Banyak Aduan soal PPDB 2023, Ombudsman RI Temukan Pemalsuan Data Kependudukan hingga Siswa Titipan

Banyak pengaduan soal data kependudukan untuk diterima lewat jalur zonasi, pungutan liar berkedok sumbangan, jual-beli kursi, hingga siswa titipan.

Tribun Jogja/Nanda Sagita Ginting
Pimpinan Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, saat ditemui di Artos Hotel Magelang, Kamis (3/8/2023). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Nanda Sagita Ginting 

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023 menjadi sorotan lantaran banyaknya temuan indikasi kecurangan hingga pengaduan masyarakat.

Temuan tersebut berasal dari pendataan aduan yang dilakukan oleh Ombudsman RI.

Di antaranya soal kecurangan data kependudukan untuk diterima lewat jalur zonasi, pungutan liar berkedok sumbangan, jual-beli kursi, hingga siswa titipan.

Hal itu disampaikan oleh Pimpinan Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, saat pelaksanaan Sosialisasi dan Diskusi Publik Peningkatan Akses Pengaduan Publik, di Artos Hotel Magelang, Kamis (3/8/2023).

Ia melanjutkan, sejak dibukanya aduan PPDB pada Maret sampai Juli 2023, total sebanyak 56 aduan yang diterima. 

Bahkanmirisnya, aduan PPDB 2023 bukan hanya terjadi saat pendaftaran. Melainkan, aduan terbanyak terjadi pascapendaftaran.

"Pasca-PPDB itu yang paling banyak. Meskipun PPDB sudah ditutup sejak 27 Juni yang lalu, tetapi aduan yang disampaikan ke kami masih banyak,"ujarnya.

Ia menjelaskan, terjadinya kecurangan terbesar pada jalur afirmasi yang menyumbang hingga 80 persen dari  total aduan PPDB. 

"Begitupun terkait zonasi, kami temui kecurangan terkait data domisili dan kependudukan. Jadi, ada kasus ketika orang berkedudukan di zonasi, padahal KK tidak di zonasi, ternyata bisa masuk.  Banyak warga yang istilahnya domisilinya di mana tetapi dia bisa menunjukkan domisili dia dalam zonasi bisa masuk, bahkan ada yang data KK-nya di sekolah, iya di alamat sekolah itu. Saya juga bingung itu pakai KK siapa kok bisa alamatnya di sekolah,"ungkapnya.

Ia menilai, masih terjadi permasalahan PPDB disebabkan ketidakmampuan pemerintah untuk mendistribusikan pendidikan secara merata ke masyarakat.

Serta penerapan sistem verifikasi yang lebih mengedepankan sistem administrasi dibandingkan faktual.

Menurutnya, pemerintah perlu  untuk mengambil langkah evaluasi secara komprehensif untuk menuntaskan polemik PPDB yang sudah berlangsung dari tahun ke tahun.

Karena jika tidak, permasalahan serupa ini akan terus berulang.

"Sampai hari ini belum ada evaluasi (dari pemerintah) tentang PPDB secara menyeluruh. Selagi, belum merata soal distribusi pendidikan maka PPDB akan menjadi masalah sejak 2017 itu akan selalu berulang. Sudah 6 tahun, tidak kita  pernah belajar dari pengalaman. Permasalahan PPDB semakin luas bahkan hampir di seluruh secara nasional, baik dari tingkat SD, SMP, dan SMA,"ungkapnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved