Kisah Inspiratif

Cerita Ayah DW Mendengar Sang Anak Jadi Korban Pengeroyokan, Tidak Bisa Tidur Sejak Dini Hari

Suparjiman menangis sejadi-jadinya, tersesak ternyata anak bungsu kesayangannya betul-betul telah tiada.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Ardhike Indah
Kedatangan jenazah DW ke rumah duka di area Jalan Bantul, Mantrijeron, Kota Yogyakarta, Kamis (3/6/2021) sekitar pukul 15.45 WIB. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Mata Suparjiman menatap nanar ke gang di ujung rumahnya, menunggu DW sang putra bungsu kembali, Kamis (3/6/2021).

Sejak pukul 02.00 WIB, Suparjiman tidak bisa tidur nyenyak.

Ia mendadak gelisah ketika ada seseorang yang mengetuk pintu rumahnya.

Akibat ketukan tersebut, tubuhnya terjaga, tidak mampu kembali beristirahat di kamar, meski sebenarnya dia mengantuk.

“Rumah saya diketuk seseorang sekitar jam 02.00 dini hari tadi. Orang itu mencari kakaknya DW. Terus saya keluar dan saya dengarkan apa saja percakapan mereka,” bukanya kepada Tribunjogja.com di kediaman sebelum kedatangan jenazah DW.

Baca juga: Ini Lokasi Pengeroyokan DW Pemuda Asal Kota Yogyakarta yang Meninggal di TKP

Dini hari yang dingin, banyak teman DW berkumpul di depan rumah.

Mereka cukup berisik membicarakan tentang DW yang menjadi korban pengeroyokan.

Tidak disangka, ketukan tersebut adalah pertanda bahwa DW telah tiada.

Dia telah meninggal dunia di Jalan Ki Amri Yahya, dikeroyok sejumlah orang tidak dikenal.

Hati Suparjiman miris mendengarnya.

Dia bisa menahan tangis, meski tidak kuasa menitikkan air dari mata.

"Saya dengarkan saja itu pembicaraan mereka. Ternyata ada kejadian pengeroyokan," ujarnya lirih.

Kakak DW nomor dua pun bergegas ke RS Bhayangkara, memastikan kondisi sang adik yang telah menghembuskan nafas terakhir.

Suparjiman dan istri, serta anak pertamanya memilih di rumah yang terletak di Jalan Bantul, Gang Windudipura, Gedongkiwo, Mantrijeron, Kota Yogyakarta.

Baca juga: Polisi Kantongi Identitas Pelaku Pengeroyokan Remaja di Yogyakarta, Diduga Ada Motif Dendam Lama

Mereka menunggu kabar dari anak kedua mengenai kondisi DW.

Selama berbincang dengan Tribunjogja.com, pikiran Suparjiman tampak kosong.

Matanya yang memandang jauh kemudian menatap ke tanah.

Dia terlihat masih belum lega jika belum melihat jenazah si anak.

Tamu-tamu berdatangan tak henti-henti sejak pukul 10.00 WIB pagi.

Sebagian dari mereka adalah teman main DW dan adapula warga sekitar yang turut prihatin dengan kepergian pemuda itu.

Mereka memadati gang menuju rumah DW, menunggu kedatangan jenazah sahabat mereka yang ternyata baru bisa diantar kembali ke keluarga pukul 15.45 WIB.

Para tamu itu juga menyempatkan menemui Suparjiman, mengucapkan bela sungkawa sedalam-dalamnya.

Mereka memahami, pasti orang tua DW merasa terpukul dengan kepergian mendadaknya.

Baca juga: DW, Korban Pengeroyokan yang Tewas Dini Hari Tadi Dikenal Punya Solidaritas Pertemanan yang Tinggi

DW, anak bungsu Suparjiman kelahiran 1999 itu memang tidak pamit ketika ia pergi menjelang tengah malam.

Padahal, Suparjiman selalu berpesan kepada DW agar tidak tidur terlalu larut lantaran masih harus bekerja di pagi hari.

"Dia baru bekerja belum ada satu tahun, jadi perbaikan AC. Setelah lulus tahun lalu, dia kerja. Saya sudah pesan jangan tidur malam-malam. Saya tidak tahu kalau dia pergi saat itu,” tambahnya.

Di rumah, DW selalu tidur sekitar pukul 00.00 WIB, mengantisipasi agar tidak telat bekerja.

Namun entah mengapa, di hari dimana dirinya meregang nyawa, DW justru masih mengobrol dengan teman-temannya hingga larut.

Dia memilih untuk menunda tidur dan membantu teman-temannya yang terkena masalah.

“Tidak pernah, anak saya tidak pernah ikut genk ataupun terlibat kekerasan seperti itu. Ini saya juga bingung kenapa dia berani maju. Bukan dia yang punya masalah,” ucapnya lagi.

Baca juga: KRONOLOGI Pengeroyokan Remaja di Dekat Jogja National Museum, Polisi Temukan Ini di TKP

KEMBALI

Jenazah DW yang ditunggu-tunggu pun datang.

Tepat pukul 15.45 WIB, tubuhnya yang terbujur kaku itu dibawa oleh ambulans dan langsung diserahkan pihak keluarga.

Suparjiman menangis sejadi-jadinya, tersesak ternyata anak bungsu kesayangannya betul-betul telah tiada.

Di samping jenazah DW yang diturunkan dari ambulans, pria berambut putih itu berteriak tersedu.

Dia tidak mendekat untuk melihat dan memilih menyaksikan anaknya dimasukkan ke keranda berwarna hijau dari kejauhan.

Suparjiman yang tabah menyalami semua pelayat tampak lunglai, dibopong oleh tetangganya.

“Dia sering menawari saya makanan. Dia takut kalau saya tidak makan,” katanya, saat masih berbincang dengan Tribunjogja.com.

Meski terlihat lemah, Suparjiman tidak mau berdiam diri di rumah.

Dia pun mengantarkan sang anak bungsu ke tempat peristirahatan terakhir yang terletak tak jauh dari rumah. ( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved