Kisah Inspiratif
KISAH Relawan Mengabdi 24 Jam Memantau Aktivitas Gunung Merapi dari Gardu Pandang
Giyanto, relawan yang bertugas di titik nol Gardu pandang tersebut segera mengaktifkan Handy Talky (HT) yang selalu berada digenggamannya dan melapork
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Angin berhembus dingin dan pemandangan ke arah Gunung Merapi perlahan mulai tertutup kabut, pada Kamis (6/7/2023) sore, sekira pukul 14.55 WIB di Gardu pandang, Kaliurang Timur, Kalurahan Hargobinangun, Pakem, Kabupaten Sleman.
Giyanto, relawan yang bertugas di titik nol Gardu pandang tersebut segera mengaktifkan Handy Talky (HT) yang selalu berada digenggamannya dan melaporkan situasi tersebut.
Ia juga merekam pemandangan kabut yang turun menggunakan handphone lalu melaporkannya di grup para relawan.
Baca juga: Gelombang Tinggi Air Laut di Pesisir Selatan Kulon Progo, Koordinator SRI: Belum Ada Kerusakan
"Harapannya tetap mandali, mandaliem. Negatif kebencanaan. Begitu atensi dari titik nol Gardu pandang," kata Giyanto, mengakhiri laporan di HT.
Kata mandali dan mandaliem merupakan ungkapan bagi para relawan untuk merujuk pada situasi yang diharapkan aman dan tetap terkendali.
Begitulah tiap hari Giyanto melaporkan perkembangan aktivitas apapun dari Gunung Merapi di titik pantau yang berjarak 6,3 kilometer dari puncak.
Ia memantau tanpa jeda. Hampir 24 jam waktunya diberikan untuk mengamati dan melaporkan aktivitas Gunung Merapi.
Setiap hari, Ia memulai aktivitas dengan membersihkan area parkir Gardu pandang kemudian membantu pengunjung yang membutuhkan informasi.
Di samping melaporkan perkembangan situasi terkini melalui alat komunikasi yang selalu dibawa.
Mulai dari perkembangan cuaca, luncuran awan panas maupun kondisi apabila terjadi lahar hujan Merapi di hulu sungai Boyong.
Giyanto bergegas melaporkan jika ada sinyal luncuran dari gunung Merapi.
"Sekecil apapun luncuran harus di laporkan," katanya.
Frekuensi HT yang dibawa Giyanto terhubung jauh hingga relawan di lereng Gunung Sumbing Jawa Tengah maupun relawan di Pantai Selatan, Kabupaten Bantul.
Ia dan para relawan tersebut saling terhubung dan bertukar informasi di posisi masing-masing.
Ia mencontohkan seperti peristiwa gempa bumi magnitudo 6.0 yang berpusat di Pantai Selatan Bantul pada Jumat (30/6/2023) lalu, para relawan di posisi masing-masing saling melaporkan.
Giyanto ingin mengetahui situasi di pantai selatan.
Begitu juga relawan di Pantai Selatan ingin mengetahui perkembangan situasi Gunung Merapi.
Sebab, pasca gempa bumi, Gunung Merapi biasanya turut bergejolak.
"Tapi pada malam Jumat kemarin, Marapi justru terpantau stabil. Baru pada malam minggunya, terjadi guguran besar," kata pria berusia 53 tahun itu.
Giyanto tidak tergabung dalam komunitas relawan apapun. Ia memilih jalan tersebut supaya tidak terjebak pada kepentingan tertentu.
Apapun informasi yang disampaikan, Ia kirimkan ke semua komunitas untuk digunakan dan disebar-luaskan kepada masyarakat.
Baginya menjadi relawan adalah pengabdian untuk masyarakat.
"Saya ini ndak punya apa-apa. Saya ndak bisa membantu dalam wujud uang, materi. Tapi saya bisa membantu dengan tenaga saya, saya sudah senang, rela. Yang penting keselamatan masyarakat itu terjamin," kata Bapak dua anak tersebut.
Keselamatan pengunjung Kaliurang terutama yang berada di Gardu pandang baginya yang utama.
Giyanto bercerita, ketika Gunung Merapi mengeluarkan rentetan awan panas guguran pada 11 Maret lalu, Ia sedang menghadiri undangan hajatan di Kaliurang.
Tiba-tiba sinyal bergemuruh dan Gunung Merapi mengeluarkan awan panas guguran (APG) ke arah barat daya.
Ia bergegas meninggalkan acara dan menuju ke Gardu pandang.
Yang ada dalam benaknya adalah bagaimana secepatnya bisa mengevakuasi pengunjung dan wisatawan.
Meskipun arah guguran saat itu meluncur ke barat daya, artinya wilayah Gardu pandang yang berada di sisi selatan relatif aman.
Namun, Ia teringat memori Erupsi Gunung Merapi pada tahun 1994 yang membuat wilayah Gardu pandang dan Kaliurang luluh lantak.
"Erupsi tahun 94' itu Erupsi besar. Di sini (gardu pandang) habis semua. Jadi saya lagi kondangan langsung lari ke sini, lalu pengunjung dikumpulkan di titik aman," ujarnya
Mitigasi
Gunung Merapi 2.910 mdpl saat ini masih berstatus siaga level III.
Menurut Giyanto, bagi masyarakat Kaliurang dan sekitarnya sejauh ini hidup berdampingan harmoni dengan gunung di perbatasan Jateng - DIY tersebut. Masyarakat beraktivitas normal seperti biasa. Meskipun tetap waspada.
Masyarakat umumnya sudah menyiapkan berkas penting dan surat-surat berharga dalam satu koper khusus yang siap dibawa dalam kondisi darurat.
Tiap rumah juga sudah memiliki alat komunikasi yang bisa digunakan untuk memantau perkembangan Gunung Merapi.
"Jika ada erupsi besar dan Pemerintah mengintruksikan warga turun, maka warga disini akan turun. Tapi jika belum ada intruksi maka warga tetap bertahan," katanya.
Giyanto mengaku sering memperhatikan tanda alam yang kerap muncul saat Gunung Merapi akan Erupsi.
Satu di antaranya, adalah kemunculan kera di malam hari. Jika kera muncul di malam hari maka menurut dia itu menjadi salah satu pertanda dalam waktu dekat Gunung Merapi akan Erupsi.
Jika erupsi skala besar, hal pertama yang dilakukan Giyanto adalah melaporkannya melalui HT. Kemudian melaporkan juga melalui handphone supaya diteruskan ke masyarakat.
Sirine early warning system (EWS) juga akan berbunyi dan Pak RT di wilayah masing-masing akan bergegas mengumpulkan warga ke titik kumpul untuk dievakuasi.
"Jika sekedar guguran ke arah barat daya kami yang di sisi selatan biasanya hanya waspada. Tapi jika arahnya ke selatan maka warga dikumpulkan. EWS juga akan berbunyi. Hampir seluruh Kaliurang terdengar," tutur Giyanto.
Jika dievakuasi, maka warga Kaliurang Barat akan ditempatkan di Barak Pandanpura sedangkan warga Kaliurang Timur dievakuasi ke RS Grhasia maupun Balai Kalurahan Hargobinangun.
Unsur relawan siap siaga membantu proses evakuasi jika warga terpaksa dievakuasi.
Satu di antaranya adalah relawan Radio Amatir Penduduk Indonesia (RAPI).
Ketua 3 Rapi Daerah DIY, Frengki Wahyu mengungkapkan, pihaknya memiliki pos siaga Merapi yang berada di bawah Gardu pandang Hargobinangun.
Pos tersebut setiap hari ada yang piket ikut memantau situasi.
Jika terjadi sesuatu maka satgas RAPI di pos siaga akan langsung berkoordinasi dengan pos pengamatan di Kaliurang, dan koordinasi langsung dengan sekretariat RAPI di DIY untuk melaksanakan tugas perbantuan.
"Banyak tugas perbantuan yang bisa kami lakukan bersama instansi lain untuk penanggulangan bencana. Kami bisa membantu polisi dalam hal pengaturan jalan. Maupun membantu pos pengamatan yang lain. Saluran kami sudah terintegrasi dengan Pusdalops BPBD," katanya. (rif)
relawan
Gunung Merapi
Gardu pandang
TribunHIS
kisah inspiratif
Sleman
Berita Sleman Hari Ini
Erupsi
Kaliurang
Ada Angkringan Isyarat di Kota Jogja, Penjual-Pembeli Komunikasi Pakai Bahasa Isyarat |
![]() |
---|
Cerita Penjual Buku Langka Buka Lapak di Pasar Kangen Jogja |
![]() |
---|
Sekolah di Antara Rel Sunyi Magelang, Sepuluh Siswa Dua Guru Tersisa Masih Bernyanyi |
![]() |
---|
Cerita Seniman Lukis di Yogyakarta Dirikan Komunitas Difabel |
![]() |
---|
Kisah Rizky Ardhana Penyandang Disabilitas Asal Jogja Jadi Content Creator |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.