Kisah Inspiratif

KISAH Arifin Mahasiswa Baru UGM, Cerita Soal Kampung Halaman Diterjang Tsunami Hingga Kuliah Gratis

“Saat terjadi tsunami Desember 2004 lalu, ibu masih kondisi hamil saya usia kandungan lima bulan. Alhamdulillah, bapak ibu berhasil selamat dari tsuna

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Istimewa
Muhammad Arifin Ilham (18), mahasiswa baru Prodi Ilmu HI Fisipol UGM dari Aceh, berhasil lolos SNBP 2023 dan bisa berkuliah gratis di UGM 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Memori kelam tentang tsunami Aceh yang terjadi 2004 seperti tak lekang oleh waktu.

Itu juga yang dirasakan Muhammad Arifin Ilham (18), seorang pemuda asal Desa Lam Geu Eu, Peukan Bada, Aceh Besar.

Arifin masih berada di kandungan sang ibu ketika tsunami besar itu menerjang sebagian wilayah Aceh.

Mungkin ia tidak ingat bagaimana perjuangan hidup keluarganya saat air bah dari laut sampai ke daratan menyapu apapun yang ada.

Akan tetapi, dia merasakan tinggal di barak pengungsian, hingga usia dua tahun, lantaran rumah kedua orang tuanya rata dengan tanah tak bersisa.

Dalam kondisi mengungsi, Arifin terlahir prematur di usia kandungan tujuh bulan dengan berat hanya 1,3 Kg.

“Saat terjadi tsunami Desember 2004 lalu, ibu masih kondisi hamil saya usia kandungan lima bulan. Alhamdulillah, bapak ibu berhasil selamat dari tsunami, lari ke bukit kala itu,” tuturnya mengutip laman UGM, Selasa (11/7/2023).

Dua tahun tsunami berlalu, ia dan keluarganya kembali ke kampung halaman menempati rumah bantuan tsunami dari pemerintah.

Sejak saat itu, sang ayah memulai kembali usaha toko kelontong warisan keluarga di Desa Keudebing yang berjarak sekitar 4 Km dari rumahnya.

Arifin adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Mukhlis (46) dan Afrianti (40).

Mereka pun hidup sederhana di desa itu. Dari usaha sang ayah, pendapatan yang dihasilkan per bulan mencapai Rp 1-1,5 juta. Uang itu digunakan untuk biaya bulanan lima anggota keluarga.

Tidak Berkecil Hati

Meski hidup dengan kondisi kondisi pas-pasan, tapi tak pernah sedikitpun Arifin berkecil hati dan putus asa menggapai mimpi.

Sejak kecil, ia telah memimpikan bisa berkuliah agar terlepas dari belenggu keterbatasan.

Dia pun berusaha untuk berprestasi dengan tekun belajar. Maka, hasil pun tak mengkhianati usaha.

Sejak duduk di bangku SD hingga SMP, dia selalu masuk tiga besar di sekolah.

Sedangkan, di SMA, ia mulai banyak mengikuti kejuaraan yang membuatnya bisa mendapatkan beasiswa pendidikan.

Sederet prestasi di tingkat nasional pernah diraih Arifin seperti juara 1 kompetisi Bahasa Inggris Jenius Competition 2022, juara 1 lomba esai FPCI UGM 2022, dan juara 1 Olimpiade Bahasa Inggris yang digelar PT. Bima Competition.

Keinginan berkuliah semakin menguat karena dorongan dari guru di sekolahnya MAN 1 Banda Aceh.

Arifin menjatuhkan pilihan ke Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai tempat untuk melanjutkan studi.

“Sejak SMP memang ingin kuliah di UGM. Kata orang-orang, kalau ada potensi lebih baik kuliah di luar Aceh, jadi saya semakin mantap pilih UGM karena 12 tahun kan sudah habiskan belajar di Aceh,” paparnya.

Ia pun meminta izin kepada kedua orangtuanya untuk mengikuti ujian masuk perguruan tinggi dengan pilihan di UGM.

Gayung bersambut, kedua orangtua Arifin pun memberikan restu dengan syarat harus mencari beasiswa karena tidak mampu jika membiayai secara mandiri.

Arifin pun berhasil masuk UGM lewat jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP).

Ia ingin jadi diplomat, sehingga dia memilih Program Studi (Prodi) Ilmu Hubungan Internasional (HI) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol).

Tak hanya itu, dia juga menjadi penerima Uang Kuliah Tunggal (UKT) Pendidikan Unggul.

UKT ini memungkinkan penerimanya tidak membayar UKT, alias subsidi 100 persen dari kampus selama 8 semester.

Tak hanya itu, ia juga menjadi kandidat penerima beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) dari pemerintah.

“Saat tahu diterima masuk UGM, waktu itu saya bahagia sekaligus sedih karena masih mikir apa nanti bisa kuliah sampai selesai karena terkendala biaya,” ucapnya.

Orangtua Bangga dan Gembira

Kegembiraan turut dirasakan oleh Mukhlis dan Afrianti tatkala mengetahui putra sulungnya berhasil diterima masuk UGM tanpa tes.

Mereka cukup tahu bagaimana kuatnya keinginan anaknya untuk bisa merasakan bangku perkuliahan.

“Anaknya sejak dulu memang pengin kuliah di Yogyakarta. Kami senang anak bisa diterima masuk UGM gratis,” ungkap Afrianti .

Afrianti mengatakan saat itu ia dan suami cukup lega karena putranya bisa meraih apa yang telah lama diimpikan.

Namun, mereka pun terkejut ketika mengetahui Arifin hanya dibebaskan dari biaya kuliah saja.

Sementara biaya hidup selama kuliah masih harus mengupayakan sendiri.

“Ternyata beasiswanya tidak full, asrama dan biaya hidup tidak ditanggung. Saat itu saya bilang ke anaknya untuk tidak usah diambil karena memang tidak mampu biayanya, bantu-bantu di rumah jualan saja,” terangnya.

Mereka pun lantas ke sekolah untuk menyampaikan hal tersebut.

Namun, pihak sekolah menyarankan Arifin tetap lanjut kuliah.

Bagaimana tidak, Arifin menjadi salah satu dari 2 lulusan MAN 1 Banda Aceh yang berhasil menjadi angkatan pertama tembus masuk UGM.

“Soal biaya hidup kata sekolah nanti bisa cari beasiswa KIP. Semoga dapat, kalau tidak ya anaknya cari beasiswa lainnya untuk hidup di Yogyakarta,” imbuh Mukhlis.

Banyak kegalauan berkecamuk di hati Arifin, Mukhlis dan Afrianti.

Biaya transportasi menuju Yogyakarta juga tidak bisa diremehkan. Mahal dan sulit untuk digapai.

“Tiket belum ada, semoga bisa segera terkumpul sedikit demi sedikit untuk berangkatkan anak ke Yogyakarta,” katanya.

Mukhlis berharap nantinya anaknya bisa menjalani kuliah dengan lancar, lulus tepat waktu, dan segera mendapatkan pekerjaan.

“Kami hanya bisa mendoakan anaknya bisa lancar kuliah dan jadi orang sukses, bisa membantu keluarga nantinya,” harapnya.

Arifin merupakan satu diantara ribuan anak bangsa yang berhasil diterima kuliah di UGM.

Meski terlahir dari keluarga yang kurang mampu, tapi ia berhasil membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi tidak menjadi penghalang bagi seseorang meraih pendidikan setinggi-tingginya.

UGM sebagai lembaga pendidikan tinggi telah berkomitmen membuka akses pendidikan seluas-luasnya bagi masyarakat termasuk bagi masyarakat kurang mampu, 3 T, serta penyandang disabilitas.

Hal tersebut dilakukan untuk mewujudkan pendidikan berkualitas, inklusif, berkeadilan, dan merata bagi semua dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. (ard)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved