17 Tahun Gempa Jogja

HARI INI 17 Tahun Gempa Jogja: Mengapa Gempa Yogyakarta 2006 Begitu Mematikan?

Hari ini, 17 tahun lalu, pada 27 Mei 2006, gempa dengan kekuatan 5,9 skala Richter atau 6,4 skala magnitudo mengguncang Yogyakarta dan sekitarnya

|
Dinas Perpustakaan dan Arsip DIY
Bangunan kios disebelah utara Pasar Piyungan di Tegal Piyungan, Srimulyo, Piyungan, Bantul sebagian besar rusak parah akibat gempa bumi, tampak sebagian bangunan yang roboh total dan ada sebagian yang bagian atapnya ambruk. Foto diambil sebelah utara jalan, Sabtu (27/5/2006) 

“Kedalamannya hanya 12,5 km di bawah tanah sehingga mengakibatkan efek goncangan cukup besar, mencapai sekitar VI-VII MMI," ungkapnya lagi.

Gayatri menyebutkan kondisi permukaan tanah Yogyakarta juga memengaruhi dampak kerusakan akibat gempa tersebut.

Ia menunjukkan area Yogyakarta ini berada dalam sebuah cekungan yang dibatasi oleh Pegunungan Kulon Progo di sisi barat dan Pegununungan Selatan di sisi timur.

Area ini disebut sebagai Cekungan Yogyakarta.

HANCUR DIGUNCANG GEMPA : Korban gempa memilah material bangunan rumahnya yang hancur akibat di guncang gempa M 5,9 di Jalan Imogiri Timur, Desa Wirokerten, Kecamatan Banguntapan, Bantul, DI Yogyakarta, Senin (5/6/2006). Berdasar data sejarah kegempaan, DI Yogyakarta setidaknya pernah dilanda 12 kali gempa bumi merusak sebelum bencana 2006, yaitu pada tahun 1840 dan 1859 yang diikuti tsunami, 1867, 1875, 1937, 1943, 1957, 1981,  1992, 2001, 2004. (Wawan H Prabowo)
HANCUR DIGUNCANG GEMPA : Korban gempa memilah material bangunan rumahnya yang hancur akibat di guncang gempa M 5,9 di Jalan Imogiri Timur, Desa Wirokerten, Kecamatan Banguntapan, Bantul, DI Yogyakarta, Senin (5/6/2006). Berdasar data sejarah kegempaan, DI Yogyakarta setidaknya pernah dilanda 12 kali gempa bumi merusak sebelum bencana 2006, yaitu pada tahun 1840 dan 1859 yang diikuti tsunami, 1867, 1875, 1937, 1943, 1957, 1981, 1992, 2001, 2004. (Wawan H Prabowo) (Wawan H Prabowo)

Namun, cekungan tersebut, menurut Gayatri, kini telah diisi oleh endapan lepas berupa pasir dan batuan yang berasal dari letusan Gunung Merapi.

Kedalaman sedimen lepas ini kurang lebih 50 meter.

“Ketika gempa terjadi endapan lepas tersebut menyebabkan terjadinya amplifikasi gelombang gempa sehingga menyebabkan permukaan di atasnya mengalami goncangan keras dan hasilnya adalah tingginya kerusakan yang terjadi pada tahun 2006 lalu," paparnya.

Waktu itu tidak ada seorangpun yang menyangka akan terjadi gempa bumi tektonik yang bukan akibat Gunung Merapi dengan kekuatan sebesar itu.

Dia mengatakan, kajian geologis kala itu belum mampu mengidentifikasi keberadaan sesar yang kini disebut sebagai Sesar Opak, sehingga gempa yang terjadi waktu itu tidak terduga.

“Setelah terjadi gempa 2006 itu, para akademisi mulai gencar meneliti kembali kondisi geologis daerah Yogyakarta ini,” beber dia.

Dikatakannya, setelah gempa itu, pencarian literatur kajian lama juga dilakukan yang akhirnya ditemukan bahwa gempa 2006 ini bukanlah gempa pertama yang terjadi di daerah Yogyakarta berdasarkan tulisan dari seorang penelti asal Belanda.

Sudah puluhan kali terjadi gempa dengan skala yang beragam selama kurun 200 tahun di Jawa.

“Salah satunya gempa besar yang terjadi pada tahun 1867 di sepanjang Sesar Opak yang menyebabkan efek goncangan mencapai VIII MMI,” ungkapnya.

Dari kondisi tersebut Gayatri menilai sudah seharusnya Pemda DIY memperkuat diri sebagai area tangguh bencana terutama terkait perancangan bangunan yang tahan gempa.

Hal tersebut mengingat masih aktifnya Sesar Opak serta sesar-sesar lain yang berpotensi menyebabkan gempa.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved