Fleksibilitas Riset Jadi Kunci Keberhasilan GeNose C19 UGM
Di UGM, fleksibilitas itu salah satunya ditunjukkan oleh para peneliti GeNose C19. Dr Dian K Nurputra selaku Co-inventor GeNose C19 menjelaskan
Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Kurniatul Hidayah
Alat dan kecerdasan buatan itu lantas melewati uji diagnostik yang dilakukan oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan dan Dirjen Farmalkes..
Baca juga: Menristek Sebut Riset Sains Kala Pandemi Harus Lebih Fleksibel dan Cepat
Uji diagnostik pra-pemasaran melibatkan 2.200 sampel, sedangkan pada pascapemasaran peneliti mendapatkan hampir 3.000 sampel. “Secara keseluruhan, kami telah melakukan pengujian terhadap sekitar enam ribu sampel napas,” jelas Dian.
Selain terus mengingatkan ke para operator bahwa Standard Operating Procedure (SOP) yang tercantum pada buku manual GeNose C19 harus ditaati, pengembangan terus dilakukan oleh Dian dan timnya.
Mereka juga memperbarui kemampuan GeNose C19 dengan menambahkan fitur analisis lingkungan, supaya pengguna mengoperasikan alat ini di tempat dengan lingkungan yang tepat. Perangkat lunak kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) juga akan terus diperbarui. Apabila operator tidak memperbarui, dalam dua minggu perangkat lunak yang lama tidak dapat digunakan.
Kini, GeNose C19 tengah berada pada fase validasi eksternal, yakni uji pascapemasaran oleh tim independen dari RS Sardjito, RS Akademik, Balitbangkes, Universitas Indonesia, dan Universitas Andalas.
Dr Ines Atmosukarto, peneliti John Curtin School of Medical Research, Australian National University selaku moderator dalam diskusi tersebut menambahkan, terkadang peneliti bersembunyi dibalik alasan paten untuk tidak transparan terkait penelitiannya. (uti)