Pilpres 2024
Pro Kontra dan Kritik Tajam Terhadap Pernyataan Presiden Jokowi Cawe-cawe dalam Urusan Pemilu 2024
Pernyataan Presiden Jokowi soal cawe-cawe Pemilu 2024 menimbulkan pro kontra. Pendapat berbeda dan kritik tajam datang dari Demokrat dan pengamat
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA.COM - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal dirinya cawe-cawe dalam urusan Pemilu 2024 demi kepentingan bangsa dan negara menuai pro dan kontra.
Pernyataan Presiden Jokowi itu juga memantik kritik tajam dari beberapa pengamat politik soal sikap seorang presiden jelang Pilpres 2024.
Istana memang lantas membuat klarifikasi dan membeberkan maksud pernyataan Presiden ikut cawe-cawe dalam urusan pemilu.
Namun pernyataan Presiden Jokowi itu kadung menimbulkan kegaduhan. Pendapat berseberangan muncul dari Partai Demokrat.
Kritik tajam juga mengalir dari pandangan para pengamat. Penilaian negatif dan kekhawatiran terhadap sikap Presiden Jokowi jelang Pilpres 2024 mencuat lewat tanggapan kontra maupun pendapat pengamat.
Sementara komentar pro yang tidak mempermasalahkan pernyataan Jokowi datang dari sejumlah partai politik pendukung pemerintah.
Pernyataan Presiden Jokowi
Pernyataan Presiden Jokowi soal cawe-cawe dalam urusan Pemilu 2024 diungkap ketika presiden bertemu dengan para pimpinan media nasional dan sejumlah podcaster di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/5/2023).
Hadir dalam pertemuan itu adalah sejumlah tokoh pers antara lain Pemimpin Redaksi TV One Karni Ilyas, podcaster dan pegiat media sosial Helmi Yahya, dan General Manager News and Current Affairs Kompas TV Yogi Nugraha.
Presiden memberikan pengakuan di hadapan para pimpinan media yang hadir, bahwa dirinya cawe-cawe dalam urusan Pemilu 2024.
Presiden mengeklaim, sikap itu demi kepentingan bangsa dan negara, sebagaimana laporan kompas.com dikutip Tribun Jogja hari ini.
Tanggapan kontra
Atas pernyataan Presiden Jokowi soal cawe-cawe dalam urusan Pemilu 2024, tanggapan kontra sekaligus kritik datang dari Partai Demokrat.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K Harman menilai, sebagai seorang Kepala Negara, Jokowi tidak sepatutnya ikut campur dalam urusan politik.
"Loh, presiden itu kan kepala negara, bukan ketua umum partai juga. Kepala negara menurut kami sih harus netral ya, tidak boleh cawe-cawe," kata Benny di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Apabila kepala negara ikut cawe-cawe, kata Benny, terbuka peluang pemimpin lembaga negara lainnya juga turut mencampuri urusan pemilu.
Padahal, itu tak semestinya terjadi.
Benny mengatakan, presiden sangat mungkin menggunakan aparatur negara untuk mewujudkan kepentingannya jika ikut campur dalam urusan pemilu.
Oleh karenanya, dia berharap presiden lebih bersikap bijak.
"(Sebaliknya) dia (Jokowi) harus menjaga iklim demokrasi, menjaga iklim persaingan sehat dalam politik sebab dia adalah Kepala Negara, dia bukan kepala petugas partai," tutur anggota Komisi III DPR RI tersebut.
Demokrat juga meminta Jokowi fokus bekerja untuk rakyat ketimbang cawe-cawe urusan Pemilu 2024.
Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menilai, cawe-cawe berarti melakukan sesuatu di luar wewenang dan tanggung jawabnya.
“Seharusnya beliau menyampaikan, saya akan fokus dengan tugas dan tanggung jawab utama saya. Bukan malah menyampaikan saya akan cawe-cawe demi kepentingan negara,” kata Herzaky dalam keterangannya, Selasa (30/5/2023).
Menurut Herzaky, saat ini masyarakat lebih ingin Jokowi menyelesaikan berbagai pekerjaan rumah sebelum lengser pada akhir 2024.
Salah satu yang masih belum terselesaikan yakni tingginya angka kemiskinan dan tingkat pengangguran.
“Fokus saja bekerja untuk rakyat di sisa masa kepemimpinannya, agar bisa meninggalkan hal baik untuk penerusnya,” tutur dia.
Kritik tajam: presiden partisan
Penilaian dan kritik juga datang dari Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah.
Ia menilai bahwa pernyataan soal cawe-cawe urusan Pemilu 2024 menunjukkan bahwa Jokowi adalah presiden partisan.
Menurut pandangannya, tindakan Jokowi selama ini menunjukkan bahwa sikap cawe-cawe atau intervensi tersebut bukan untuk kepentingan bangsa dan negara, tetapi politik pribadi.
"Apa yang ditunjukkan presiden juga yang ia sampaikan, jelas menempatkan Jokowi sebagai presiden partisan. Secara umum bisa dianggap telah lakukan kolusi," kata Dedi kepada Kompas.com, Selasa (30/5/2023).
Menurut Dedi, jika intervensi yang dilakukan demi kepentingan bangsa dan negara, Jokowi mestinya mengintervensi Mahkamah Konstigusi (MK) agar tidak membuat keputusan yang melanggar konstitusi.
Kemudian, mengintervensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar tidak menjadi alat kekuasaan, atau mengintervensi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Menteri Keuangan agar semua proses pemilu berjalan sesuai koridor konstitusi dan tepat waktu.
"Intervensi dalam hal pelaksanaan, sah saja karena memang tanggung jawab presiden, tetapi intervensi politis jelas tidak dibenarkan," ujarnya.
Sementara, yang terjadi saat ini adalah Jokowi turut andil dalam menentukan siapa capres yang dia inginkan, berupaya memberikan fasilitas negara untuk pembahasan koalisi, hingga mengucilkan partai lain yang berseberangan.
Menurutnya, perbuatan tersebut jelas-jelas merupakan tidak etis dan merusak wibawa kepala negara.
“Cawe-cawe Jokowi hanya untuk kepentingannya pribadi, keluarga, atau kelompok politiknya, imbasnya cukup berbahaya. Mulai dari potensi rusaknya tata kelola pemerintahan hingga menjadikan negara ini seolah milik personal," kata Dedi.
All Jokowi's men
Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno meyakini, sikap cawe-cawe Jokowi tak sepenuhnya demi pemilu yang demokratis.
Mengingat Jokowi berulang kali meng-endorse bakal calon presiden, Adi menduga kepala negara cawe-cawe supaya presiden 2024 terpilih adalah yang sesuai dengan kemauannya.
"Publik juga tidak bisa menutup mata bahwa istilah cawe-cawe yang diistilahkan Jokowi itu ingin menegaskan bahwa pemimpin yang terpilih di 2024 itu adalah mereka yang bisa melanjutkan semua hal yang sudah dilakukan oleh Jokowi," kata Adi saat dihubungi Kompas.com, Selasa (30/5/2023).
Menurut Adi, mungkin saja presiden khawatir kinerja Indonesia ke depan menurun dan penggantinya tidak melanjutkan apa yang sudah dia kerjakan.
Oleh karenanya, Jokowi ingin presiden selanjutnya adalah “orangnya sendiri”.
"(Harus) all Jokowi's men. Karena kalau yang jadi Presiden 2024 itu yang bukan orangnya Jokowi, tentu ‘jogetnya’ itu bukan ke depan, tapi ke belakang," kata dia.
Wanti-wanti untuk Presiden
Dihubungi terpisah, pengamat politik dari Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menilai, meski presiden mengaku tidak akan melanggar hukum dan konstitusi terkait upaya cawe-cawe itu, keberpihakan politik Jokowi secara terbuka berpotensi disalahgunakan sebagai alat politisasi kekuasaan negara.
Umam menuturkan, gelagat tersebut sudah terlihat ketika Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menyebut Jokowi sebagai panglima tertinggi dalam pengambilan keputusan politik praktis mereka.
Selain itu, Jokowi juga pernah berjanji akan membisiki para ketua umum partai terkait calon presiden yang akan didukung di hadapan jaringan relawannya. Ketika menyampaikan itu, lencana kepresidenan masih menempel di dada Jokowi.
"Alhasil, tidak mudah memisahkan klaim kepentingan negara dan dengan kepentingan politik pribadi presiden atau kelompoknya. Keduanya menjadi kabur," kata Umam kepada Kompas.com, Selasa (30/5/2023).
Umam pun mewanti-wanti agar jangan sampai pernyataan soal cawe-cawe Pemilu 2024 menjadi alat untuk melegitimasi kepentingan politik pribadi.
“Jangan sampai klaim cawe-cawe presiden untuk kepentingan bangsa dan negara ini hanya menjadi 'alat pembenaran' untuk melegitimasi manuver politik pribadi dan pihak-pihak di lingkaran kekuasaan istana untuk masuk lebih dalam ke ranah politik praktis," tutur dosen Universitas Paramadina itu.
Pembelaan parpol pendukung pemerintah
Namun demikian, pernyataan Jokowi soal cawe-cawe Pemilu 2024 tersebut dibela oleh elite partai politik pendukung pemerintah.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP PDI-P Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul misalnya, meyakini bahwa Jokowi akan cawe-cawe sesuai adab dan tidak akan mengintervensi hasil Pemilu 2024.
"Cawe-cawe ini bahasa kosakata diksi Jawa, diksi Jawa Tengah kalau orang Jawa Tengah tahu. Cawe-cawe itu artinya adalah akan ikut campur, ikut mewarnai," kata Pacul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Pacul pun setuju presiden tak boleh ikut campur dalam penetapan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Sebab, menurutnya, hal itu merupakan urusan partai politik.
Dia menegaskan bahwa Jokowi tidak punya keinginan untuk melakukan intervensi hasil pemilu.
"Enggak dong, itu maka saya katakan kepatutannya cawe-cawe dalam bahasa Jawa ada kepatutannya. Enggak boleh cawe-cawe mengintervensi itu, enggak boleh," kata Pacul lagi.
Gerindra tak mempersoalkan
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman juga mengaku tak mempersoalkan jika presiden cawe-cawe dalam urusan politik.
Menurutnya, sikap tersebut menandakan bahwa Jokowi ingin capaiannya selama 10 tahun menjabat sebagai Kepala Negara dilanjutkan oleh pemimpin sesudahnya.
"Saya memang berpendapat apa yang disampaikan Pak Jokowi sangat tepat, sangat benar. Jangan dianggap salah. Karena sebagai warga punya kepentingan Indonesia ke depan," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Menurut Habiburokhman, cawe-cawe Jokowi merupakan hak politik dan aspirasi pribadi. Namun, ia menilai Jokowi harus menyampaikan sekali lagi pada publik terkait cawe-cawe yang tak melanggar aturan dan ketentuan Pemilu 2024.
Pendapat Partai Golkar
Tak hanya itu, partai beringin juga berada di sisi Jokowi dalam polemik ini. Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia menilai, presiden justru harus terlibat dalam urusan politik, termasuk Pemilu 2024.
"Menurut saya enggak ada masalah, bahkan semua orang saya menafsirkan cawe-cawe itu ikut terlibat dalam semua proses dalam pemilu," kata Doli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
"Semua orang harus terlibat termasuk Pak Presiden, apalagi dia dua periode," tambah dia.
Doli mengatakan, selama dua periode memimpin, sudah banyak program kerja Jokowi yang diekesekusi, meski ada pula yang belum selesai.
Oleh karenanya, menurut dia, wajar jika presiden ingin penggantinya dapat melanjutkan kerja-kerjanya saat ini.
Soal netralitas, Doli yakin Jokowi akan memerhatikan hal tersebut dan tidak melakukan intervensi pada kandidat calon presiden.
"Prosesnya jelas, dalam mekanisme pilpres itu jelas bahwa penetapan capres dan cawapres di tetapkan oleh partai atau gabungan parpol," kata dia.
Penjelasan Istana
Bagaimana pun, pernyataan Presiden Joko Widodo soal cawe-cawe Pemilu 2024 sudah berujung gaduh.
Meski Jokowi mengaku cawe-cawe yang dia maksud adalah untuk bangsa dan negara, sejumlah pihak menilai, presiden tak seharusnya ikut campur urusan politik.
Cawe-cawe kepala negara tersebut dinilai tak elok dan menciptakan kegaduhan.
Tak lama, pihak Istana memberikan penjelasan atas pengakuan Jokowi tersebut.
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin mengatakan, cawe-cawe yang dimaksud Jokowi adalah dalam rangka mengawal Pemilu Serentak 2024 berlangsung jujur, adil, dan demokratis.
"Terkait penjelasan tentang cawe-cawe untuk negara dalam pemilu, konteksnya adalah, presiden ingin memastikan Pemilu serentak 2024 dapat berlangsung secara demokratis, jujur dan adil," ujar Bey saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin malam.
Selain itu, kata dia, presiden berkepentingan agar pemilu berjalan dengan baik dan aman, tanpa meninggalkan polarisasi atau konflik sosial di masyarakat.
Selanjutnya, kepala negara ingin pemimpin nasional ke depan dapat mengawal dan melanjutkan kebijakan-kebijakan strategis, seperti pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), serta hilirisasi dan transisi energi bersih.
Selanjutnya, Jokowi juga berharap seluruh peserta Pemilu 2024 dapat berkompetisi secara bebas dan adil.
“Karenanya presiden akan menjaga netralitas TNI, Polri, dan ASN," kata Bey.
Lebih lanjut, kata Bey, presiden ingin pemilih mendapat informasi dan berita yang berkualitas tentang peserta pemilu dan proses pemilu.
Dengan demikian, upaya pencegahan berita bohong/hoaks, dampak negatif artificial intelligence atau kecerdasan buatan, hingga black campaign atau kampanye hitam melalui media sosial dapat maksimal.
"Presiden akan menghormati dan menerima pilihan rakyat. Presiden juga akan membantu transisi kepemimpinan nasional dengan sebaik-baiknya," tutur Bey.
(*/kompas.com)
Artikel tayang di https://nasional.kompas.com/read/2023/05/31/16242551/sentimen-negatif-usai-jokowi-mengaku-cawe-cawe-urusan-pemilu-2024
Presiden Jokowi
Pilpres 2024
Pemilu 2024
Presiden Joko Widodo
Capres 2024
Partai Gerindra
Partai Demokrat
Partai Golkar
pro kontra
Prabowo-Gibran Menang Pilpres 2024, Relawan Rejo Semut Ireng DIY Gelar Grebeng Tumpeng di Kulonprogo |
![]() |
---|
Teka-teki Langkah Mahfud MD setelah Gagal di Pilpres 2024: Kita Lihat Lah Ya |
![]() |
---|
Tentang Kekalahan di MK, Mahfud MD : Dongkol, tapi Harus Move On dan Jangan Ribut Lagi |
![]() |
---|
Timnas AMIN Resmi Dibubarkan, Ini Kata Anies Baswedan |
![]() |
---|
Ketua Dewan Pembina Bappilu Partai Golkar Sebut Partainya Dapat Jatah 5 Menteri |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.