Rencana Penyekatan dari Sri Sultan HB X dan Prediksi Puncak Lonjakan Covid-19 di DIY

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X belum bisa memastikan kapan kebijakan pembatasan mobilitas di DIY akan diberlakukan.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA/MIFTAHUL HUDA
Petunjuk arah menuju Malioboro di kawasan Tugu Pal Putih Yogyakarta 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Rencana penyekatan dan pembatasan mobilitas mencuat di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyusul masih tingginya angka Kasus Covid-19 di wilayah ini.

Data terbaru per Senin (21/2/2022), kasus baru terkonfirmasi Covid-19 di DIY tercatat sebanyak 1.274.

Hingga saat ini, total kumulatif kasus Covid-19 di DIY dilaporkan telah mencapai 174.807 kasus. 

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X belum bisa memastikan kapan kebijakan pembatasan mobilitas di DIY akan diberlakukan.

Raja Keraton Yogyakarta ini masih mengamati perkembangan kasus terkonfirmasi di wilayahnya.

"Ya, nanti kita lihat perkembangannya saja," jelas Sri Sultan HB X di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Senin (21/2/2022).

Baca juga: Isoter Covid-19 UII Kembali Diaktifkan 

Baca juga: BREAKING NEWS : Tujuh Pegawai Positif Covid-19, Layanan Rawat Inap Puskesmas Rongkop Ditutup

Menurutnya, saat ini masyarakat semakin abai untuk menerapkan protokol kesehatan.

Terlebih, pemerintah sempat melonggarkan kebijakan pembatasan aktivitas yang membuat masyarakat terlena.

"Karena masyarakat ini pindah dari level 2 dan 3 agak rekoso.Yang penting itu prokes sama pakai masker kalau itu bisa dilalui dan kecenderungannya turun," jelasnya.

"Tapi kalau meningkat terus kita enggak bisa memprediksi sampai berapa. Mau sampai berapa ribu (kasus positif) kita kan enggak tahu," tambah Sri Sultan HB X.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X (TRIBUNJOGJA.COM/ Yuwantoro Winduajie)

Sementara itu, Sekda DIY, Kadarmanta Baskara Aji, menjelaskan jika penyekatan diberlakukan maka skemanya adalah pemeriksaan secara sampel.

Nantinya sejumlah petugas akan bersiaga di kawasan perbatasan. Petugas akan memeriksa segala jenis kendaraan yang melintas namun dilakukan secara acak.

Tujuannya adalah untuk memastikan agar pelaku perjalanan yang melintasi DIY berada dalam kondisi sehat dan sudah tervaksin Covid-19.

Langkah itu diharapkan juga dapat mengurangi minat masyarakat untuk bepergian.

"Kita tetap melakukan pemeriksaan secara sampel di dekat pintu masuk. Kalau kereta dan pesawat kan sudah di skrining di tempatnya (terminal dan bandara), tapi untuk bus dan kendaraan pribadi itu nanti kita akan skrining secara sampel," urainya.

Sementara itu, Pemkot Yogyakarta menyatakan kesiapannya jika Gubernur DIY menghendaki adanya pembatasan mobilitas.

Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti mengatakan, pihaknya bisa memahami keresahan Pemda DIY di tengah peningkatan kasus Covid-19 yang semakin menjadi.

Sebagai informasi, di Kota Yogyakarta pada Senin (20/2/2022), tercatat tambahan 249 pasien baru Covid-19, dengan 36 pasien sembuh, serta dua meninggal.

Alhasil, kasus aktif kini berada di angka 3.812 kasus.

"Kami akan koordinasikan terus dengan provinsi. Kalau Ngarsa Dalem menginginkan penyekatan, tentu kami akan tindak lanjuti dengan apa yang diperlukan," lanjutnya.

Proses evakuasi 16 siswa Boarding School di Mlati ke Selter Asrama Haji
Proses evakuasi 16 siswa Boarding School di Mlati ke Selter Asrama Haji (dok.istimewa/BPBD Sleman)

Ia menilai, penyekatan di Kota Yogyakarta cenderung lebih sederhana lantaran tak berbatasan langsung dengan daerah lain di luar DIY.

Hanya saja, opsi tersebut tetap berdampak pada aktivitas perekonomian wilayahnya.

"Bagaimana itu nanti infrastruktur ekonomi kita, karena pedagang di pasar-pasar kita kan banyak yang dari Sleman dan Bantul, kemudian karyawan, pekerja," cetusnya.

Toh, saat ini pihaknya sudah menerapkan one gate system atau skema satu pintu masuk, di mana seluruh rombongan perjalanan dari luar daerah diharuskan singgah di Terminal Giawangan untuk diperiksa syarat-syarat mobilitasnya, mengenai kelengkapan dokumen vaksinasi corona.

"Tapi, one gate system itu memang cuma untuk memonitor, tidak ada penyekatan, hanya untuk mengidentifikasi warga yang masuk ke wilayah Kota Yogya saja," terangnya.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi menuturkan, sebagai wilayah aglomerasi, setiap kebijakan dari provinsi otomatis ditindaklanjutinya secara serentak bersama kabupaten lain di DIY. Sehingga, pihaknya pun masih menanti kemungkinan penyekatan tersebut.

"Pola penyekatannya seperti apa, kan kita harus tunggu (arahannya) dulu. Tapi, yang jelas kalau memang nantinya diterapkan, kita akan lakukan penguatan, agar mobilitas masyarakat lebih terdeteksi," ungkap Heroe.

Puncak Kasus Covid-19

Kasus Covid-19 di DIY masih berada di angka 1.500-1.900-an, beberapa hari belakangan ini.

Pada Minggu (20/2/2022), ada 1.807 orang yang terkonfirmasi positif Covid-19. Sedangkan pada Senin (21/2/2022) ada 1.274 kasus penularan baru di DIY.

Angka tersebut didapat dari pelacakan kontak erat maupun masyarakat yang mau memeriksakan diri sendiri.

Meski begitu, di beberapa RS, Bed Occupancy Rate (BOR) atau tingkat keterisian tempat tidur untuk kasus Covid-19 masih relatif rendah.

Namun, sejumlah tempat isolasi terpadu di DIY penuh, bahkan ada daftar tunggu bagi mereka yang mau masuk.

Menanggapi hal tersebut, Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik, dr Raden Ludhang Pradipta Rizki MBiotech SpMK menjelaskan, di DIY saat ini belum terlihat tren kasus Covid-19 yang menurun.

Itu bisa menjadi indikasi mengapa tingkat keterisian bed RS untuk kasus Covid-19 masih belum memuncak di tengah tren kasus menanjak.

“Angka kasusnya itu masih menanjak, ya. Jumat kemarin saja 1.900-an, kalaupun turun, belum drastis. Bisa juga turun, tapi Sunday number. Artinya, tes yang dilakukan di hari Minggu, lab kan juga tidak beroperasi maksimal dan itu tidak bisa dijadikan patokan angka kasus turun,” ujarnya kepada Tribun Jogja, Senin (21/2/2022).

Indikasi lain, tingginya cakupan vaksinasi Covid-19 masyarakat DIY menjadikan gejala penyakit karena virus Sars-CoV-2 itu tidak parah.

Sehingga, BOR untuk Covid-19 di RS masih relatif rendah.

Dugaannya, sejumlah pasien yang dirawat di RS akibat Covid-19 itu adalah mereka yang memiliki komorbid atau belum mendapatkan vaksin secara tuntas.

“Secara klinis, cakupan vaksinasi di sini kan cukup tinggi. Apalagi, kita juga berbondong-bondong diiringi booster. Ini tandanya, sasaran vaksinasi untuk kelompok rentan sudah tepat,” ucapnya.

Maka, dia menilai, tujuan awal dari vaksinasi, yakni agar penyakit tidak menjadi parah jika menjangkiti manusia sudah sesuai.

Ludhang juga membandingkan lonjakan kasus Covid-19 di tahun 2021 dan 2022.

“Ya cukup beda, karena di tahun ini sudah ada vaksinasi yang digenjot sejak akhir tahun lalu. Kalau pas Delta 2021 itu kan dilema juga, vaksinasi baru berjalan sekian persen, harus terhantam varian Delta. Kocar-kacir,” bebernya.

Meski sudah ada vaksin yang disuntikkan ke dalam tubuh, Ludhang berharap, masyarakat juga tetap waspada dengan Covid-19.

Dia meminta semua pihak untuk tidak menyepelekan Covid-19 beserta variannya.

Baca juga: Antisipasi Covid-19, Lapas Kelas II A Yogyakarta Rencanakan Booster Vaksin bagi Warga Binaan

Baca juga: Puncak Kasus Covid-19 Diprediksi Terjadi Dua Pekan Depan, Dinkes Kota Magelang Perketat 3T 

Dari gejala, Omicron memang lebih ringan daripada Delta, tapi bukan berarti tidak akan fatal apabila menjangkiti orang rentan.

Bahkan, selama vaksinasi belum merata, maka mutasi virus akan terus ada dan tetap berbahaya.

Sehingga, tidak ada salahnya untuk tetap menjaga protokol kesehatan, seperti menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.

“Kalau di RS, saya kira pihak RS juga sudah belajar dari lonjakan kasus Covid-19 karena varian Delta yang lalu, ya. Jadi pasti sudah siap untuk tempat tidur, oksigen, ventilator, dan lain-lainnya,” ujar Ludhang lagi.

Ditanya mengenai cara agar kasus turun, ia mengatakan adanya ketegasan pemerintah untuk menyekat sejumlah daerah untuk membatasi mobilitas.

Sebab, mobilitas adalah cara utama penyebaran Covid-19.

“Salah satu caranya agar kasus turun, ya, pembatasannya diperjelas. PPKM Level 3 ini belum berasa level 3. Masih seperti level 2. Kalau pas Delta lalu, level 4 benar-benar terasa,” tandasnya.

(ard/tro/aka/rif)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved