Wawancara Eksklusif

Wawancara Eksklusif: Ketua DPRD Kota Yogyakarta Danang Rudiyatmoko Dorong Pemanfaatan BTT

Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Danang Rudiyatmoko lantas menyampaikan masukan, sekaligus desakan pada kalangan eksekutif, demi perbaikan sistem

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA/ Azka Ramadhan
Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Danang Rudiatmoko 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pandemi Covid-19 telah melanda seluruh penjuru tanah air, termasuk Kota Yogyakarta, lebih dari satu tahun lamanya.

Dampak yang ditimbulkan pun begitu besar, bagi kehidupan warga. Namun, langkah penanganan dari Pemkot Yogyakarta dinilai masih belum total.

Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Danang Rudiyatmoko lantas menyampaikan masukan, sekaligus desakan pada kalangan eksekutif, demi perbaikan sistem penanggulangan corona.

Berikut ini, hasil wawancara Reporter Tribun Jogja Azka Ramadhan dengan politisi Partai Demokrasi Indonesa (PDI) Perjuangan itu.

Baca juga: Wawancara Eksklusif: Jelang Arus Mudik Lebaran di Yogyakarta International Airport (YIA)

Sejauh ini langkah apa yang sudah dilakukan oleh legiatif dalam penanganan Covid-19 di Kota Yogyakarta?

Sejak awal tahun lalu kita sudah bentuk lagi Pansus (Panitia Khusus) Pengawasan Penanganan Covid-19 dan Pelaksanaan Vaksinasi. Kami senantiasa mendorong gugus tugas, atau satgas, dalam melaksanakan tugas pentingnya.

Bagaimana pandangan legislatif soal penggunaan anggaran di Pemkot untuk penanganan Covid-19 sejauh ini?

Tahun anggaran 2021 kita anggarakan Biaya Tidak Terduga (BTT) Rp13 miliar. Tapi, saya tidak tahu sampai sejauh mana pemanfaatannya. Kalau anggaran dicantolkan di kegiatan rutin, atau di OPD, saya yakin pasti jadi persoalan.

BTT ada Rp 13 miliar. Kalau dimanfaatkan untuk enam bulan saja, sampai perubahan (anggaran), dan itu habis, berarti setiap bulannya keluar sekitar Rp 2 miliar. Sudah sangat banyak. Kalau itu benar-benar habis, ya kita tinggal berhitung lagi di perubahan, pakai skenario lain.

Apa saja dampak yang ditimbulkan dari kurang maksimalnya pemanfaatan BTT oleh Pemkot Yogyakarta itu?

Jaminan hidup untuk warga yang isolasi mandiri saja sampai terbengkalai, terkendala karena anggaranya di Dinas Sosial sudah habis. Pemkot tidak memakai BTT, untuk program bantuan permakanan, padahal aturannya sudah jelas. Makanya, tidak usah menunggu perubahan lah.

Terus, suporting untuk posko di wilayah juga sangat kurang. Sekarang coba dilihat di lapangan, bagaimana kondisinya? Padahal, mereka ini ujung tombak di PPKM Mikro. Kalau pengen mengontrol masyarakat, ya harus ada solusi. Kerahkan suporting untuk posko di wilayah itu.

Budaya gotong royong yang terbangun dengan baik antar warga di Kota Yogyakarta disebut dapat mengatasi kendala tersebut. Bagaimana menurut legislatif?

Memang harus diakui, gotong royong masyarakat di Kota Yogyakarta luar biasa. Harus diapresiasi itu, masyarakat kita masih sangat mempedulikan kegotongroyongan. Tapi, saya rasa belum disambut baik sama pemerintah.

Ya, Pemkot harus terbuka, wong anggarannya kita punya kok. Gotong royong masyarakat itu harus disambut baik. Itu tidak sulit, tinggal supporting saja (ke wilayah). Kalau memang serius, BTT Rp13 miliar dapat dimaksimalkan.

Pemkot Yogyakarta sudah menempuh berbagai upaya, tapi  kasus Covid-19 sampai sejauh ini belum menurun signifikan. Menurut pandangan legislatif, kendalanya apa?

Masyarakat pasti jenuh, sudah 14 bulan kondisinya seperti ini. Nah, itu mengakibatkan keteledoran, atau menurunnya tingkat kewaspadaan. Sejatinya formula yang diterapkan sudah tepat, tapi ada faktor kejenuhan itu.

Kemudian, tidak ada edukasi secara masif yang menyatakan bahwasanya vaksin bukan obat. Padahal, itu kan hanya untuk pencegahan saja, supaya tidak mudah terpapar lah istilahnya. Makanya, banyak yang mentang-mentang sudah divaksin terus santai, mengabaikan protokol kesehatan.

Sehingga, sampai hari ini, zona risiko di Kota Yogyakarta masih dominan merah dan oranye. Jangankan hijau, kuning pun jarang. Itu harus jadi perhatian Pemkot.

Baca juga: Penggunaan QRIS di Pasar Lebaran 2021 di SCH Mudahkan Pengunjung Beli Produk UMKM

Namun, dengan kondisi seperti itu Pemkot Yogyakarta tetap berencana memulai pembelajaran tatap muka pada tahun ajaran baru ini. Apakah legislatif mendukung?

Guru-guru memang sudah divaksin, tapi adik-adik kita yang usianya di bawah 18 tahun apakah sudah divaksin juga? Apa yang menjadi tanggung jawab Pemkot ini jauh lebih berat, karena mencakup murid tingkat SD dan SMP.

Kalau sekarang dilakukan uji coba dulu, secara terbatas, ya oke saja. Lagipula, baru 10 sekolah yang menjalankannya. Namun, kalau secara penuh, saya menyatakan, dengan kondisi seperti sekarang ini, lebih baik ditunda.

Ketika target pembelajaran gagal tercapai melalui skema daring, apa yang harus dilakukan oleh Pemkot?

Butuh inovasi dari Dinas Pendidikan. Kalau memang sekolah daring tidak mampu mencapai target pembelajaran, ya cari inovasi, tidak terus memaksakan tatap muka. Jadi, inovasi yang harus didorong, untuk dekati target. (aka)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved