Sumbu Filosofi Yogyakarta

Kisah Sri Sultan Hamengku Buwono X Saksikan Sidang Penetapan Sumbu Filosofi Yogyakarta

Sumbu Filosofi di DI Yogyakarta resmi ditetapkan oleh The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan du

Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Iwan Al Khasni
Dok Tribunjogja.com
Sri Sultan Hamengku Buwono X 

Sumbu Filosofi di DI Yogyakarta resmi ditetapkan oleh The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan dunia. Penetapan tersebut dilakukan dalam sidang ke-45 Komite Warisan Dunia atau World Heritage Committee (WHC) yang berlangsung di Riyadh, Arab Saudi, Senin (19/9/2023).

Miniatur sumbu filosofis yang ditempatkan di kawasan Tugu
Miniatur sumbu filosofis yang ditempatkan di kawasan Tugu (TRIBUNJOGJA.COM)

GUBERNUR DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X pun mengucap syukur atas penetapan tersebut. Terlebih proses persiapan membutuhkan waktu lama yakni hingga tiga tahun lamanya.

Sultan pun sempat memiliki kekhawatiran ketika menyaksikan sidang pengajuan Sumbu Filosofi dari Yogyakarta.

Sultan mengisahkan, dalam sidang itu, delegasi Negara India mendapat giliran pertama untuk merepresentasikan warisan budaya yang hendak diusulkan kepada UNESCO.

Namun India justru dihujani dengan interupsi dari negara lain.

"(Penetapan sumbu filosofi) tidak semudah seperti yang kita bayangkan. Misalnya untuk India yang pertama (mengajukan) kan India, ternyata negara lain juga mengamati, memprotes gitu, terjadi dialog-dialog yang panjang.

"Tapi Alhamdulilah yang kedua dari Indonesia ini cepat diselesaikan. Saya khawatir nanti terjadi seperti yang di India, banyak yang interupsi gitu. Ternyata tidak ada," papar Sultan di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Selasa (19/09/2023).

Namun ketika Sumbu Filosofi dipresentasikan, semua delegasi negara-negara yang jadi anggota pleno penetapan Warisan Budaya Tak Benda UNESCO tidak ada yang melakukan interupsi.

Sehingga proses penetapan tersebut bisa cepat dilakukan.

"Saya khawatir nanti terjadi seperti yang di India, banyak yang interupsi. Ternyata tidak ada instruksi jadi saya terimakasih sekali sama semua delegasi dari negara-negara yang jadi anggota pleno," kata Sultan.

Dengan adanya penetapan tersebut, Sultan berharap filosofi 'Hamemayu Hayuning Bawana' yang selama ini diterapkan DIY bisa terus dilestarikan maupun diwariskan ke generasi-generasi selanjunya.

Hal itu sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang diharapkan UNESCO.

"Tadinya kami menerjemahkan Hamemayu Hayuning Bawana secara substansial itu hanya keindahan, kesejahteraan [dalam rapat pengajuan], kan kira kira begitu.

Namun akhirnya mereka mendefinisikan hamemayu hayuning bawana itu sustainable development (pembangunan berkelanjutan)," ungkapnya.

"Filosofi Hamemayu Hayuning Bawana sendiri, menurut Sultan telah tercipta sejak 1755 atau sejak berdirinya Keraton Yogyakarta.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved