Tim Pansus DPRD DIY Temukan Enam Persoalan Pertambangan di wilayah DI Yogyakarta
Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY masih menemukan pengusaha tambang yang tidak sepenuhnya menjalankan aturan
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY masih menemukan pengusaha tambang yang tidak sepenuhnya menjalankan aturan pertambangan di wilayah DIY.
Para anggota legislatif pun kini membentuk tim Panitia Khusus (Pansus) yang melakukan pengawasan pelaksanaan pertambangan sesuai peraturan daerah (perda) yang berlaku.
Pengawasan itu dilakukan supaya Perda DIY Nomor 1 Tahun 2018 tentang pengelolaan usaha pertambangan mineral logam, mineral bukan logam dan batuan di wilayah DIY itu benar-benar diterapkan.
Hasil kerja tim pansus itu berdasarkan pengawasan existing usaha pertambangan di DIY; 118 IUP-OP, 28 IUP Khusus, 117 IUP Eksplorasi dan 75 IPR.
Baca juga: Terlewat Sholat Dhuha di Pagi Hari? Ini Batas Waktu Pelaksanaan Salat Dhuha Disertai Keutamaannya
Dari rapat kerja yang dilakukan oleh tim Pansus, mereka menemukan persoalan klasik yang hingga saat ini belum diselesaikan di antaranya, masih dijumpainya Penambangan Tanpa Izin (PETI)
Kedua, masih terjadi penyimpangan operasional tambang seperti daya muat yang melebihi kapasitas.
Ketiga, pemanfaatan alat pertambangan yang tidak sesusi dengan rekomtek/izin yang diberikan.
Keempat, penyimpangan pelaksanaan kerjasama operasi.
Kelima, reklamasi pasca tambang dan penanganan ekses pertambangan terhadap Lingkungan Hidup belum optimal.
Keenam, pelaksanaan pengembangan pemberdayaan masyarakat yang belum optimal.
"Beberapa temuan Inspektur Tambang terkait enam aspek teknis pertambangan belum sepenuhnya ditindaklanjuti," kata Ketua Pansus Pengawasan Pertambangan DIY, Arif Setiadi kepada Tribun Jogja, Rabu (7/4/2021)
Dari beberapa temuan tersebut, Pansus menyarankan agar eksekutif bisa menangani dengan baik.
"Terhadap persoalan persoalan pertambangan di DIY, Pemda harus lebih sigap bertindak agar tidak berlarut larut" imbuhnya.
Masih kata Arif, persoalan Pertambangan menjadi semakin komplek dengan terbitnya UU Nomer 3 tahun 2020, dimana kewenangan pertambangan ditarik ke pemerintah pusat, dengan masa transisi bagi Pemda sampai dengan 10 Desember 2020 yang lalu.
Sementara sampai dengan batas akhir masa transisi tersebut, Peraturan Pemerintah ataupun Peraturan Presiden belum terbit, sehingga tidak ada kejelasan pendelegasian wewenang dari Pusat kepada Gubernur dalam pengelolaan usaha pertambangan.
Terkait hal ini, Pansus mendorong Pemda untuk proaktif berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat, sehingga ada kejelasan penanganan usaha pertambangan, baik dari sisi perizinan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan maupun evaluasinya.
"Pemda harus proaktif koordinasi dengan Pusat, bagaimana kejelasan wewenang pengelolaan usaha pertambangan yang ada. Bahkan perlu disampaikan persoalan-persoalan sekarang yang dihadapi dan seperti apa solusinya, sehingga bisa jadi bahan yang diatur dalam PP ataupun Perpres" tegas Wakil Ketua Fraksi PAN DPRD DIY ini.
Pansus berharap pengelolaan usaha pertambangan di DIY berjalan dengan baik; dapat meningkatkan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Terkait persoalan-persoalan pertambangan yang ada, dilakukan langkah-langkah penanggulangannya dengan serius, sehingga dapat teratasi dengan baik.
Menanggapi hal ini, Kasi Pertambangan Mineral, Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (PUP ESDM) DIY Pujo Krisnanto mengatakan, saat ini pihaknya baru akan berkoordinasi dengan para pimpinan untuk menindak lanjuti temuan dari inspektur pertambangan dan tim Pansus DPRD DIY.
Baca juga: Vaksinasi COVID-19 di Klaten Tetap Jalan Saat Bulan Ramadan, Ini Pertimbangan Dinkes
Namun, ia menyampaikan untuk total luasan lahan pertambangan di DIY mencapai 50.274 hektare.
Dengan yang sudah terdapat izin pertambangan mencapai 7,7 persen dari total lahan pertambangan produktif.
Sementara 2.997 hektare termasuk kawasan IUP milik pemerintah pusat yang dulunya berupa kontrak padat karya.
Namun demikian, pada kenyataannya masih ditemui perusahaan penambang yang lari dari tanggung jawab untuk melakukan reklamasi setelah produksi dilakukan.
"Ya ini menjadi persoalan. Akan kami koordinasikam dengan pimpinan dulu," jelas dia. (hda)