Berita Jogja Hari Ini
Pemda DIY Kaji Asuransi Risiko Bencana Alam, Bisa Kurangi Beban APBD untuk Pemulihan
Maka, Pemda DIY berupaya untuk mengkaji asuransi bencana alam, mengingat selama ini pemulihan pascabencana, termasuk pembangunan kembali fasilitas
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - DI Yogyakarta menjadi salah satu provinsi yang kerap mengalami bencana alam.
Ini menjadi salah satu risiko berada di Indonesia, negara yang dikelilingi lingkaran api Pasifik.
Bahkan, pada gempa bumi Bantul yang terjadi 30 Juni 2023 lalu, ada 143 titik dari 16 kapanewon di Bantul yang mengalami kerusakan.
Sementara, di Gunungkidul, ada 166 rumah dan fasilitas publik terdampak gempa bumi.
Adapun kerugian di Bantul mencapai Rp 127 juta.
Baca juga: Pernah Jadi Incaran PSS Sleman, Prisca Womsiwor Jajal Peruntungan di PSIM Jogja
Maka, Pemda DIY berupaya untuk mengkaji asuransi bencana alam, mengingat selama ini pemulihan pascabencana, termasuk pembangunan kembali fasilitas publik masih menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
“Asuransi kebencanaan ini hal baru, karena Indonesia banyak terjadi bencana alam. Kita harapkan bagaimana bencana alam tak jadi beban pemda maupun pemerintah tapi bisa terlindungi asuransi,” papar Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKA) DIY, Wiyos Santosa di sela-sela Seminar on Disaster Risk Financing and Insurance and Adaptive Social Protection Implementation in Indonesia di Yogyakarta Marriott Hotel, Senin (10/07/2023).
Seminar tersebut diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) guna menggagas konsep asuransi bencana di Indonesia.
Wiyos menyebutkan, selama ini penanganan kebencanaan di Yogyakarta, seperti rekonstruksi, hanya memanfaatkan Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) ataupun APBD.
Ia mengatakan, saat gempa Bantul di bulan Juni 2023, Pemda DIY harus mengeluarkan APBD untuk merehab bangunan rusak tembok SMAN 7 Yogyakarta yang hampir roboh.
Pembiayaan satu-satunya untuk penanganan bencana itu hanya berasal dari APBD atau APBN dan tidak ada bantuan pihak lain.
Maka, menurut dia, adanya konsep asuransi risiko bencana ini perlu direspons demi meningkatkan ekosistem asuransi di Indonesia.
Risiko bencana alam tak hanya menjadi beban pemerintah, baik pusat maupun daerah, kata Wiyos.
“Selama ini belum ada klausul asuransi akibat risiko bencana alam. Aturan yang ada, baru pada bencana seperti kebakaran atau kerusakan akibat huru-hara,” terang dia.
Dia menyebut, gedung pemerintah pun sudah diasuransikan, tapi belum untuk kebencanaan.
“Premi mungkin akan naik, tapi kalau ada bencana bisa termasuk, itu penting. Kalau kita asuransi, biaya bisa dari pihak asuransi. Tinggal perusahaan asuransi ini berani membuka klausul bencana atau tidak,” bebernya. (ard)
Cara Lapor Jika Terjadi Kekerasan Anak dan Perempuan di Yogyakarta, Gratis Bebas Pulsa |
![]() |
---|
Kronologi Kasus Dugaan Monopoli BBM oleh Oknum Polairud di Pantai Sadeng Gunungkidul |
![]() |
---|
Mengenal Class Action, Cara Menuntut Pemerintah karena Kasus Keracunan MBG |
![]() |
---|
Komentar Sri Sultan HB X soal Keracunan MBG di Jogja dan Sanksi untuk SPPG Menurut Undang-Undang |
![]() |
---|
Kronologi Wisatawan asal Jakarta Hilang di Pantai Siung, Jenazah Ditemukan di Pantai Krakal |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.