Berita Jogja Hari Ini

Wacana Bus Pariwisata Dilarang Masuk Kota Yogyakarta, PHRI DIY Khawatir Wisatawan Pindah ke Solo

Wacana pemerintah DIY melarang bus pariwisata masuk ke pusat Kota Yogyakarta menuai kritikan dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY.

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Wacana pemerintah DIY melarang bus pariwisata masuk ke pusat Kota Yogyakarta menuai kritikan dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia ( PHRI ) DIY.

Menurut PHRI DIY wacana tersebut perlu dikaji ulang sebab ada sejumlah dampak buruk yang dapat berimbas pada dunia pariwisata.

Ketua PHRI DIY Deddy Pranawa Eryana mengatakan secara resmi PHRI DIY belum diajak berdiskusi terkait wacana tersebut.

Kendati demikian pihaknya memberi sejumlah masukan sebelum wacana itu benar-benar terealisasikan.

Masukan yang disampaikan ketua PHRI DIY ini di antaranya, sarana dan prasarana serta infrastruktur pendukung betul-betul harus disiapkan.

Baca juga: Dishub DIY Kaji Kebijakan Pelarangan Bus Pariwisata Masuk Kota Yogyakarta

Dalam wacana itu memang pemerintah DIY berupaya menyiapkan terminal transit bagi bus-bus pariwisata yakni di Terminal Giwangan, Tempat Parkir Bandara Internasional Adisutjipto, dan Terminal Jombor.

Setelah bus pariwisata transit ditiga tempat itu, para wisatawan akan diangkut menggunakan shuttle bus jika wisatawan transit di terminal, sedangkan untuk yang berhenti di parkir Bandara Internasional Adisutjipto, wisatawan akan melanjutkan perjalanan dengan kereta rel listrik (KRL).

"Tapi coba bayangkan ada setiap hotel atau restoran yang ada di dalam ring road yang mungkin rata-rata ya 2-20 bus lah, apakah shuttle itu bisa dipenuhi oleh pemerintah daerah. Hal kedua kami juga tidak menghendaki dengan adanya shuttle itu menjadi tambahan beban dari hotel maupun restoran dan para tamu," jelas Deddy, Minggu (19/3/2023).

"Karena itu nanti ya kami akan semakin tersingkirkan dengan Solo, peluang itu akan diambil oleh daerah terdekat seperti Solo. Ini harus kita waspadai bersama," sambungnya.

Dia menuturkan, upaya lain untuk mengurai kemacetan di Kota Yogyakarta semestinya dapat dibicarakan.

Ia meminta pemerintah DIY tidak terlalu buru-buru dalam memberlakukan wacana tersebut.

"Kalau kami mempunyai masukan, kalau itu alasannya untuk mengurangi kepadatan lalu lintas, kami minta kepadatan lalu lintas itu di daerah mana, kan yang kami lihat di daerah kota. Misalnya di jalan selatan jokteng barat timur enggak boleh, lalu dari sisi utara mungkin pingit itu perempatan, atau di perempatan tugu, di barat ngabean, kemudian di timur itu jalan solo," Tuturnya.

Dengan cara pemetaan titik-titik rawan kemacetan tersebut, pemerintah setempat tidak lantas asal memberikan bus shuttle melainkan berdasarkan data di lapangan.

Baca juga: Terminal Giwangan Bakal Dilengkapi Tempat Parkir Bus Pariwisata

"Karena itu kan juga mengurangi beban pemerintah untuk shuttlenya. Tapi kalau di luar ring road, itu nanti juga beban pemerintah untuk menyediakan shuttlenya akan lebih banyak. Ini harus dipikirkan betul bersama-sama. Solusi itu jangan sampai menjadi boomerang," terang dia.

Deddy menyebut sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota/Kabupaten dari pariwisata salah satunya selain pendidikan. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved