Epidemiolog UGM: Penyebaran Varian Omicron, Waspadai Transmisi Senyap di Masyarakat

Indonesia menjadi salah satu negara yang mendeteksi adanya varian Omicron, varian terbaru dari virus Sars-CoV-2, penyebab Covid-19.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
dok. tribunnews
Ilustrasi Varian Omicron 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Indonesia menjadi salah satu negara yang mendeteksi adanya varian Omicron, varian terbaru dari virus Sars-CoV-2, penyebab Covid-19.

Ahli Epidemiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) atau Epidemiolog UGM, dr Riris Andono Ahmad MPH PhD mengatakan, masyarakat dan pemerintah harus mewaspadai adanya transmisi senyap dari varian Omicron ini.

“Gejalanya ini sangat ringan, maka bisa ada transmisi yang sifatnya tersembunyi,” katanya dalam webinar Kagama Health Talks #3 bertajuk ‘Mengenal Varian Omicron, Tindakan Pencegahan dan Mitigasinya’.

Bincang-bincang tersebut disiarkan di YouTube Kagama Channel, Minggu (9/1/2022).

Dia mengatakan, untuk bisa terdeteksi, membutuhkan gejala yang tampak berat. 

Baca juga: Dianggap Membela Klub Ketiga di Musim 2021, Dwi Rafi Angga Batal Perkuat PSS Sleman

Sementara, gejala yang parah agar bisa terlihat itu baru terjadi jika jumlah orang tertular cukup tinggi.

“Jadi, yang perlu kita perhatikan, surveilans diperkuat lagi untuk mendeteksi transmisi tersembunyi,” jelasnya.

Sebab, jika silent transmission ini terlewati, bisa saja muncul kasus berat secara tiba-tiba. Keadaan tersebut membutuhkan mitigasi yang jelas.

Salah satunya, kata Doni, pemerintah bisa mulai mengaktivasi sistem kesehatan agar bisa mengatasi gelombang Omicron, lebih baik dari gelombang varian sebelumnya.

Dilanjutkan Doni, varian Omicron memiliki keparahan 70 persen lebih rendah daripada delta.

Akan tetapi, tingkat penyebarannya 5 kali lebih tinggi dari delta.

Prediksinya, jumlah orang yang membutuhkan perawatan rumah sakit maupun intensif, bisa jadi sama atau lebih tinggi dari dampak varian sebelumnya.

“Tidak berarti, gejala jauh lebih ringan, maka dampaknya juga ringan. Bisa jadi, meskipun jumlahnya kecil, tapi karena yang terkena banyak, maka dampak absolutnya bisa sama besar dengan apa yang terjadi ketika varian delta melanda,” paparnya.

Baca juga: Pakar UGM Sebut Omicron Mampu Kelabui Sistem Imun dan Membuat Antibodi Menurun Drastis

Sementara, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI, Dr dr Maxi Rein Rondonuwu DHSM MARS mengatakan saat ini, di Indonesia, sudah ada 318 kasus Omicron.

Ratusan kasus tersebut terdeteksi melalui Whole Genome Sequencing. Sebanyak 23 kasus di antaranya terjadi secara lokal.

“Semuanya kasus ringan. Hampir 92 persen kasus ringan hingga tanpa gejala. Kemudian 8 persen bergejala sedang. Dari data ini, membuat kita sedikit tidak khawatir ya,” papar Maxi.

Meski tidak bergejala, tapi bukan berarti waktunya bersantai. Dia memaparkan, dari 318 orang yang terpapar itu, 5-6 orang mengaku tidak divaksin Covid-19.

Sisanya, semua sudah divaksin lengkap menggunakan berbagai macam vaksin, misal Pfizer, AstraZeneca, maupun Sinovac.

“Artinya, meskipun sudah divaksin, belum tentu melindungi ya. Ini yang harus diwaspadaikita semua,” ungkapnya.

Maxi juga menyinggung, 318 kasus Omicron di Indonesia sebagian besar merupakan kasus impor dari luar negeri.

Katanya, banyak masyarakat yang pulang dari negara seperti Turki, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat dan Inggris terpapar Omicron.

“Ya, kita tahu, wisata di Turki bagus dan tiket kesana juga cukup murah. Sehingga, ketika pulang ke sini, banyak yang terpapar Omicron,” tukasnya. (Ard)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved