Berita Jogja Hari Ini
Konsumen Produk Tembakau di Jogja Protes, Sebut Revisi Regulasi Sarat Diskriminasi
Komisioner Ombudsman DIY, Agung Sedayu, yang didapuk sebagai salah satu narsumber, mengatakan, bahwa praktik diskriminasi terhadap konsumen produk
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Masifnya upaya pemerintah dalam merevisi regulasi pertembakauan dianggap semakin melindas hak-hak konsumen.
Fenomena itu, terbuka secara gamblang dalam Focus Group Discussion Wacana Revisi Regulasi: Praktik Diskriminasi Terhadap Perlindungan Hak Konsumen Produk Tembakau, di Kota Yogyakarta, Kamis (6/4/2023) petang.
Komisioner Ombudsman DIY, Agung Sedayu, yang didapuk sebagai salah satu narsumber, mengatakan, bahwa praktik diskriminasi terhadap konsumen produk tembakau terjadi di ragam tempat.
Baca juga: Kronologi Dua Bocah di Blora Terseret Banjir, Awalnya Main di Bendungan Saat Hujan Lebat
Mulai dari tempat kerja, lingkup sosial, kesehatan, asuransi, pendidikan, hingga pembatasan akses atas hak partisipasi dalam proses realisasi kebijakan oleh pemerintah.
"Praktik diskriminasi hak advokasi dialami konsumen produk tembakau juga. Contoh nyatanya itu seperti pembatasan kebebasan berekspresi tentang produk tembakau, hingga pemangkasan anggaran serta dukungan untuk lembaga advokasi konsumen produk tembakau," katanya, di sela FGD tersebut
Praktik diskriminasi semacam itu, ungkap Agung, jelas menghambat konsumen dalam memperoleh onformasi dan dukungan terkait kesehatan dan kesejahteraan.
Terlebih, diskriminasi hak edukasi juga dialami para konsumen produk tembakau, di mana mana ada pemberian informasi yang cenderung tidak lengkap, bahkan salah, mengenai produk tembakau.
"Seharusnya pemerintah memberikan dukungan dan fasilitas yang memadahi untuk mengedukasi konsumen tentang produk tembakau. Bukannya melarang atau membatasi yang berujung menghambat konsumen dalam membuat keputusan," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Pakta Konsumen, Ary Fatanen, yang menginisiasi FGD ini, menegaskan, konsumen bisa dibiilang hanya dianggap sebagai objek.
Padahal dengan kontribusi dan sumbangsihnya terhadap cukai rokok, hak-hak konstitusional para konsumen produk tembakau pun jelas tidak boleh diabaikan.
"Sejak dirilisnya Keppres No 25 Tahun 2022 pada Desember tahun lalu dan viralnya rencana larangan total penjualan rokok batangan, itu semakin nyata ada praktik-praktik diskriminasi, sekaligus pengabaian hak-hak ekonomi masyarakat," cetusnya.
"Di tambah lagi, dorongan revisi PP No 109 Tahun 2012, di sana ada 7 poin materi yang mayoritas adalah pelarangan total iklan, promosi dan sponsorship, yang lagi-lagi menindas hak informasi dan hak edukasi konsumen produk tembakau," imbuh Ary.
Sejatinya ia menuturkan, bahwa konsumen siap berperan aktif untuk sosialisasi dan dirangkul dalam upaya dan program pemerintah dalam menurunkan prevalensi perokok anak.
Akan tetapi, regulator dan stakeholder cenderung abai dan enggan melibatkan konsumen, di mana segala bentuk aspirasi dari pengguna produk tembakau tak didengar.
"Padahal merokok adalah hak asasi manusia bagi mereka yang sudah dewasa. Jelas, regulasi eksesif yang saat ini ada, menjadi bukti bentuk pelanggaran keadilan dan tidak berlakunya sistem demokrasi, karena perokok seperti hanya dijadikan sebagai objek," tutupnya. (aka)
Cara Lapor Jika Terjadi Kekerasan Anak dan Perempuan di Yogyakarta, Gratis Bebas Pulsa |
![]() |
---|
Kronologi Kasus Dugaan Monopoli BBM oleh Oknum Polairud di Pantai Sadeng Gunungkidul |
![]() |
---|
Mengenal Class Action, Cara Menuntut Pemerintah karena Kasus Keracunan MBG |
![]() |
---|
Komentar Sri Sultan HB X soal Keracunan MBG di Jogja dan Sanksi untuk SPPG Menurut Undang-Undang |
![]() |
---|
Kronologi Wisatawan asal Jakarta Hilang di Pantai Siung, Jenazah Ditemukan di Pantai Krakal |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.