Fenomena Alam

PERHATIKAN ! Ini Jejak Nyata Magma Beku Produk Gunung Api Purba Parangtritis

Parangtritis menyimpan jejak nyata keberadaan gunung api purba dari masa Miosen Awal, atau berumur di rentang masa 26,5 juta tahun lalu

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
Google
Pantai Parangtritis 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL – Anda pernah atau sering rekreasi ke Pantai Parangtritis dan deretan pantai di sebelah baratnya?

Tahukah Anda bahwa di kawasan ini terdapat jejak nyata keberadaan gunung api purba dari masa Miosen Awal, atau berumur di rentang masa 26,5 juta tahun lalu hingga 1,07 juta tahun lalu?

Di manakah letaknya dan apa jejak faktanya?

Ahli paleovulkano Dr Sutikno Bronto dalam buku Geologi Gunung Api Purba menyebut, jejak gunung api purba itu ada di tepi jalan sebelum masuk Pantai Parangtritis.

Sutikno Bronto menyebut jejak batuan itu fosil gunung api Parangtritis. Ia mengutip laporan peneliti Hartono (2000), yang pertama kali melaporkan temuannya.

Singkapan batuan segar berupa perselingan breksi gunung api dan lava andesit yang merupakan fasies proksi fosil gunung api.
Singkapan batuan segar berupa perselingan breksi gunung api dan lava andesit yang merupakan fasies proksi fosil gunung api. (TRIBUNJOGJA.COM | Setya Krisna Sumarga)

Penampakannya berupa perbukitan berketinggian 100-300 meter di atas permukaan laut. Bentuk bukitnya lebih membulat dibanding perbukitan gamping di sebelah timurnya.

Penanda lainya bisa dilihat dari kemunculan sumber air panas di wilayah Parangtritis, yang popular disebut pemandian air panas Parang Wedang.

Ada dua sumur atau sumber air panas yang letaknya tak jauh dari komplek makam Syekh Magribi di tepi timur jalan sebelum memasuki kawasan pantai.

Tribun Jogja menyambangi kedua sumber air panas, yang satu di antaranya dimiliki atau sumur air panas ini milik pribadi warga.

Baca juga: Melihat Langsung Fenomena Batuan yang Mengulit Bawang di Gunung Purba Godean

Sumber air panas Parang Wedang berupa sumuran yang terletak di kolam penampungan. Secara visual, dari dalam sumur itu gelembung-gelembung udara bermunculan secara teratur.

Air yang berasal dari dalam sumuran di kolam Parang Wedang itu terasa hangat dan sedikit berbau belerang atau sulfur.

Kolam penampungan itu dibangun di tengah komplek pemandian, dan pintunya digembok rapat. Pengamatan hanya bisa dilakukan dari sela-sela pintu.

Singkapan batuan segar berupa perselingan breksi gunung api dan lava andesit yang merupakan fasies proksi fosil gunung api.
Singkapan batuan segar berupa perselingan breksi gunung api dan lava andesit yang merupakan fasies proksi fosil gunung api. (TRIBUNJOGJA.COM | Setya Krisna Sumarga)

Sementara di selatan komplek pemandian ini, terdapat satu sumur warga yang dibuka pula untuk pemandian umum air panas.

Air dari dalam sumur disedot menggunakan pompa yang dialirkan di bak penampungan di atas sumur. Pipa paralon PVC yang jadi saluran air jika dipegang terasa panas.

Air yang mengucur dari bak penampungan jika dirasakan di tangan lebih panas daripada air di pemandian Parang Wedang.

Bau sulfur juga meruap cukup kuat di air yang disedot dari sumur ini. Kedua sumber air panas ini terletak di sebelah bukit membundar di belakang kawasan hunian di tepi jalan raya ini.

Baca juga: Gugusan Bukit di Godean-Seyegan Ini Ternyata Gunung Api Purba Berusia Puluhan Juta Tahun!

Secara geologis, kemunculan mata air atau sumber air panas umumnya memberi penanda ada jejak aktivitas geologis dan vulkanis di daerah tersebut.

Umumnya pula, mata air panas ini muncul di zona subduksi atau tumbukan lempeng bumi, yang terkait aktivitas tektonik magmatik di bawah kawasan tersebut.

Kedua sumber air panas ini dikontrol struktur sesar Parangkusumo yang berarah barat laut-tenggara yang keberadaannya juga ditunjang anomali geofisika.

Mata air panas Parangwedang termasuk tipe chlorida dengan pH normal dan T. 43-49o C, dengan T bawah permukaan 115 o C.

Singkapan batuan segar berupa perselingan breksi gunung api dan lava andesit yang merupakan fasies proksi fosil gunung api.
Singkapan batuan segar berupa perselingan breksi gunung api dan lava andesit yang merupakan fasies proksi fosil gunung api. (TRIBUNJOGJA.COM | Setya Krisna Sumarga)

Zona anomali geofisika rendah yang mengitari Mata air panas Parangwedang juga diikuti dengan zona ubahan yang ditandai hadirnya mineral khlorit dan serisit pada batuan lava andesitk di daerah tersebut.

Sedangkan zona anomali tinggi di bagian tengah diperkirakan berkaitan batuan vulkanik atau intrusi magma sisa zona subdaksi. Inilah sumber panas dari sistem panas bumi di daerah ini.

Menurut Sutikno Bronto, meski ada jejak fosil gunung api di belakang sumber air panas Parang Wedang, sebagian batuan di permukaan bukit ini sudah lapuk berwarna merah cokelat.

Singkapan batuan segar berupa perselingan breksi gunung api dan lava andesit yang merupakan fasies proksi fosil gunung api.

Baca juga: WOW ! Ini Penampakan Dinding Batu Mengkilat Berumur 40 Ribu Tahun di Hulu Kali Boyong

Di singkapan ini juga terlihat ada perlapisan breksi gunung api, lava andesit ditambah retas andesit berumur Miosen Awal.

Berdasarkan batuan penyusun, diperkirakan gunung api purba Parangtritis ini tergolong gunung api komposit.

Di sebelah barat kawasan ini, agak menjauh terdapat Alun-alun Parangkusumo. Persis di belakang papan nama jumbo alin-alun ini, jejak fasies gunung api purba tampak nyata.

Berpagar keliling, terdapat gugusan atau gundukan batuan yang memiliki bentuk dan karakteristik khas magma beku.

Masyarakat umum mengenalnya sebagai bagian Cepuri Parangkusumo yang dikeramatkan. Secara geologis, mineral ini disebut batuan beku intrusi dalam.

Singkapan batuan segar berupa perselingan breksi gunung api dan lava andesit yang merupakan fasies proksi fosil gunung api.
Singkapan batuan segar berupa perselingan breksi gunung api dan lava andesit yang merupakan fasies proksi fosil gunung api. (TRIBUNJOGJA.COM | Setya Krisna Sumarga)

Jika diurutkan, gundukan batuan beku dari magma ini memanjang ke selatan hingga titik keberadaan dua batuan yang dikeramatkan sebagai lokasi pertemuan Panembahan Senopati dan Ratu Laut Kidul.

Kedua fosil gunung api itu terpisahkan oleh endapan alluvium atau endapan sedimentasi dari sungai dan pasir dari pesisir Parangkusumo dan Parangtritis.

Pengamatan langsung di lokasi, batuan beku di belakang Cepuri Parangkusumo ini berwarna hitam cokelat, ada pola batuan membundar, persegi, retas-retas, dan perselingan breksi andesit.

Di beberapa bagian masih terlihat jelas perselingan batu kerakal dan mineral yang terlihat seperti adonan pasir yang membeku.

Di bagian lainnya, terutama di sisi barat daya, terlihat batu-batu yang retas dan membentuk seperti columnar joint atau kolom tiang mini.

Berdasar laporan hasil penelitian Alanda Idral dan kawan-kawan tentang Geologi, Geokimia dan Geofosokan Daerah Panas Bumi Parangtritis, satuan lava Parangkusumo berupa lava basal, kekar yang menunjukkan struktur aliran lava dan diselingi retas Andesit hornblende berstruktur kekar lempeng.

Batuan ini terubahkan dengan hadirnya mineral khlorit dan kalsit. tersingkap baik di daerah situs Parangkusumo.
Selingan lava andesit hornblende sebagai paska efusif lava basal berperan penting sebagai indikasi parameter pembentukan sumber panas di kedalaman daerah panas bumi Parangtritis.

Alun-alun Parangkusumo
Alun-alun Parangkusumo (TRIBUNJOGJA.COM | Setya Krisna Sumarga)

Menurut Sutikno Bronto dalam publikasi khusus yang diterbitkan Badan Geologi (2010), fasies pusat gunung api ini sudah tidak terlihat.

Tetapi diperkirakan berada di bagian tengah sebaran batuan gunung api yang sekarang sudah tertutupi lapisan batu gamping formasi Wonosari.

Masih menurut Sutikno Bronto, gunung api purba Parangtritis ini masuk kelompok gunung api purba Pegunungan Selatan.

Membentang dari Parangtritis di bagian barat hingga Pacitan, Jawa Timur. Secara khusus jajaran pegunungan api purba ini dikelompokkan ke empat bagian besar.

Pertama, kelompok gunung api purba Parangtritis-Imogiri.

Kedua, kelompok gunung api purba Bayat-Batur Agung.

Ketiga, kelompok gunung api purba Wonogiri-Wediombo. Keempat, kelompok gunung api purba Karangtengah-Pacitan.

Sementara berdasarkan jejak pertumbuhannya, gunung api purba Pegunungan Selatan terbagi dalam tiga tahap perkembangan.

Tahap pertama pertumbuhannya berupa gunung api monogenesis. Lalu tahap berikutnya pertumbuhan atau pembangunan kerucut gunung api komposit.

Terakhir atau ketiga, penghancuran kerucut gunung api komposit sehingga membentuk gunung api kaldera letusan.

Secara stratigrafi, Sutikno Bronto memaparkan tiga siklus perkembangan vulkanisme di daerah Imogiri dan sekitarnya.

Keberadaan gunung api purba di Imogiri dan sekitarnya ini erat kaitannya dengan aktivitas vulkanik masa purba di Parangtritis.

Gunung api monogenesis, atau gunung yang terbentuk dan meletus atau erupsi sekali, sesudah itu berhenti, banyak dijumpai di Imogiri hingga Piyungan.

Bahkan bisa dijumpai hingga ke utara di kawasan Berbah. Antara lain di situs lava bantal Watuadeg dan jejak gunung api purba Sumber Kulon.

Sementara yang tergolong gunung api kerucut komposit adalah gunung api purba Sudimoro. Kategori ketiga, yaitu gunung api kaldera letusan jejaknya ada di gunung api purba Imogiri dan Plencing Sindet.

Gunung Sudimoro yang berketinggian 507 mdpl merupakan puncak tertinggi fosil gunung api purba Imogiri dan Dlingo Bantul.

Pada lereng timur Gunung Sudimoro tersingkap breksi gunung api dan lava bersusunan andesit. Batuan ini diduga kuat fasies proksi gunung api purba Sudimoro.

Di sbeelah barat puncak Sudimoro bentang alamnya berupa cekungan setengah lingkaran membuka ke barat dan barat laut.

Menurut Sutikno Bronto, morfologi seperti ini menunjukkan jejak kawah gunung api. Pada saat ini fasies gunung api ini dataran dan perbukitan Imogiri.

Di sebelah selatan Sudimoro terdapat bekas gunung api purba Imogiri dicirikan bentang alam datar dikelilingi gawir setenga lingkaran terdiri susunan batuan breksi dan lava andesit.

Di barat laut Imogiri dijumpai instrusi andesit di Gunung Plencing yang di kaki barat lautnya terdapat breksi ko-inimbrit yangbanyak mengandung pumis dan bongkah andesit.(Tribunjogja.com/xna)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved