Pakar Ekonomi: Tak Hanya BLT, Alih Subsidi BBM Perlu Dialokasikan untuk Pendidikan
Dr. Y. Sri Susilo, SE, M.Si, Dosen Prodi Ekonomi Pembangunan FBE Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), menjelaskan, sebenarnya harga BBM
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) menuai kontroversi di kalangan masyarakat.
Adapun kenaikan harga termaksud Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 ribu per liter.
Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter.
Selanjutnya, Pertamax nonsubsidi dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter.
Menanggapi hal tersebut, Dr. Y. Sri Susilo, SE, M.Si, Dosen Prodi Ekonomi Pembangunan FBE Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), menjelaskan, sebenarnya harga BBM yang ditetapkan per 3 September 2022 masih di bawah harga keekonomian.
Baca juga: Wakil Kepala BKN RI Berkunjung ke DIY Jelaskan Soal Nasib Honorer, Begini Tanggapan Sri Sultan HB X
“Ya, harga Pertalite seharusnya sebesar Rp 14.450 per liter dan harga keekonomian Solar Rp 13.950 per liter, menurut data Kemenkeu RI tahun 2022. Hal ini berarti pemerintah masih memberikan subsidi untuk Pertalite dan Solar. Pemilik mobil dan motor masih bisa menikmati subsidi,” jelasnya kepada Tribun Jogja, Selasa (6/9/2022).
Meski demikian, pengurangan subsidi itu bakal berdampak bagi para konsumen Pertalite dan Solar.
Otomatis, pemilik kendaraan harus mengeluarkan anggaran yang lebih besar untuk membeli BBM bersubsidi.
“Tentu, ini bakal terjadi efek domino, kenaikan biaya transportasi dan logistik. Ujungnya akan mendorong kenaikan harga-harga barang secara umum,” ucapnya.
Mengutip prediksi Core Indonesia 2022, kenaikan harga BBM 10 persen akan berkontribusi pada inflasi sebesar 1,2 persen.
Hal ini berarti, dengan kenaikan harga sekitar 30 persen maka akan mendorong inflasi sekitar 3,5 persen.
“Pun prediksi inflasi menyentuh angka 7-9 persen yoy. Maka, pemerintah perlu menekan inflasi menjadi sekitar 5-6 persen saja yoy,” paparnya.
Dia cukup yakin, kenaikan harga BBM subsidi mendorong laju inflasi yang berujung pada tergerusnya daya beli masyarakat.
Hal tersebut, dijelaskannya, tidak dapat dihindari karena setiap kenaikan harga jika pendapatan tetap maka daya beli atau kemampuan masyarakat untuk membeli barang atau jasa juga berkurang.