitan.

Di hari ketiga perang, Rabu (11/10/2023), Israel telah membombardir Jalur Gaza yang padat penduduk, dihuni sekitar 2,3 juta orang.

Kini, Gaza tidak mendapat aliran listrik, dan mengalami pemadaman listrik total setelah satu-satunya pembangkit listrik di Gaza kehabisan bahan bakar pada hari Rabu.

Sehingga, itu mempengaruhi layanan penting, termasuk rumah sakit.

Tribunjogja.com merangkum kisah dari seorang jurnalis Al Jazeera yang bermukim di Gaza, Maram Humaid.

Di laman Al Jazeera, dia menceritakan bagaimana merananya hidup tanpa cahaya.

Tidurnya sulit terlelap dalam gelap, apalagi jika tiba-tiba ada dentuman yang membangunkan alam mimpi, membuat diri harus berkesiap saat itu juga.

Rumah Maram Humaid juga terkena misil Israel di hari Sabtu (7/10/2023), ketika Hamas membuka jalan perang dengan Israel.

Dia tinggal di apartemen dengan sang suami, putrinya berusia 8 tahun dan bayi lelaki mereka.

Ketika Hamas memilih jalur perang, semua situasi mereka berubah.

Berikut kisah Maram Humaid yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia:

Masjid di Khan Yunis, selatan Jalur Gaza, hancur akibat serangan balik Israel
Masjid di Khan Yunis, selatan Jalur Gaza, hancur akibat serangan balik Israel (Tangkapan Layar Video Berita BBC)

Pada malam ketiga pemboman tanpa henti di Gaza, kami semua begadang di rumah orang tua saya.

Saya, bayi laki-laki, saudara perempuan, saudara laki-laki, keponakan, dan orang tua saya berkumpul bersama dalam kegelapan, mendengarkan suara-suara kota kami dibom dan rakyat kami dimusnahkan.

Akhirnya, kami pergi tidur, karena kelelahan, bukan karena keadaan sudah tenang.

Kami menghabiskan waktu berjam-jam bermain dengan anak-anak yang lebih besar, menggambar, bermain game, dan memberi tahu mereka bahwa suara itu adalah kembang api.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved