Berita Kota Yogya Hari Ini

Terancam Kehilangan Pekerjaan, Pendorong Gerobak PKL di Malioboro Minta Jatah Lapak

Bola panas proses relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) Malioboro bergulir ke kelompok pendorong gerobak di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta.

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM/ Miftahul Huda
Ketua Koordinator pendorong gerobak Malioboro Suwarno disela-sela audiensi di gedung DPRD DIY, Rabu (26/1/2022) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Bola panas proses relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) Malioboro bergulir ke kelompok pendorong gerobak di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta.

Mereka meminta pemerintah setempat mencarikan pekerjaan yang layak.

Apabila permintaan tersebut tak dipenuhi, sebagai gantinya para pendorong gerobak PKL di Malioboro meminta jatah lapak.

Ketua Koordinator Pendorong Gerobak Malioboro Suwarno mengungkapkan, rata-rata para pendorong gerobak di kawasan Malioboro bekerja sejak 20 tahun yang lalu.

Baca juga: Pelatih PSS Sleman I Putu Gede Tidak Akan Mewaspadai Secara Khusus Taisei Marukawa

Dengan adanya relokasi para PKL, mereka terancam kehilangan pekerjaan, sebab jasa pendorong gerobak diprediksikan tidak akan dibutuhkan.

"Kami minta pemerintah perhatikan pendorong gerobak. Kami minta carikan pekerjaan. Kalau tidak ya saya minta (jatah) lapak," ungkapnya, Rabu (26/1/2022) di gedung DPRD DIY.

Alasan lain para pendorong gerobak itu meminta jatah lapak lantaran mereka menilai pedagang di kawasan Benteng Vredeburg yang dinilai oleh mereka ilegal, namun PKL di sana turut mendapatkan lapak.

Sehingga ada kecemburuan sosial yang dirasakan oleh para pendorong gerobak terkait pembagian lapak baru itu.

"Yang di benteng (Vredeburg) itu kan liar. Bagaimana bisa mereka dapat lapak, padahal kan liar," terang dia.

"Sedangkan saya 20 tahun dorong gerobak kok gak diperhatikan sama sekali," sambung Suwarno.

Saat ini terdapat 85 pendorong gerobak di kawasan Malioboro yang setiap harinya menggantungkan hidup kepada para PKL.

Dan rata-rata pendapatan per bulan dari mendorong gerobak itu dijelaskan Suwarno mencapai Rp 4 juta.

"Tapi kan itu dibagi-bagi, saya ada dua anak buah, yang lainnya juga," tegas dia. 

Menurutnya, pemerintah DIY maupun Pemkot Yogyakarta tidak merangkul para pendorong gerobak.

Dia menilai nasib para pendorong gerobak di Malioboro tidak dipikirkan oleh pemerintah.

Baca juga: Total Sasaran 12 Ribu, ASN dan Guru di Kota Yogyakarta Dapat Akses Booster Vaksin Covid-19 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved