Berita Jogja Hari Ini
Buruh Gendong Pasar Beringharjo Meriahkan Festival Sastra Jawa Melalui Pembacaan Puisi
Sebanyak 10 orang yang memiliki profesi sebagai buruh gendong di Pasar Beringharjo telah berpartisipasi secara serentak memeriahkan Festival Sastra
Penulis: Neti Istimewa Rukmana | Editor: Kurniatul Hidayah
Yetti Martanti mengatakan, Festival Sastra Jawa yang bertemakan Sastra Sri memiliki arti sastra dan perempuan.
"Jadi kami memang melibatkan semua perempuan-perempuan dari banyak profesi. Salah satunya kami melibatkan buruh gendong yang menjadi pilihan profesi," tutur Yetti.
Menurutnya keterlibatan Sastra Jawa dengan buruh gendong dapat diekplorasi dari segi aktivitas sehari-hari, berupa inspirasi kehidupan, perilaku, interakasi sosial dan sebagainya.
Tambahnya, media yang cenderung dapat ditangkap oleh masyarakat umum ilah nilai budaya.
Sehingga, Festival Sastra Jjawa yang mana terdapat pembacaan pusisi dari buruh gendong itu menjadi bagian representasi budaya jawa.
Perempuan pertama yang menjabat sebagai Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta itu, turut mengajak para perempuan lain di berbagai wilayah termasuk Kota Yogyakarta untuk bisa menghargai diri sendiri dan mencintai diri sendiri.
"Kemudian bagaimana kita memiliki peluang dan media yang sangat luas untuk bisa berkreasi atau beraktivitas tanpa harus melihat laki-laki dan perempuan. Karena kita itu sama," ujarnya.
Maksudnya, pada era saat ini sebaiknya tidak usah diperdebatkan lagi permasalahan mengenai profesi ranah laki-laki atau perempuan.
Baca juga: OPD di Pemkot Yogyakarta Didorong Perkuat Manajemen Risiko untuk Dongkrak Kualitas dan Produktifitas
"Bagaimana kita (laki-laki dan perempuan) itu, berkreasi bersama, berakarya bersama, bahwa ini adalah dunia kita bersama," jelas Yetti.
Kalau kemudian terdapat berbagai hambatan dalam tantangan profesi, dia menyarankan kepada setiap orang untuk terus membuka segala mindset atau pola pikir saat mengatasi permasalahan tersebut.
"Mindset itu yang kemudian harus kita buka. Midnset itu kan munculnya dari beberapa hal. Misalnya stereotip kemudian juga nilai-nilai yang aktualisasinya salah," pungkasnya. (Nei)