Berita Jogja Hari Ini
Buruh Gendong Pasar Beringharjo Meriahkan Festival Sastra Jawa Melalui Pembacaan Puisi
Sebanyak 10 orang yang memiliki profesi sebagai buruh gendong di Pasar Beringharjo telah berpartisipasi secara serentak memeriahkan Festival Sastra
Penulis: Neti Istimewa Rukmana | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sebanyak 10 orang yang memiliki profesi sebagai buruh gendong di Pasar Beringharjo telah berpartisipasi secara serentak memeriahkan Festival Sastra Jawa melalui pementasan pembacaan puisi berjudul Wanita Jawa karya Fitri Merawati di Pasar Beringharjo bagian timur, Rabu (9/11/2022).
Puisi itu mengulik tentang sisi lain dari penampilan wanita jawa yang anggun namun bisa menjadi wanita kuat dan siap menghadapi marabahaya.
Sehingga, walau wanita jawa itu terlihat anggun, namun keanggunan itu jangan dinilai rendah.
Baca juga: Atap Sekolah di Gunungkidul Ambruk, Pakar UGM: Prosedur Pembangunan Standar Libatkan 3 Komponen
Satu di antara peserta yang turut berpartisipasi dalam menyuguhkan puisi tersebut ialah Jumini (57).
Di mana beliau telah berpuluh-puluh tahun berkerja sebagai buruh gendong di Pasar Beringharjo.
Selema hidupnya, Jumini mengaku, penampilan pembacaan puisi itu menjadi yang pertama kali kalinya.
Ia pun mengaku sempat memiliki rasa gerogi sebelum melaksanakan pementasan tersebut.
"Sebelum tampil itu deg-degan. (Saya kepikiran) bagaimana nanti kalau saya keliru. Tapi, setelah saya di pangung deg-degannya sudah hilang," tutur perempuan asal Kabupaten Kulon Progo kepada awak media.
Sebelum mengikuti pentas pembacaan puisi itu, ia bersama rekan-rekannya telah melakukan latihan pembacaan puisi sebanyak dua kali atau berlangsung pada 5 dan 7 November 2022 setiap pukul 10.00-11.30 WIB.
Walau hampir memasuki kategori lanjut usia, tetapi Jumini tidak memiliki kendala dalam mengekpresikan syair-syair dari puisi tersebut.
Hanya saja, keterbatasan jarak pengelihatannya terhadap tulisan kecil membuatnya sedikit kesulitan untuk melihat huruf atau tulisan.
Sehingga, syair-syair yang terkandung di dalam puisi itu, harus ditulis dengan ukuran huruf atau font yang cukup besar.
Dia turut mengucapkan rasa terima kasih kepada Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta yang telah mengenali sastra jawa dari seni puisi.
"Terima kasih atas terselenggaranya Festival Sastra Jawa. Habis ini, saya akan tetap baca puisi kalau diminta baca puisi lagi di depan umum. Tapi, kalau lagi enggak diminta untuk baca puisi ya saya tetap kerja jadi buruh gendong," candanya.
Dalam acara tersebut terdapat talkshow dengan tiga narasumber yakni Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta, Yetti Martanti, Penulis asal Indonesia sekaligus Penulis Gadis Kretek, Ratih Kumala dan Penulis Cerpen asal Indonesia, Ramayda Akmal.
Yetti Martanti mengatakan, Festival Sastra Jawa yang bertemakan Sastra Sri memiliki arti sastra dan perempuan.
"Jadi kami memang melibatkan semua perempuan-perempuan dari banyak profesi. Salah satunya kami melibatkan buruh gendong yang menjadi pilihan profesi," tutur Yetti.
Menurutnya keterlibatan Sastra Jawa dengan buruh gendong dapat diekplorasi dari segi aktivitas sehari-hari, berupa inspirasi kehidupan, perilaku, interakasi sosial dan sebagainya.
Tambahnya, media yang cenderung dapat ditangkap oleh masyarakat umum ilah nilai budaya.
Sehingga, Festival Sastra Jjawa yang mana terdapat pembacaan pusisi dari buruh gendong itu menjadi bagian representasi budaya jawa.
Perempuan pertama yang menjabat sebagai Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta itu, turut mengajak para perempuan lain di berbagai wilayah termasuk Kota Yogyakarta untuk bisa menghargai diri sendiri dan mencintai diri sendiri.
"Kemudian bagaimana kita memiliki peluang dan media yang sangat luas untuk bisa berkreasi atau beraktivitas tanpa harus melihat laki-laki dan perempuan. Karena kita itu sama," ujarnya.
Maksudnya, pada era saat ini sebaiknya tidak usah diperdebatkan lagi permasalahan mengenai profesi ranah laki-laki atau perempuan.
Baca juga: OPD di Pemkot Yogyakarta Didorong Perkuat Manajemen Risiko untuk Dongkrak Kualitas dan Produktifitas
"Bagaimana kita (laki-laki dan perempuan) itu, berkreasi bersama, berakarya bersama, bahwa ini adalah dunia kita bersama," jelas Yetti.
Kalau kemudian terdapat berbagai hambatan dalam tantangan profesi, dia menyarankan kepada setiap orang untuk terus membuka segala mindset atau pola pikir saat mengatasi permasalahan tersebut.
"Mindset itu yang kemudian harus kita buka. Midnset itu kan munculnya dari beberapa hal. Misalnya stereotip kemudian juga nilai-nilai yang aktualisasinya salah," pungkasnya. (Nei)