Pakar UGM: Tekanan di Masa Pandemi Bisa Jadi Salah Satu Pemicu Klitih
Dosen UGM yang juga merupakan inisiator Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) DIY, Muhammad Nur Rizal ST MEng PhD, mencoba menjawab mengapa klitih
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Pertanyaan seputar mengapa klitih bisa terjadi di Yogyakarta terus terlontar dari masyarakat. Apalagi, beberapa waktu belakangan, banyak kasus kejahatan jalanan yang terjadi setiap malam.
Tidak dapat dipungkiri, adanya klitih yang melukai maupun menghilangkan nyawa orang menjadi bahaya tersendiri bagi warga.
Dosen UGM yang juga merupakan inisiator Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) DIY, Muhammad Nur Rizal ST MEng PhD, mencoba menjawab mengapa klitih masih terus ada di DIY.
Dia menyebut bahwa perubahan-perubahan serta tekanan yang muncul akibat pandemi bisa menjadi salah satu hal yang memicu aksi klitih oleh para remaja.
Menurutnya, banyak anak remaja harus menghadapi perubahan dinamika di dalam keluarga, sekolah, relasi pertemanan, serta lingkungan masyarakat.
Dalam situasi yang demikian kompleks, anak sulit untuk memenuhi kebutuhannya akan ruang ekspresi diri.
Baca juga: Calon Rektor UGM Diharap Bisa Mengawal Perubahan
“Manusia butuh aktualisasi diri. Tapi belakangan ini anak muda tidak punya ruang untuk berekspresi baik di sekolah, di keluarga, maupun di masyarakat sekitarnya,” ucapnya, Sabtu (16/4/2022).
Ketika kegiatan pembelajaran dilaksanakan sepenuhnya secara daring, banyak aktivitas yang bagi para siswa dapat menjadi ruang untuk berekspresi, berkarya, dan berinteraksi hilang. Demikian juga ruang interaksi di lingkungan masyarakat.
Anak banyak menghabiskan waktu di rumah, namun yang menjadi permasalahan banyak keluarga tidak memiliki relasi yang baik.
“Banyak orang tua mengalami efek pandemi dan terpuruk secara ekonomi sehingga mereka lupa untuk membangun kedekatan dan komunikasi yang intensif dengan anak,” kata Rizal.
Padahal, anak juga mengalami banyak persoalan baru sehingga perlu mendapat perhatian dan pendampingan dari orang tua. Hal ini membuat relasi antara anak dengan orang tua semakin jauh, dan banyak anak melarikan diri ke dunia teknologi.
“Ketika ruang interaksi dan partisipasi berkurang, anak lari ke dunia teknologi. Bagi sejumlah anak, ketika dia terpapar pada hal-hal negatif dia kemudian mencoba menerapkannya,” imbuhnya.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, menurutnya, membawa sejumlah perubahan pada perilaku kejahatan yang kini bisa dilakukan secara individual.
Termasuk halnya pada aksi klitih yang sebelumnya lebih banyak dilakukan secara berkelompok, saat ini aksi tersebut bisa dilakukan secara individual.