Pelaku Wisata di Bantul Pasrah, Jika PPKM Darurat Diperpanjang
PPKM Darurat membuat pelaku wisata di kawasan pantai selatan Kabupaten Bantul kelimpungan.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat Coronavirus Disease-2019 (Covid-19) membuat pelaku wisata di kawasan pantai selatan Kabupaten Bantul kelimpungan.
Pelaku usaha seafood terpuruk.
Sebab, objek wisata ditutup dan pintu masuk retribusi dijaga petugas.
Alhasil, pendapatan turun drastis.
Di tengah kondisi yang serba sulit ini, pelaku wisata memilih pasrah.
Apalagi ada informasi pemerintah akan memperpanjang PPKM Darurat hingga akhir Juli.
Baca juga: Terdampak PPKM Darurat, Hotel dan Restoran di Bantul Mati Suri
"Saya sudah dengar (ada rencana) PPKM Darurat akan diperpanjang. Ya, kita pasrah, meski sangat terpuruk," ujar seorang pemilik warung seafood di Pantai Depok, Nunik dihubungi wartawan melalui sambungan telepon, Sabtu (17/7/2021).
Nunik berharap ada kebijakan dari perbankan untuk bisa menunda cicilan hutang.
Sebab, selama diberlakukan PPKM darurat pendapatan turun hampir 99 persen.
Pasalnya, selama pembatasan ini, rumah makan seafood pantai selatan hanya melayani pesanan dari warga yang sedang isolasi mandiri.
Jumlahnya juga tidak banyak, perhari hanya menghabiskan sekira satu kilogram ikan.
"Itupun kita harus mengantarnya sampai ke rumah pemesan," kata Nunik.
Kondisi ini semakin sulit ketika sejumlah jalan utama menuju objek wisata dilakukan penyekatan.
Sehingga warga yang pesan menu seafood, terutama dari kota Yogyakarta, terkendala saat proses pengiriman.
Baca juga: Selama PPKM Darurat, Ada 3 Kafe di Bantul Disegel
Kompensasi
Pemilik Usaha Rumah Makan Seafood di Pantai Depok lainnya, Dardi Nugroho mengatakan, jika akhirnya PPKM darurat diperpanjang hingga akhir Juli, maka pemerintah harus bertanggungjawab dengan memikirkan kompensasi kepada pelaku usaha yang merugi akibat penutupan objek wisata.
Sebab, PPKM Darurat berlangsung selama satu bulan.
Kompensasi tidak harus dalam bentuk uang tunai.
Melainkan bisa penundaan cicilan hutang perbankan karena pendapatan selama ini tidak cukup untuk membayar cicilan.
Hanya sanggup untuk makan dan kebutuhan harian.
Dardi sendiri mengaku sudah dua kali tidak bisa membayar hutang perbankan selama penerapan PPKM Mikro hingga PPKM Darurat.
"Saya sudah dua kali tidak bisa nyicil hutang diperbankan. Sama sekali tidak ada pendapatan. Di sisi lain, anak juga baru masuk sekolah sehingga butuh biaya banyak," kata dia.
Baca juga: Masih Banyak Ditemukan Kafe dan Warung di Bantul yang Melanggar Aturan PPKM Darurat
Jangan Diperpanjang
Kondisi serba sulit juga dirasakan oleh pengusaha resto dan hotel di Kabupaten Bantul.
Mereka kelimpungan dan terpuruk selama penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat coronavirus disease-2019 (Covid-19).
Situasi sulit dan aturan yang ketat, membuat omzet pendapatan resto anjlok bahkan okupansi keterisian kamar hotel juga sangat rendah.
Sementara, pengusaha dituntut berusaha menghidupi karyawan dan mengeluarkan biaya operasional yang tidak murah.
"Hotel dan resto selama PPKM Darurat ini jelas sangat terpuruk. Ibaratnya, semua kegiatan mati suri," kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang, PHRI Bantul Nurman Asmuni.
PHRI Bantul memiliki 75 anggota, dengan anggota aktif sekitar 45 pengusaha yang bergerak di bidang usaha resto dan hotel.
Menurut Nurman, selama PPKM Darurat kondisinya sangat terpukul.
Pengusaha kelimpungan.
Sebab okupansi (keterisian) kamar hotel hanya 0 - 5 persen saja.
Sementara, resto yang dijadikan wisata seperti Numani Resto di jalan Parangtritis, yang Ia kelola pendapatannya nihil.
Selama PPKM Darurat, Ia mengaku mencoba bertahan membuka resto dengan menerapkan protokol kesehatan ketat dan sesuai aturan jam operasional.
Namun tidak ada yang datang karena sejumlah ruas jalan disekat dan objek wisata juga ditutup.
Baca juga: Pemkab Bantul Akan Tegas Berikan Sanksi bagi Pelanggar PPKM Darurat
"Pendapatan 0 persen, karena tidak ada yang jajan," kata dia.
Nurman mengungkapkan, di hari-hari normal, Numani Resto memiliki 52 karyawan.
Namun akibat pandemi, pendapatan merosot drastis, sekarang hanya menyisakan 5 - 6 karyawan saja, lainnya sementara dirumahkan sampai situasi kembali normal.
Di tengah aturan ketat dan situasi sulit, pihaknya mengaku harus tetap membayar biaya operasional seperti listrik secara full.
Tidak ada subsidi.
Beruntung, pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) bisa ditunda sementara dengan membayar denda bunga.
Meskipun omzetnya ambyar, Nurman mengaku masih bersyukur karena karyawan yang bertahan di resto masih bisa diajak kompromi.
Misalnya, soal gaji mau dipending dan sementara belum penuh, karena memang tidak ada pendapatan.
Karena itu, Nurman berharap pemerintah tidak memperpanjang PPKM Darurat.
"Harapannya PPKM Darurat jangan diperpanjang. Harus dikalkulasi dengan matang antara kesehatan dan ekonomi," ujar Nurman.( Tribunjogja.com )