Berita Jogja Hari Ini

Pakar UII: Kalau Masyarakat Sudah Memilah Sampah, Tapi di Truk Jadi Satu Lagi, Kan Susah Juga

Dosen Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII), Dr. Hijrah Purnama Putra, S.T., M.Eng menjelaskan, penyelesaian tentang sampah tidak boleh

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
https://asia.nikkei.com
Ilustrasi sampah plastik yang menumpuk. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Permasalahan sampah nyatanya bukan hanya memilah.

Ada lebih banyak hal kompleks yang harus dipikirkan agar sampah tak menjadi problematika di daerah.

Dosen Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII), Dr. Hijrah Purnama Putra, S.T., M.Eng menjelaskan, penyelesaian tentang sampah tidak boleh parsial.

Ia mencontohkan, buka tutupnya Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan menandakan bahwa kasus itu sudah mendesak untuk diselesaikan.

Pemerintah harus segera mengambil langkah agar sampah tidak mengganggu kehidupan manusia.

Baca juga: Salsa Catering Bikin Promo Paket Pernikahan Megah dan Meriah, Bisa Pesan Mobil Mewah

“Paling tidak, ada lima aspek yang harus kuat, yaitu, regulasi, kelembagaan, operasional, pembiayaan dan masyarakat. Gak bisa kalau cuma dibebankan kepada masyarakat, tapi regulasinya gak ada,” katanya kepada Tribun Jogja, Sabtu (8/7/2023).

Lima aspek itu, kata dia, harus seiring sejalan. Sebab, pengelolaan sampah yang baik tidak bisa hanya mandeg di regulasi saja, tapi tidak ada campur tangan di lapangan.

“Misalnya juga kalau masyarakat sudah memilah sampah, tapi pas diambil sama truk-truk itu, dijadikan satu lagi, kan susah juga. Semuanya harus sejalan,” bebernya.

Hijrah mengungkap, pemerintah harus sigap mengambil langkah untuk pengelolaan sampah, khusunya di TPST Piyungan.

Hal ini lantaran, tempat tersebut bakal segera penuh hanya dalam hitungan bulan.

Setiap hari, sejumlah daerah di DI Yogyakarta mengirimkan 700-800 ton sampah ke TPST Piyungan.

Angka itu sangat besar dibandingkan dengan tempat yang disediakan di TPST tersebut kini. Apalagi masyarakat kini sudah teredukasi, rumah dekat TPST bisa menjadi sarang penyakit.

Pandangan itu bisa mempersulit pemerintah untuk mencari lahan TPST baru, pengganti TPST Piyungan.

Progres KPBU Lambat

Dikatakan Hijrah, pemerintah yang kini masih masuk penjajakan Kerja Sama Pemerintah dan Bidang Usaha (KPBU), tergolong lambat untuk melangkah.

Di tanggal 8 Juni 2023, KPBU TPST Piyungan baru memasuki proses tender.

Saat itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY Kuncoro Cahyo Aji mengatakan sudah ada sejumlah investor yang menawarkan metode pengolahan sampah.

Namun, dia meminta para investor agar mengikuti mekanisme yang berlaku dalam proses tender.

“Progres KPBU ini, saya lihat, agak lambat dibanding dengan urgensi persampahan kini. Proses KPBU ini akan panjang, padahal masalah sampah di DIY sudah kronis dan butuh penanganan segera,” terangnya.

Ia mencontohkan, apabila KPBU baru berada di tingkat kajian, studi kelayakan dan mendengarkan masukan dari para ahli, bisa-bisa teknologi proyek itu baru terealisasi 2026.

“Proses desain mungkin di 2024, paling cepat, pembangunan dilaksanakan 2025. Selambatnya 2026 baru terealisasi itu proyek. Sedangkan, tahun ini saja, TPST Piyungan sudah overload dan tak bisa menerima lagi,” rincinya.

Pengelolaan Sampah di DIY Murah

Hijrah turut menyebut pengelolaan sampah di DI Yogyakarta tergolong murah dan tidak sesuai dengan kebutuhan biaya operasional di lapangan.

Ia mengatakan, biaya yang dikenakan untuk pembayaran retribusi sampah menuju TPST Piyungan hanya Rp 24.383 per ton.

Padahal, angka yang layak untuk retribusi sampah berkisar Rp 200-300 ribu untuk mengoperasionalkan teknologi pengolahan sampah yang juga ramah lingkungan.

“Jadi, tidak heran, pilihannya ya dibuang begitu saja, open dumping. Padahal, dari Permendagri Nomor 7 Tahun 2021, sudah ada prinsip sanitary landfill dan controlled landfill,” terangnya.

“Dalam operasionalnya, TPST Piyungan sudah berlabel controlled landfill, tapi kenyataannya ya masih open dumping saja. Masih berupa lembah dan sampah dibuang ke situ begitu saja,” tutur dia lagi.

Sanitary landfill merupakan upaya penutupan sampah dengan tanah urug setiap hari.

Sementara, controlled landfill adalah penutupan sampah dengan tanah urug sesuai dengan waktu yang ditentukan. Idealnya selama 1-3 hari.

“Ya kecuali ada komitmen tinggi dari pemerintah ya. Persoalan sampah ini level desakannya sudah tinggi dan darurat,” tegasnya.

Hijrah menjelaskan, dibandingkan dengan Bali, DIY cukup tertinggal dalam hal pembangunan TPST.

Tahun lalu, Bali sudah mulai membangun tiga TPST baru.

“Prioritas sampah di Yogya mungkin masih jauh. Melihat prosedur yang ada, tahun 2025 paling cepat lah pembangunan TPST baru,” tukas dia. (ard)

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved