Pakar Listrik ITB Sebut Power Wheeling Jadi Praktik Penting Hadapi Transisi Energi di Indonesia

Power wheeling memungkinkan pemanfaatan sumber energi yang terletak jauh dari pusat konsumsi listrik.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA/Istimewa
Pakar listrik ITB, Nanang Hariyanto (paling) kiri, menyampaikan pemikirannya di seminar transisi energi di FT UGM, Selasa (16/5/2023) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Pembangunan nasional berkelanjutan harus menjamin ketersediaan energi listrik yang cukup, berkualitas dan ekonomis.

Maka, power wheeling bisa menjadi salah satu solusi pemerataan listrik di Indonesia.

“Power wheeling ini adalah istilah yang digunakan dalam kelistrikan untuk menggambarkan pengiriman energi listrik dari satu lokasi ke lokasi lain melalui sistem transmisi yang dimiliki oleh pihak ketiga,” ujar praktisi sekaligus dosen di Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Ir. Nanang Hariyanto, M.T.

Hal tersebut Ia sampaikan dalam seminar transisi energi berkelanjutan di Fakultas Teknik (FT) Universitas Gadjah Mada (UGM) bertajuk ‘Transisi Energi dan Kelistrikan’, Selasa (16/5/2023). 

Dia menjelaskan, praktik power wheeling ini biasanya dilakukan ketika pemilik sumber energi listrik, seperti pembangkit listrik independen atau produsen energi terbarukan, ingin mengirimkan energi yang dihasilkan ke lokasi yang berbeda dengan menggunakan infrastruktur transmisi yang dimiliki oleh perusahaan listrik.

Dalam skenario power wheeling, kata dia, pemilik sumber daya energi, misalnya, pembangkit listrik tenaga surya atau tenaga angin dan perusahaan listrik yang memiliki jaringan transmisi terhubung melalui perjanjian atau kontrak yang memungkinkan pemilik sumber daya untuk mengirimkan energi listrik yang dihasilkan ke jaringan transmisi perusahaan listrik tersebut.

“Energi listrik tersebut kemudian dapat digunakan oleh konsumen atau dijual ke pasar energi listrik,” tuturnya.

Dikatakan Nanang, power wheeling memungkinkan pemanfaatan sumber energi yang terletak jauh dari pusat konsumsi listrik.

Beberapa daerah yang termasuk diantaranya adalah pedesaan terpencil dan pelosok.

Pengiriman listrik ke sana pun memerlukan biaya tinggi.

“Ini juga memberikan kesempatan bagi produsen energi terbarukan untuk mengintegrasikan produksi energi mereka ke dalam jaringan transmisi yang sudah ada tanpa perlu membangun infrastruktur transmisi sendiri,” jelasnya.

Power wheeling menjadi penting dalam menghadapi transisi energi.

Dengan power wheeling, dilanjutnya, memungkinkan pengiriman energi dari sumber-sumber energi terbarukan yang terletak di daerah terpencil atau jauh dari pusat beban ke daerah yang membutuhkan energi tersebut dengan memanfaatkan infrastruktur transmisi yang sudah ada.

Dengan demikian, ini dapat membantu meningkatkan penetrasi energi terbarukan dalam grid listrik secara efisien.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved