Kebertahanan Ilmu Pengetahuan & Teknologi di Era Pandemi
Peradaban akan terus berjalan, seiring zaman bergulir, pandemi ini akan menjadi titik tolak transformasi peradaban itu sendiri.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Ikrob Didik Irawan
*Oleh: Dr. Ir. Ircham, MT, Rektor ITNY
DEWASA ini masyarakat dihadapkan dengan berbagai dinamika global, selain perkembangan teknologi yang begitu pesat, persoalan Covid-19 yang sudah satu setengah tahun ini melanda menjadi perhatian seluruh pihak, tidak hanya di Indonesia, masyarakat internasional juga merasakan dampaknya. Namun demikian, kondisi saat ini mengharuskan untuk survive (bertahan dengan segala resource yang ada), sehingga produktivitas dalam kehidupan sehari-hari tetap terjaga.
Situasi pandemi justru harus membangkitkan semangat kreativitas dan inovasi tiada henti. Peradaban akan terus berjalan, seiring zaman bergulir, pandemi ini akan menjadi titik tolak transformasi peradaban itu sendiri. Sebagaimana dipahami, teknologi adalah bagian dari peradaban & menjadi suatu keniscayaan bahwa kehidupan yang dijalani senantiasa melibatkan teknologi, bahkan “ketergantungan” terhadap kemajuan teknologi tidak dapat dihindari.
Kecemasan, kekhawatiran, kepanikan, dan ketakutan seolah menjadi sesuatu yang akrab diberitakan. Kesemuanya itu muncul karena adanya ketidakpastian kondisi di tengah pandemi, ada social fatigue (keletihan sosial) yang tampaknya mulai harus dicermati dan diperhatikan.
Pada saat yang sama semangat optimisme harus dibangun sejajar dengan mendekatkan perspektif dialogis peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pelibatan teknologi tepat guna. Dalam konteks tersebut, Pemerintah terus berupaya mengelaborasi resource dalam rangka optimalisasi & pendayagunaan kedua aspek tersebut.
Konektivitas global yang saat ini dibangun berdasarkan pemanfaatan teknologi utamanya tidak sekedar memindahkan tenaga manusia kepada auto machine yang direpresentasikan paling mudah melalui komputer/cloud technology, lebih dari itu teknologi akan mempermudah aktivitas keseharian, tentu fungsi optimasi dan otomasi hanya bisa dikerjakan oleh proses komputerisasi modern.
Argumentasi sama pernah dilontarkan oleh John Naisbitt dengan ‘Megatrend’-nya di tahun ‘80-an dan ‘90-an, pola-pola “tradisional” masyarakat suatu saat akan tergantikan dengan kecanggihan teknologi, ia kemudian menyebutkan bahwa globalisasi telah mendekonstruksi alam bawah sadar manusia, sehingga revolusi industri di Eropa abad ketujuh belas tidak lagi disebut sebagai sesuatu yang monumental.
Secara implisit, Naisbitt menyuguhkan kegundahannya terhadap nasib struktur sosial, teknologi bahkan ekonomi. Penyebutan high-tech high-touch, menunjukkan kecemasannya bila suatu saat nanti dominasi teknologi menggantikan peran manusia.
Tidak kalah penting situasi pandemi saat ini untuk melihat aspek critical technology yang justru mempermudah tugas-tugas keseharian yang dilakukan. Hal itu melibatkan dari masyarakat untuk mengikuti perkembangan teknologi, menjadikan pemahaman terhadap teknologi memiliki sisi positif ketimbang sisi negatifnya.
Paparan Klaus Schwab, seorang ekonom kenamaan Jerman, era sekarang kita berhadapan langsung dengan kecanggihan teknologi. Mass technology telah merambah seluruh lini kehidupan.
Pendayagunaan teknologi di era pandemi semakin tinggi. Tentu hal tersebut harus disambut gembira, pada aspek lainnya, masyarakat merasakan ada semacam perbedaan. Mobilitas keseharian yang biasanya dapat dilakukan, kini tampaknya harus dikurangi karena untuk menekan paparan Covid-19. Para pekerja kantor, pendidikan mulai dari level dasar hingga perguruan tinggi, industri penerbangan, pariwisata, retail dan sebagainya merasakan dampak less income luar biasa bahkan sebagian perusahaan menutup usaha dan melakukan pemutusan hubungan kerja, karena ketiadaan mobilitas ekonomi di dalamnya. Belakangan, teknologi menjadi solusi yang tidak terelakkan.
Masyarakat kembali sadar untuk memanfaatkan teknologi untuk membantu aktivitas mereka. Seminar dan rapat tidak lagi terkendala jarak, bahkan untuk menyelenggarakan sekolah dan kuliah, bisa dari mana saja (Work from Anywhere), sehingga dikenal dengan istilah video conference.
Tren e-commerce saat ini juga meningkat, adanya online shop memudahkan masyarakat untuk membeli kebutuhan yang diinginkan. Konsumen cukup membayar lewat virtual account, tunggu beberapa hari, barang akan dikirim sesuai alamat. Produktivitas menjadi alasan di tengah less mobility seperti yang sudah diargumentasikan di atas, tak ayal masyarakat menginginkan kepraktisan di tengah keterbatasan, teknologi VPN (Virtual Private Network) dan VoIP (Voice Over Internet Protocol) mendominasi sebagai suatu model komunikasi nirkabel lintas negara & lintas benua.
Rutinitas Work from Home dalam skala enterprise belakangan menjadi alternatif dengan memanfaatkan kedua teknologi tersebut, mungkin terlihat simpel dan efektif, di balik itu investasi teknologi pasti membutuhkan cost yang tidak murah. Namun demikian, kita sebagai end user cukup diuntungkan di situasi pandemi sekarang karena tinggal memanfaatkan.
Ruang gerak yang agak terbatas ini hendaknya disikapi dengan bijak. Penyesuaian dan adaptasi harus menjadi serangkaian proses untuk meretas kembali kesadaran dalam rangka menumbuhkan etos daya saing ilmu pengetahuan & teknologi.