Surat Somasi Untuk Gubernur DIY Tak Direspon, ARDY Datangi Ombudsman RI

Lantaran surat somasi yang ditujukan kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X sejak 19 Januari 2021 lalu tak mendapat tanggapan

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA/ Miftahul Huda
Suasana audiensi ARDY dengan Ombudsman RI dalam upaya memprotes Pergub tentang pengendalian berpendapat di muka umum, Rabu (27/1/2021) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Lantaran surat somasi yang ditujukan kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X sejak 19 Januari 2021 lalu tak mendapat tanggapan, Rabu (27/1/2021) siang beberapa aktivis Aliansi Rakyat Untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY) mendatangi kantor Ombudsman RI perwakilan DIY.

Kedatangan mereka ke Ombudsman tersebut untuk mengadu atas adanya dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Gubernur DIY melalui Peraturan Gubernur (Pergub) tentang pengendalian pelaksanaan pendapat di muka umum pada ruang terbuka.

Dalam pergub tersebut, terdapat pelarangan penyampaian pendapat di tempat-tempat tertentu di antaranya Istana Negara Gedung Agung, Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Keraton Kadipaten Pakualaman, Kotagede dan Malioboro.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) sekaligus perwakilan ARDY Yogi Zul Fadli mengatakan, dalam penyusunan Pergub tersebut Gubernur DIY tidak melaksanakan kajian publik seperti penyusunan pergub lainnya yakni tentang kebijakan New Normal.

Baca juga: Sebanyak 5.480 Dosis Vaksin Sinovac Telah Diterima Pemkab Kulon Progo

Baca juga: Arya Saloka Pernah Sakit Hati dan Kecewa Sebelum Membintangi Sinetron Ikatan Cinta, Ini Sebabnya

Oleh karena itu, dirinya meminta keterbukaan undang-undang harus memberikan norma khusus yang mengatur masyarakat memberikan hak bersuara.

"Mestinya itu diberikan fasilitas oleh pemerintah. Bahkan dalam aturan Kemendagri setiap rancangan peraturan baik itu Gubernur maupun Bupati/Walikota harus bisa diakses dengan mudah," katanya, saat ditemui di kantor Ombudsman, Rabu (27/1/2021).

Sementara dalam penyusunan Pergub tentang pengendalian berpendapat ini dinilai oleh Yogi, Sri Sultan tidak mempublikasikan ke masyarakat.

Yogi juga menilai bahwa Sri Sultan cenderung tertutup dalam menyusun pergub tentang pengendalian pendapat tersebut.

"Gubernur cenderung tertutup dalam menerbitkan pergub ini," tegas dia.

Selain itu, Yogi menilai bahwa Gubernur DIY telah mengabaikan azas partisipatif dan keterbukaan.

"Saat penyusunan pergub new normal itu ada uji publik. Kenapa dalam pergub ini tidak ada. Dalam konteks ini Gubernur melanggar azas penyelenggaraan dan azas partisipatif juga keterbukaan," imbuh Yogi.

Ia juga menilai bahwa Gubernur DIY tidak paham hukum, lantaran arahan dari Sri Sultan yang mempersilakan ARDY untuk melakukan gugatan keberatan Pergub tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), sementara arah gugatan tersebut seharusnya diujikan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Karena menurutnya, apabila bertumpu pada pasal 1 ayat 9 Undang-Undang Nomor 51/2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, keputusan tata usaha negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

"Artinya, keputusan tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. Tindakan tata usaha negara dalam menyatakan kehendaknya dengan maksud terjadi perubahan dalam lapangan hukum publik yang bersifat umum, seharusnya dituangkan dalam bentuk peratur," tegasnya.

Pihaknya berharap agar Ombudsman DIY melakukan investigasi terkait dugaan maladministrasi tersebut.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved