Terdampak PPKM Darurat, Hotel dan Restoran di Bantul Mati Suri
Pelaku wisata, terutama restoran dan hotel di Kabupaten Bantul kelimpungan dan terpuruk selama penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Pelaku wisata, terutama restoran dan hotel di Kabupaten Bantul kelimpungan dan terpuruk selama penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat coronavirus disease-2019 (Covid-19).
Situasi sulit dan aturan yang ketat, membuat omzet pendapatan restoran anjlok bahkan okupansi keterisian kamar hotel juga sangat rendah.
Sementara, pengusaha dituntut berusaha menghidupi karyawan dan mengeluarkan biaya operasional yang tidak murah.
Baca juga: Daftar Instansi dengan Jumlah Pelamar Paling Tinggi dan Paling Sedikit pada Pendaftaran CPNS 2021
"Hotel dan resto selama PPKM darurat ini jelas sangat terpuruk. Ibaratnya, semua kegiatan mati suri," kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang, PHRI Bantul Nurman Asmuni, kepada Tribun Jogja, Sabtu (17/7/2021).
PHRI Bantul memiliki 75 anggota, dengan anggota aktif sekitar 45 pengusaha yang bergerak di bidang usaha resto dan hotel.
Menurut Nurman, selama PPKM darurat kondisinya sangat terpukul. Pengusaha kelimpungan. Sebab okupansi (keterisian) kamar hotel hanya 0 - 5 persen saja.
Sementara, restoran yang dijadikan wisata seperti Numani Resto di jalan Parangtritis, yang ia kelola pendapatannya nihil.
Selama PPKM darurat, Ia mengaku mencoba bertahan membuka restoran dengan menerapkan protokol kesehatan ketat dan sesuai aturan jam operasional.
Namun tidak ada yang datang karena sejumlah ruas jalan disekat dan objek wisata juga ditutup.
"Pendapatan 0 persen, karena tidak ada yang jajan," kata dia.
Nurman mengungkapkan, di hari-hari normal, Numani Resto memiliki 52 karyawan.
Namun akibat pandemi, pendapatan merosot drastis, sekarang hanya menyisakan 5 - 6 karyawan saja.
Lainnnya sementara dirumahkan sampai situasi kembali normal. Di tengah aturan ketat dan situasi sulit, pihaknya mengaku harus tetap membayar biaya operasional seperti listrik secara full.
Tidak ada subsidi. Beruntung, pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) bisa ditunda sementara dengan membayar denda bunga.
Meskipun omzetnya ambyar, Nurman mengaku masih bersyukur karena karyawan yang bertahan di resto masih bisa diajak kompromi.