Sumbu Filosofi Yogyakarta

Sejarah Masjid Pathok Negoro Mlangi, Pembatas Daerah di Bagian Barat Kini Jadi Tempat Wisata Religi

Masjid Pathok Negoro Mlangi menjadi bangunan pertama yang didirikan sebagai batas wilayah pemerintahan. 
Masjid ini didirikan dan dikelola oleh BPH.

Tribun Jogja/ Siti Umaiyah
Sejarah Masjid Pathok Negoro Mlangi, Pembatas Daerah di Bagian Barat Kini Jadi Tempat Wisata Religi 

TRIBUNJOGJA.COM - Tribunners, adakah dari kalian yang tahu tentang Sumbu Filosofi Yogyakarta?

Sumbu Filosofi Yogyakarta tidak hanya sekadar garis imajiner yang menghubungkan Gunung Merapi di utara dengan Pantai Parangtritis di selatan yang melewati Kraton Yogyakarta.

Sumbu tersebut juga menjadi acuan tata kota dari wilayah yang dilewatinya.

Makna Sumbu Filosofi Yogyakarta sendiri dapat diartikan sebagai simbol dari keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhannya (Hablum minallah), manusia dengan manusia (Hablum minannas), dan manusia dengan alam.

Maka, salah satu bangunan yang menyelaraskan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan Masjid Pathok Negoro.

Masjid ini didirikan di empat mata angin, yakni Masjid Plosokuning di utara, Masjid Mlangi di barat, Masjid Dongkelan di Selatan dan Masjid Babadan di Timur.

Lantas, apa itu Masjid Mlangi di Barat?

Masjid Pathok Negoro Mlangi
Masjid Pathok Negoro Mlangi (jogjacagar.jogjaprov)

Masjid Pathok Negoro Mlangi menjadi bangunan pertama yang didirikan sebagai batas wilayah pemerintahan.

Masjid Pathok Negoro Mlangi terletak di Dusun Mlangi, Kelurahan Nogotirto, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Masjid lebih dikenal dengan sebutan Masjid Jami Mlangi.


Masjid ini didirikan dan dikelola oleh BPH. Sandiyo, atau lebih dikenal sebagai Kyai Nur Iman. Beliau adalah saudara Sri Sultan Hamengku Buwono I, merupakan putra dari Raja Mataram, Susuhunan Amangkurat IV.

Baca juga: Sejarah Masjid Pathok Negoro Dongkelan, Tempat Ibadah sekaligus Benteng Pertahanan

Masjid Mlangi berdiri seiring dengan lahirnya daerah Mlangi, berkat hadiah tanah perdikan dari Sri Sultan Hamengku Buwono I kepada Kyai Nur Iman pada tahun 1758.

Dikutip Tribunjogja.com dari laman Wisata Budayaku SV UGM yang ditulis oleh Burhanuddin Rachmat Chandra, keberadaan Masjid Pathok Negoro Mlangi ini merupakan lingkungan di mana semua penduduknya memeluk Agama Islam.

Sekitar tahun 1960-an hingga 1980-an, di Mlangi ada peraturan dalam pernikahan, yaitu harus menikah dengan saudara jauh yang berdomisili di Mlang.

Hal ini agar masyarakat Mlangi semuanya rata beragama Islam.

Di sekitar masjid juga terdapat banyak Pondok Pesantren, bahkan setiap padukuhan memiliki lebih dari satu pondok pesantren. Walaupun begitu, kedamaian tetap terjaga di Mlangi.

Setiap setelah maghrib, semua masyarakat Mlangi masuk ke dalam rumah (tidak keluar) hingga tiba waktu Isya’. Tradisi setelah Maghrib ini masih bertahan hingga kini.

Kawasan masjid ini masuk ke dalam desa wisata Mlangi. Area masjid ini menempati tanah seluas 1000 meter persegidari Kasultanan Yogyakarta. Bangunannya pun terbagi menjadi beberapa ruangan.

Ruangan utamanya seluas 20 x 20 meter persegi, serambi masjid 12 x20 meter, ruang perpustakaan 7 x 7 meter persegi.

Luas halaman masjid ini sendiri adalah 500 meter persegi.

Masjid ini berada di tanah yang lebih rendah adri tanah lainnya oleh akrena itu ada beberapa anak tangga yang dapat digunaakan untuk menuju ke lokasi.

Pada awal berdirinya, masjid ini memiliki 16 tiang utama dari kayu jati.

Masjid Pathok Negoro Mlangi
Masjid Pathok Negoro Mlangi (jogjacagar.jogjaprov)

Terdiri dari 4 saka guru dan 12 saka penanggep.

Baca juga: Sejarah Masjid Pathok Negoro Plosokuning, 80 Persen Bangunan Asli Sejak Tiga Abad Lalu

Namun, seiring kebutuhan masyarakat sekitar, bangunan ini mengalami perubahan besar-besaran pada tahun 1985.

Masjid dibuat bertingkat dengan pilar-pilar beton, hanya bentuk asli masjid ini yang dipertahankan dengan cara diangkat ke lantai atas.

Salah satu bagian masjid yang tidak berubah adalah mustaka, atau mahkota masjid.

Nama Mlangi dapat berarti ‘mulangi’ yang berarti mengajar (mulang: mengajar).

Nama tersebut diambil karena cita-cita Kyai Nur Iman untuk mengembangkan ajaran Islam sejak masih muda.

Dalam sejarahnya, Kyai Nur Iman sama sekali tidak menginginkan tahta sebagai raja di Keraton Yogyakarta.

Keteguhan hatinya untuk tetap mengabdi kepada agama, membuatnya memilih untuk mengabdikan dirinya di luar keraton.

Namun, pada masa pemerintahan Hamengku Buwono II bangunan Masjid di pindah sedikit ke timur bangunan lama.

Pada saat itu masjid Pathok Negoro Mlangi di bangun sama dengan ketiga masjid Pathok Negoro lainnya.

Bangunannya mengikuti gaya arsitektur Jawa dengan penyangga-penyangga kayu dan beratap tumpang.

Di bagian depan, sisi depan, kanan dan kiri masjid terdapat blumbang sebagai tempat membersihkan kaki jamaah sebelum memasuki masjid dan terdapat pohon sawo kecik di halaman masjid.

Saat ini bangunan masjid tersebut telah berubah.

Semua komponen bangunan tersebut merupakan material baru.

Baca juga: Sejarah Tugu Pal Putih Jadi Sumbu Filosofi Yogyakarta, Simbol Pengayoman Sultan Kepada Rakyatnya

Renovasi di Tahun 2012

Masjid Pathok Negoro Mlangi
Masjid Pathok Negoro Mlangi (jogjacagar.jogjaprov)

Diketahui, bangunan Masjid yang saat ini berdiri merupakan hasil renovasi tahun 2012.

Renovasi dilakukan oleh Pemerintah untuk mengembalikan bentuk asli masjid Pathok Negoro Mlangi.

Renovasi pada tahun 2012 dimulai dengan pemugaran atap utama masjid dengan pilar-pilar beton yang menopang atap.

Dinding yang mengitari ruang utama masjid tetap dipertahankan.

Kemudian melakukan pemilihan konstruksi-konstruksi bangunan masjid seperti tiang, kayu dan genteng.

Renovasi Masjid Pathok Negoro Mlangi pada tahun 2012 dilakukan dengan tiga tahap, yaitu tahap satu bagian utama masjid, tahap kedua bagian serambi masjid, dan tahap ketiga bagian luar masjid.

Tahap pertama dimulai pada bulan Juni tahun 2012, atap masjid yang semula ditinggikan kemudian diturunkan. Penyangga atap yang terbuat dari beton semua dihancurkan.

Hanya dinding yang mengitari ruang utama masjid yang masih dipertahankan.

Konstruksi dinding yang dipertahankan hanya batu bata, sedangkan lapisan semen yang melapisi batu bata dihancurkan dan diganti dengan adonan semen yang baru.

Selain itu, jendeladan pintu yang terdapat pada ruang utama masjid diganti dengan kayu. Sebelum empat saka guru didirikan, terlebih dahulu atap serambi masjid dihancurkan.

Hal itu dilakukan untuk mempermudah pemasangan atap utama masjid.

Setelah dinding selesai diperbaiki, pada bulan Oktober 2012 empat saka guru utama yang terdapat diruang utama masjid mulai didirikan.

Setelah ruang utama masjid terselesaikan, dilanjutkan pada tahap kedua yaitu bagian serambi masjid.

Pada tahap kedua, terlebih dahulu renovasi dilakukan dengan merobohkan seluruh konstruksi serambi masjid. Kemudian di tahap ketiga renovasi pada halaman masjid, yang terdiri dari kolam dan bangsal.

Pembanguan pun tak berhenti di situ, selanjutnya pemugaran dilakukan dengan membenahi bangsal di bagian depan masjid.

Bangsal dibangun di sisi kanan dan kiri halaman masjid.

Bangsal ini dibangun layaknya bangunan pendopo pada umumnya, hanya saja bangsal tersebut tidak dikelilingi oleh dinding melainkan dikelilingi dengan pagar kayu yang tingginya hampir mencapai satu meter.

Posisi Masjid Pathok Negoro Mlangi ini sedikit turun ke bawah.

Sebelum memasuki Masjid Pathok Negoro Mlangi, pengunjung akan disugguhi gapura berwarna hijau yang bertuliskan NU.

Penanda gapura ini menunjukkan bahwa Masjid Pathok Negoro Mlangi menandakan hampir seluruh jemaatnya berlandaskan ajaran Islam yang disebarkan oleh Nahdhatul Ulama.

Di perjalanan berikutnya, pengunjung akan melihat jalan yang sudah di cor dan membawa langkah menuju masjid.

Sebagai informasi, tepat barat jalanan cor tersebut, terdapat makam.

Tak hanya memiliki sejarah yang menarik, Masjid Pathok Negoro Mlangi mempunyai keunikan yang sama dengan Masjid Pathok Negoro lainnya yakni memiliki empat buah saka guru (tiang utama) yang terbuat dari kayu pada bagian utama masjid, terdapat parit keliling (jagang), dan bangunan masjid beratap tumpang.

( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )

 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved