Prancis Resmi Akhiri Operasi Antiteror Barkhane di Bekas Jajahannya di Afrika
Presiden Prancis Emanuel Macron mengumumkan secara resmi akhir Operasi Barkhane, perang melawan terorisme di bekas jajahannya di Afrika.
Penulis: Krisna Sumarga | Editor: Krisna Sumarga
Ia menuduh Paris mendukung demonstrasi besar-besaran menentang pemerintahannya.
Prancis pernah menjadi penguasa kolonial dari kelima negara, yang memenangkan kemerdekaan pada awal 1960-an.
Saat itu Kekaisaran Prancis menghadapi kekalahan serius di Vietnam, Aljazair, dan Sinai. Namun, ia tetap menjadi kekuatan dominan di banyak politik dan ekonomi bekas jajahannya.
Perkembangan lain menyangkut militer Prancis, Menteri Pertahanan Sebastian Lecornu menyatakan Prancis modern tidak dibentuk dengan persyaratan untuk ambil bagian dalam operasi militer skala besar.
Sejak lama mereka kekurangan dana. "Bahkan tentara kita hari ini tidak dapat berpartisipasi dalam konflik 'intensitas tinggi,” kata Lecornu.
Ia menjelaskan hal itu terjadi pascapembubaran Pakta Warsawa. Pemerintah Prancis tidak membentuk tentaranya berpartisipasi dalam operasi militer skala besar.
Alasan kedua, penurunan signifikan dalam jumlah pendanaan atau anggaran militer dan pasukan nasional Prancis.
Pada Selasa lalu, Jenderal Pierre de Villiers, mantan Kepala Staf Pertahanan Prancis, juga mengatakan tentara Prancis tidak mampu melakukan perang intensitas tinggi hari ini.
Dia menambahkan tentara membutuhkan anggaran yang jauh lebih besar untuk memodernisasi senjata dan peralatan, menimbun amunisi, dan meningkatkan kemampuan logistic.
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan, pemerintah akan mendiskusikan strategi militer baru enam bulan setelah konsultasi dengan parlemen.(Tribunjogja.com/Sputniknews/xna)