Konflik China Taiwan

Kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan Ulang Krisis Politik Militer 1995

Krisis politik militer Selat Taiwan terjadi Juni 1995 saat Presiden Taiwan Lee Teng-hui terbang ke AS. China menggelar latihan penembakan rudal.

Penulis: Krisna Sumarga | Editor: Krisna Sumarga
eng.chinamil.com.cn/ Foto oleh Wang Yi
ILUSTRASI. Jet tempur J-16 dari Brigade Penerbangan Angkatan Udara di bawah Komando Timur PLA China lepas landas untuk latihan pertempuran udara pada 21 Februari 2021. 

TRIBUNJOGJA.COM, MOSKOW – Kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan Selasa dan Rabu (2-3/8/2022) memantik krisis politik dan militer sama persis seperti pernah terjadi pada 1995.

Kala itu pada 9-10 Juni 1995, Presiden Taiwan Lee Teng-hui terbang ke AS untuk memberikan pidato pembukaan di almamaternya, Cornell University, di bagian utara New York.

Visa Lee telah ditolak setahun sebelumnya, tetapi keluhan Taipei dan Kongres AS meyakinkan Departemen Luar Negeri AS untuk memberikan visa kunjungan ke Lee.

Peristiwa itu memicu kemarahan China, yang kemudian menggelar latihan perang serta penembakan roket dan rudal di sekitar Taiwan.

Baca juga: Analis Politik Prediksi Kunjungan Pelosi ke Taiwan Takkan Picu Perang

Baca juga: Ini Perkiraan Skenario China Jika Ketua DPR AS Nancy Pelosi Nekat Datang ke Taiwan

Baca juga: Media China Tunjukkan Kemarahan Susul Kehadiran Nancy Pelosi di Taiwan

Pada Selasa malam, Nancy Pelosi mendarat di Taipei, mengabaikan peringatan Beijing, Gedung Putih, dan Pentagon.

Sekarang Tiongkok menggelar latihan militer di setiap sisi Taiwan dan juga melakukan penembakan rudal non-nuklir bersamaan kedatangan Pelosi.

Begitu tiba di Taipei, Pelosi menyatakan mereka tidak dapat berdiam diri ketika Partai Komunis Tiongkok terus mengancam Taiwan dan demokrasi.

Pelosi memuji demokrasi Taiwan dan masyarakatnya yang bebas. Rabu pagi ia berpidato di parlemen Taiwan sebelum bertemu Presiden Taiwan Tsai Ing-wen.

China mengklaim pulau di lepas pantai daratan China sebagai bagian provinsi China yang memberontak.

Pada 1979, AS mengakui posisi Beijing, dan kemudian berjanji untuk perlahan-lahan mengurangi dukungannya untuk kemerdekaan Taipei.

AS menyatakan komitmen pada prinsip "Satu China" membentuk landasan hubungan AS-China selama bertahun-tahun.

Pelanggaran Prinsip Satu China

Beijing kini menganggap perjalanan Pelosi sebagai pelanggaran nyata politik Amerika terhadap prinsip itu.

Setelah 26 krisis Taiwan berlalu,kali ini China dan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) jauh lebih siap menghadapi provokasi Washington.

Ketika Lee Teng-hui terbang dan diterima di AS, media China mencapnya sebagai “pengkhianat” yang ingin memecah China.

Dalam pidatonya di Cornell, Lee berulang kali menggunakan frasa “Republik China di Taiwan,” yang ia sebut sebagai negara saya.

Formula ini membuat marah Beijing, yang menganggapnya sebagai tantangan terhadap konsensus "Satu China" yang waktu itu baru saja disepakati Beijing dan Taipei pada 1992.

Percikan Rudal Dekat Taiwan

China menanggapi dengan gelombang uji coba rudal yang sangat dekat dengan Taiwan mulai Juli 1995.

PLA menempatkan 100.000 tentara dan sejumlah besar pesawat serang di pangkalan-pangkalan di China timur yang dekat dengan Taiwan.

Selain itu, PLA melakukan latihan serangan amfibi yang dipublikasikan secara luas pada Juli dan November 1995, dan uji coba senjata nuklir yang telah dijadwalkan sebelumnya diadakan pada 18 Agustus.

Penempatan pasukan dalam jarak serang Taiwan - dan uji coba rudal reguler - berlanjut hingga awal 1996, dengan pendaratan rudal hanya 25 mil dari kota pelabuhan Kaohsiung dan Keelung, mengganggu lalu lintas maritim dan membuat pasar saham Taiwan anjlok.

Namun, aksi paling provokatif terjadi pada 9 Maret 1996, hanya beberapa hari sebelum pemilihan Presiden Taiwan, rudal balistik jarak pendek Dong Feng 15 berkemampuan nuklir terbang langsung di atas Taipei sebelum jatuh 19 mil di lepas pantai timur Taiwan.

AS bergegas menanggapi krisis itu, mengirim dua kelompok tempur kapal induk - USS Nimitz dan USS Independence - ke wilayah tersebut.

USS Nimitz berlayar melalui Selat Taiwan pada 19 Desember 1995, manuver pertama sejak AS memutuskan hubungan formal dengan Taiwan pada 1979.

Pentagon juga memobilisasi kapal ketiga, USS George Washington, ke Laut Arab.

Ketika uji coba rudal Maret 1996 mendarat di dekat Taiwan, Menteri Pertahanan AS William Perry mengatakan kepada seorang pejabat senior militer China di Washington, Liu Huaqiu, akan ada "konsekuensi serius" jika China menyerang Taiwan.

Chas Freeman, waktu itu Asisten Menteri Pertahanan AS  dan pernah mendampingi kunjungan bersejarah Presiden AS Richard Nixon ke Beijing pada 1972, mendengar China akan meluncurkan rudal nuklir ke Kalifornia jika AS campur tangan.

"Saya mengatakan Anda akan mendapatkan reaksi militer dari AS jika China menyerang Taiwan,” kata Freeman kepada Washington Post pada 1998. Rekannya dari China menjawab sebaliknya.

Freeman mengatakan kepada surat kabar itu perwira senior China lainnya, yang diyakini intelijen AS adalah Letnan Jenderal Xiong Guangkai, Wakil Kepala Staf Umum China, menyatakan China mampu membalas serangan nuklir AS.

Xiong secara khusus merujuk pada Krisis Selat Taiwan tahun 1958, ketika China menembaki beberapa pulau kecil yang dipegang pemerintah di Taiwan yang sangat dekat dengan daratan China.

Setelah Maret 1996, nada perselisihan bergeser. Lee melanjutkan untuk menang dalam pemilihan presiden pertama Taiwan meyakini AS akan benar-benar akan membela Taiwan.

Sesudah peristiwa itu, krisis berlanjut ketika Ketua DPR AS saat itu Newt Gingrich (R-GA) terbang ke Taiwan, bertemu Lee Teng-hui.

Gingrich menegaskan, AS akan membela Taiwan. Krisis 1995-1996 dan perang Irak 1991 menimbulkan perubahan.

PLA memperbarui rencana perang abad ke-21. Presiden China Jiang Zemin mengarahkan ahli strategi PLA untuk bersiap menghadapi perang lokal di bawah kondisi teknologi tinggi.

China mulai mengembangkan kapal perang, jet, dan rudal pembunuh kapal induk baru yang mampu memaksa Angkatan Laut AS untuk menjauh dari pantai China.

Komando Pasifik AS mengakui kelemahan militer AS di depan Komite Angkatan Bersenjata Senat AS. Pentagon sejak itu menggelontorkan sejumlah besar uang untuk mengembangkan senjata dengan jangkauan sebanding.

Hasilnya 26 tahun setelah krisis Selat Taiwan, PLA jauh lebih siap untuk menangani konfrontasi besar dengan Amerika Serikat dan tidak mundur seperti yang terpaksa dilakukan pada 1996.

PLA mengumumkan pada Rabu pagi mereka akan melakukan serangkaian latihan militer tembakan langsung dari 4 hingga 7 Agustus yang mengelilingi pulau Taiwan.

Pesawat tempur siluman J-20 telah dimobilisasi sebagai bagian dari latihan militer paling serius dan terbuka yang dilakukan China.(Tribunjogja.com/Sputniknews/xna)

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved