Berita DI Yogyakarta Hari Ini

DPRD DIY Geram, Sumur Bor Ratusan Juta Rupiah Jauh dari Harapan

Kalangan legislatif di DPRD DIY mulai prihatin munculnya kekeringan yang mengakibatkan sulitnya air bersih bagi masyarakat Gunungkidul dan Kulon Progo

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kalangan legislatif di DPRD DIY mulai prihatin munculnya kekeringan yang mengakibatkan sulitnya air bersih bagi masyarakat di Kabupaten Gunungkidul dan Kulon Progo.

Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana yang meninjau langsung ke lokasi terdampak kekeringan merasa geram lantaran selama bertahun-tahun kekeringan selalu terjadi di dua kabupaten yang ada di DIY itu.

Upaya pemerintah berupa pembuatan sumur bor juga menurutnya jauh dari harapan.

Padahal anggaran yang dikeluarkan untuk membuat sumur bor menurutnya tak main-main.

Saat meninjau langsung di berbagai wilayah seperti Gedangsari, Pathuk, dan beberapa tempat di Ngawen serta dusun lain di Gunungkidul , Huda menuturkan banyak operasional sumur bor yang dibuat oleh pemerintah tidak berjalan dengan baik, beberapa sumur bor juga mengalmi kerusakan sehingga kurang optimal untuk menyalurkan air bersih.

"Banyak dusun dusun terpaksa antri tanki air untuk menunggu dropping ke berbagai wilayah yang membutuhkan. Saya meninjau sendiri di berbagai wilayah," kata Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana, ?melalui keterangan persnya, Minggu (24/9/2023).

Baca juga: Sumbu Filosofi Jadi Warisan Budaya Dunia, GIPI DIY : Stakeholder Pariwisata DIY Harus Gercep

Meskipun sampai saat ini sudah ada pengedropan air bersih ke daerah itu, Huda menyebut kondisi kekeringan di dua wilayah itu tetap sangat memprihatinkan. 

Sebagian juga memutuskan untuk membeli air bersih dalam tanki 5000 liter untuk memenuhi kebutuhannya dengan harga yang bervariasi antara Rp250 ribu hingga Rp350 ribu untuk beberapa KK.

"Itu juga belum tentu tanki mau mengirimkan ke lokasi lokasi yang tinggi sehingga warga kesulitan. Ngedrop tanki bisa sampai jam 00.00 WIB malam atau sampai jam 01.00 WIB pagi. Kondisi ini sangat memprihatinkan karena warga dapat air bersih antara 2 sampai 3 hari sekali, rata rata dari swadaya warga dan bantuan berbagai lembaga," ucapnya.

Huda juga mengaku heran mengapa banyak sumur BOR dari pemerintah yang tidak berfungsi. 

Padahal biaya pengeboran dulunya rata rata mencapai Rp 500 jutaan dan sebelumnya juga menggunakan penelitian dan design pakar.

Oleh karenanya, ia meminta kepada pemerintah agar serius dalam menangani masalah kekeringan itu karena kebanyakan wilayah yang alami kekeringan identik dengan wilayah miskin.

"Pemerintah mesti memperbaiki metode pemberian bantuan nya karena terlalu mahal dan banyak yang tidak berfungsi. Partisipasi warga harus diperhatikan, bisa dengan metode BKK ke desa atau metode lain yang lebih fleksibel penerapan nya. Saya juga mengajak pemda untuk mengecek langsung berbagai sumur yang rusak maupun tidak opersional agar bisa memperbaiki metode serta menyelesaikan kekeringan dengan baik," tegas Huda.

Menurutnya, sudah semestinya wilayah kekeringan ini dipetakan dengan baik sekaligus roadmap solusinya agar hal serupa tidak terus terulang apalagi air menjadi salah satu kebutuhan utama masyarakat menjalani kehidupannya.

"Jangan dibiarkan bertahun tahun seperti ini tanpa target jelas kapan penyelesaiannya," tutupnya. ( Tribunjogja.com

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved