Berita Sleman Hari Ini
Januari hingga Juli, Sleman Catat 196 Kasus DBD, 1 Meninggal Dunia
Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman mencatat, dari Januari hingga Juli 2022, dilaporkan terdapat 196 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD).
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman mencatat, dari Januari hingga Juli 2022, dilaporkan terdapat 196 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD).
Satu di antaranya meninggal dunia.
Pasien meninggal dunia akibat gigitan nyamuk Aedes Aegypti ini berasal dari Kapanewon Mlati.
"Total DBD sampai dengan Juli 2022 (ada) 196. Meninggal dunia 1, di Kapanewon Mlati," terang Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Sleman, dr Khamidah Yuliati, Selasa (2/8/2022).
Diketahui sebelumnya, satu kematian DBD di Kapanewon Mlati ini dialami oleh seorang anak kecil, berusia 8 tahun.
Baca juga: Dinkes Sleman Catat Ada 7 Kasus DBD Pada Juli 2022
Yuli mengatakan, dari total akumulasi kasus DBD, 7 kasus terjadi sepanjang bulan Juli. Kasus terbanyak pada tahun ini ditemukan di Kapanewon Mlati.
"Karena (Mlati) area kota, dengan masyarakat mobilitas tinggi," terang dia.
Yuli menjelaskan, pasien DBD di Sleman bisa terserang gigitan nyamuk Aedes Aegypti karena beberapa faktor.
Di antaranya, karena kondisi lingkungan sekitar yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.
Bisa juga karena mobilitas.
Mobilitas ini artinya pasien mendapatkan gigitan nyamuk bukan berasal dari lingkungan rumah.
Melainkan saat berada di tempat kerja, tempat sekolah ataupun tempat lainnya.
Karena di lingkungan rumah bisa jadi angka bebas jentik (ABJ)-nya bagus lebih dari 95 persen.
Hingga kini, beragam cara dilakukan untuk mengendalikan kasus DBD di Bumi Sembada.
Di antaranya, dengan menerapkan metode Wolbachia yaitu program pengendalian Dengue dengan nyamuk ber-wolbachia.
Selanjutnya, mengedukasi masyarakat melalui kader kesehatan agar memantau dan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui 3 M.
Yaitu, menguras tempat yang menjadi perindukan nyamuk, menutup rapat tempat penampungan air.
Baca juga: Waspada! 161 Kasus DBD Terjadi di Sleman, 1 Meninggal Dunia
Lalu, memanfaatkan kembali limbah barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.
Kemudian, tidak kalah penting adalah dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
"PSN dan PHBS ini sudah selalu disampaikan, dan masih dijalankan," kata Yuli.
Kepala Dinas Kesehatan Sleman Cahya Purnama sebelumnya juga telah meminta masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan.
Lingkungan tempat tinggal, menurut dia, harus dijaga bersama-sama, terutama mencermati lingkungan rumah kosong yang tidak dihuni.
Sebab, vektor DBD biasanya muncul di lingkungan yang ditinggal penghuninya.
Misalnya, rumah yang hanya ditinggali seminggu atau sebulan sekali.
Lalu anak kos yang meninggalkan tempat kosnya, diharapkan agar mengosongkan bak mandinya.
"Jika lupa (dikosongkan), maka di situlah muncul jentik nyamuk aedes aegypti," kata dia.( Tribunjogja.com )