Mantan Warga Binaan Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta Lapor ORI DIY Soal Dugaan Pelanggaran HAM

Sejumlah mantan Warga Binaan Pemasyaratan (WBP) dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas II A Yogyakarta, yang berada

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM/ Miftahul Huda
Vincentius Titih GA menunjukan bekas luka akibat kekerasan di Lapas Kelas II A Yogyakarta, Senin (1/11/2021) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sejumlah mantan Warga Binaan Pemasyaratan (WBP) dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas II A Yogyakarta, yang berada di Kapanewon Pakem, Sleman mendatangi kantor Ombudsman RI (ORI) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Senin (1/11/2021) pagi.

Kedatangan para WBP itu untuk melaporkan kekerasan yang pernah dialami selama mereka menghuni di balik jeruji penjara Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta.

Vincentius Titih GA (35) salah satu mantan narapida yang datang ke ORI Perwakilan DIY menyampaikan, ada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di dalam lapas narkotika tersebut.

Pelanggaran HAM yang dialami yakni berupa tindakan kekerasan dan penyiksaan sejumlah narapidana.

Baca juga: Partisipasi Pilur Sleman Capai 80 Persen, Berikut Daftar Nama Petahana dan Wajah Baru Lurah Terpilih

Pengakuan penyiksaan itu dilakukan oleh petugas lapas atau sipir, dan ditujukan terhadap mereka para narpidana yang baru saja selesai proses sidang putusan vonis, atau kiriman dari rumah tahanan (Rutan).

"Jadi ada pelanggaran HAM di lapas narkotika kelas II Yogyakarta. Berupa penyiksaan warga binaan, begitu kami masuk itu tanpa kesalahan apapun kami langsung dipukuli," kata dia di Lembaga ORI perwakilan DIY, Senin pagi.

Berdasarkan pengakuan Vincent, oknum petugas lapas di sana melakukan kekerasan menggunakan sejumlah alat antara lain beberapa selang, kayu, kabel bahkan yang lebih miris lagi menggunakan alat vital sapi.

"Kesalahan apapun kami langsung dipukuli pakai selang, diinjak-injak, dipukul pakai kabel. Dan yang terakhir itu pakai alat vital sapi, jadi lengket-lengket, semua infeksi," ujarnya.

Alasan kekerasan itu dilakukan, menurut Vincent karena dia seorang residivis. Namun, warga binaan yang bukan residivis pun ikut mendapat perlakuan yang sama.

"Alasan mereka karena kami residivis. Padahal saya waktu dikirim kesitu ada 12 orang, juga ada yang bukan residivis. Tetapi mereka juga mengalami penyiksaan seperti itu. Jadi tiga hari full kami disiksa," ujarnya.

Vincent masuk ke Lapas Narkotika Kelas II A sejak April 2021 dan dinyatakan bebas pada 19 Oktober 2021.

Selama lima bulan dia menghuni sel kering (sel terpisah) dan di sel itu lah ia bersama warga binaan lainnya mendapat kekerasan.

"Saya vonis 1,5 tahun. Dikirim dari rutan dan masuk ke Lapas itu April 2021, dan keluar tanggal 19 Oktober. Jadi yang melakukan kekerasan itu oknum petugas lapas," terang dia.

Dia menunjukan bekas luka sabetan yang dialaminya selama lima bulan menjalani hukuman di sel kering.

Bekas luka itu berada di punggung, di lengan kanan, serta di area dada juga tampak beberapa keloid.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved