Mbah Maridjan Putri Meninggal
KISAH Cinta Mbah Maridjan dan Ponirah, Cinta Sejati di Gunung Merapi
Kisah cinta Ponirah dan Mbah Maridjan memang tidak banyak diekspos oleh media. Ponirah dikenal sebagai pendamping sang juru kunci Gunung Merapi
Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Bunga Kartikasari
Meninggalnya sang suami memang mengguncang jiwa Ponirah.
Akan tetapi, dia masih merasa terenyuh ketika pelayat terus hadir menyempatkan untuk mendoakan Mbah Maridjan menuju tempat keabadian.
“Aku trenyuh banget, sik melu layat okeh banget koyo ngene. Aku matur nuwun karo wong kabeh, isih podo ngajeni Mbah Kakung tekan saiki. Tak tangisi koyo ngopo yo wi ra bakal bali meneh. Ming iso ngeculke Simbah ben lurus lampahe ning kono,” catat peneliti.
Artinya, Ponirah merasa terharu dengan pelayat yang banyak.
Ia mengucapkan terimakasih kepada mereka semua yang masih menghormati Mbah Maridjan hingga akhir hayatnya.
Ponirah enggan menangisi kepergian sang suami lantaran tahu dia tidak akan kembali.
Dia hanya bisa melepaskannya agar langkah Mbah Maridjan bisa lurus di alam keabadian.
Merapi yang Selalu Menghidupi

Mengutip artikel Kompas.com pada 24 Februari 2012 berjudul Merapi yang Selalu Menghidupi, kisah kematian Mbah Maridjan justru menjadi salah satu daya tarik wisatawan untuk datang.
Persis di depan bekas rumah juru kunci itu, warung makan dan kios cendera mata yang menjual kaus, mug, dan pernak-pernik diserbu pelancong.
Kebanyakan cendera mata itu menggunakan Mbah Maridjan dan Merapi sebagai ikon.
Ponirah dan Asih mengelola warung itu.
”Barang ini titipan banyak orang. Ada yang buatan warga Kinahrejo, ada pula yang titipan pedagang dari luar. Wisata di Kinahrejo selalu ramai, apalagi hari Minggu,” kata Ponirah tersenyum.
Sebelum letusan Merapi pada 2006, Kinahrejo adalah dusun kecil di kaki Merapi yang hanya dikenali komunitas pendaki gunung.
”Dulu yang datang ke Kinahrejo, ya, orang yang mau mendaki Gunung Merapi,” ujar Ponirah.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.