Kisah Inspiratif

Cerita Yubita Hida Aprilia, Perempuan Difabel yang Lolos Kuliah di UGM Tanpa Biaya

Yubita harus menjalani operasi akibat tumor tulang yang terdeteksi dan telah menyebar dari telapak kaki hingga betis.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Gaya Lufityanti
istimewa
Yubita Hida Aprilia, mahasiswa baru UGM TA 2023/2024 di Program Studi (Prodi) Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya (FIB). Dia diterima melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) dan mendapatkan UKT nol. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Tujuh tahun lalu, di bulan September tahun 2017, Yubita Hida Aprilia harus meratapi nasib dirinya kehilangan satu kaki sebelah kanan di Rumah Sakit Ortopedi Dr. Soeharso, Surakarta.

Kala itu, tidak ada pilihan lain untuknya.

Yubita harus menjalani operasi akibat tumor tulang yang terdeteksi dan telah menyebar dari telapak kaki hingga betis.

“Sedih memang tapi bagaimana lagi. Orang tua dan dokter sepakat ini harus dilakukan agar tidak semakin menjalar,” kenang Yubita, Selasa (1/8/2023).

Namun, tujuh tahun kemudian, takdir berkata lain.

Nama Yubita Hida Aprilia resmi masuk menjadi mahasiswa baru Universitas Gadjah Mada ( UGM ).

Baca juga: Dari Bukittinggi ke Yogyakarta, Indah Kini Kuliah Gratis di UGM Lewat Jalur SNBP

Yubita diterima di Program Studi (Prodi) Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT).

Tak tanggung, dia masuk UGM gratis dengan menggunakan skema pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) 0.

Dengan skema UKT 0 itu, dia bisa berkuliah di UGM hingga 8 semester tanpa biaya pendidikan.

Diterima kuliah di UGM menjadi hiburan tersendiri bagi Yubita setelah sekian peristiwa tidak mengenakan harus ia lewati.

Cukup lama, ia menderita tumor tulang semenjak menjelang kelulusan dari SD Negeri 2 Termas hingga kelas VIII di SMP Negeri 1 Karangrayung.

Selama itu pula ia harus beraktivitas dengan kruk atau penyangga kaki.

Banyak perubahan dilakukan Yubita pasca kehilangan satu kaki.

Ia pun terpaksa membatasi banyak kegiatan semacam kepramukaan dan olahraga.

Bahkan, meski duduk di kelas IPA saat menempuh pendidikan di SMA Negeri 1 Karangrayung, ia kemudian harus mengubah orientasi keinginan.

“Saya awalnya ingin jadi dokter, tapi takut tidak bisa mengikuti banyaknya praktik lapangan,” kata Yubita yang merupakan warga Desa Termas, Kecamatan Karangrayung, Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah itu.

Peristiwa lain yang memukul hatinya adalah kehilangan sang ayah, Tarli, karena sakit paru-paru saat baru lulus dari SMA Ngeri 1 Karangrayung.

“Ayah meninggal hampir bersamaan saat kelulusan SMA. Makanya saat lulus dari SMA Negeri 1 Karangrayung sempat gap year,” aku Yubita.

Sepeninggal sang ayah, memang bukan akhir dari segalanya, tapi Yubita sadar hari-hari yang akan dijalani akan semakin berat.

Apalagi jika melihat ibunya, Juwariyah, harus sendirian menanggung hidup keluarga.

Kakak Yubita, Yuli Nur Hidayah sudah berkeluarga tetapi belum bisa membantu banyak karena belum terlalu mapan.

Sementara adiknya, Setyo Budi Utomo, masih duduk di kelas 3 SD Negeri Termas.

Setahun menunggu kesempatan seleksi masuk perguruan tinggi Yubita mengisi hari-harinya dengan membaca dan latihan soal-soal tes.

Dengan pendapatan ibunya sebagai buruh paruh waktu di pemotongan ayam di pasar Godong Grobogan, ia pun tak tega menyampaikan keinginannya untuk mengikuti bimbingan belajar.

“Tidak mungkin, lokasi bimbelnya juga jauh dari rumah,” ucapnya.

Tidak mudah baginya berdamai dengan situasi setelah pasca operasi, tetapi ia tetap menjalani semua dengan tenang dan tawakal.

Pasca operasi menjadikannya semakin paham dengan kondisi tubuhnya meski tidak semakin leluasa.

Nilai-nilai Yubita di kelas XII IPA SMA Negeri 1 Karangrayung sesungguhnya tidak terlalu jelek dengan rata-rata nilai Ujian Sekolah mencapai 85,46.

Namun, untuk mengejar ketertinggalan, ia selalu konsisten dengan pola belajar yang rutin dan dilakoninya setiap hari jam 3 dini hari hingga Subuh.

“Beraninya paling bilang minta dibelikan buku-buku latihan soal dan paket try out. Kalau ada kesulitan-kesulitan sesekali buka youtube. Kenapa Sastra, ya berharap saja kuliah lapangannya tidak terlalu banyak,” ujar pengagum sastrawan Pramoedya Ananta Tour, Khalil Gibran dan Rendra.

Yubita merasa bersyukur meski tidak memiliki badan sempurna, saat sekolah ia mendapat perlakuan baik dari teman-temannya.

Baca juga: KISAH Arifin Mahasiswa Baru UGM, Cerita Soal Kampung Halaman Diterjang Tsunami Hingga Kuliah Gratis

Bahkan, saat duduk di SMA Negeri 1 Karangrayung salah satunya teman yang kebetulan masih saudara rela menjemput saat berangkat dan pulang sekolah.

Airmatanya kini berubah menjadi senyum bahagia.

Yubita akhirnya mengikuti Pelatihan Pembelajar Sukses bagi Mahasiswa Baru (PPSMB) di kampus UGM sejak Senin 31 Juli 2023 lalu.

Juwariyah mengaku senang sekaligus sedih melihat Yubita diterima kuliah di UGM .

Mengaku senang karena apa yang diinginkan anaknya terkabul, rasa sedihnya, almarhum Tarli, suaminya tidak melihat kebahagiaan Yubita masuk kuliah di UGM.

Juwariyah mengaku mustahil awalnya untuk terus mendorong Yubita bisa kuliah.

Penghasilannya sebagai tenaga paruh waktu di pemotongan ayam dan buruh tani tidak akan mencukupi.

“Pripun rata-rata naming sekitar 1,5 juta. Nggih bersyukur saja, sedihnya bapaknya tidak bisa nyawang Yubita kuliah menjadi mahasiswa baru UGM ,” ungkapnya berkaca-kaca. ( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved