Pengungsi Gunung Merapi
Cerita 81 Hari di Pengungsian Gunung Merapi Sleman, Mbah Ngatmosurip Sumringah Kembali ke Rumah
“Nyambut damel, sak damel-damele, ngarit, nggolek kayu (kerja seadanya, cari rumput, cari kayu),” cerita Mbah Ngatmosurip tentang aktivitas
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Dari kejauhan, Mbah Ngatmosurip (75) berjalan dengan santai.
Gerak tubuhnya memperlihatkan rasa senang yang membuncah.
Ia membawa sepiring nasi dengan tangan kanannya.
Sementara, tangan kirinya melambai ke pengungsi lain.
Terlihat senyum tersungging di bibirnya dan pancaran harapan di matanya.
Ia pun bergegas mendatangi para pengungsi yang menjawab lambaiannya.
Ternyata, sepiring nasi yang ia bawa itu merupakan simbol berkah ia dan pengungsi lain diperbolehkan pulang.
Baca juga: BREAKING NEWS: Isolasi Sejak Jumat, Wabup Bantul Abdul Halim Muslih Dinyatakan Positif COVID-19
Baca juga: Kisah Diara, Keturunan Sri Sultan HB VII, Penari Termuda Tarian Bedhaya Tirtahayuningrat di Keraton
“Kenduren, kenduren,” kata Mbah Ngatmosurip sembari menyodorkan sepiring nasi itu ke sesama pengungsi di Balai Desa Glagaharjo, Kapanewon Cangkringan, Sleman.
Pengungsi yang melihat pun berupaya mengambil nasi berkat tersebut, meski hanya sejumput tangan.
Setelah mengambil, sedikit demi sedikit mereka mengunyah nasi itu.
Mata mereka memandang jauh, melihat ke arah mobil-mobil yang sudah siap membawa mereka kembali ke rumah.
Wajah bahagia memang tidak bisa disembunyikan oleh mereka, termasuk Mbah Ngatmosurip yang semangat berbagi nasi berkat.
“Wah, kulo seneng bali ting omahe dewe (saya senang pulang ke rumah sendiri),” ujar Mbah Ngatmosurip kepada Tribun Jogja, Selasa (26/1/2021).
Matanya berbinar, hampir mengeluarkan air mata namun tertahan.
Ia mengenakan pakaian dengan motif hitam putih berpadu dengan hijabnya berwarna oranye.
Masker yang ia gunakan seringkali diturunkan agar bisa bernapas lebih lega.
Selesai membagikan nasi berkat, Mbah Ngatmosurip bergegas kembali ke barak pengungsian untuk mengambil barang-barangnya.
Barang tersebut berupa pakaian, selimut tebal, bantal dan sapu kelut, sudah ia jadikan satu agar tidak ketinggalan.
“Nggih ting mriki seger, penak (Iya, di sini segar dan enak),” tambahnya sembari tersenyum lebar.
Sesekali, ia terlihat mengobrol dengan para pengungsi, membicarakan banyak hal mengusir kebosanan sembari menunggu waktu mereka diperbolehkan pulang.
Minyak urut yang menjadi andalannya menghangatkan tubuh tak pernah lepas dari tangannya, meski tidak ia baluri di kulit.
Minyak itu hanya dia hirup agar hidungnya tidak terasa dingin.
“Nggih ting penak ning daleme piyambak (tapi ya enak di rumah sendiri),” kata Mbah Ngatmosurip lagi yang juga ingin bermain dengan cucu-cucunya secara leluasa.
Warga Kalitengah Lor itu memang tidak bisa meninggalkan pekerjaan di rumah.
Setiap hari, ia ikut rombongan untuk pulang pergi ke rumahnya.
Baca juga: Berikut Sinopsis Sinetron Ikatan Cinta Malam Ini, Elsa dan Mama Sarah Panik?
Baca juga: Kabar AC Milan, Fikayo Tomori Butuh Waktu, Kata Stefano Pioli
Di waktu pagi, sekitar pukul 05.30, Mbah Ngatmosurip sudah siap untuk mengarit di rumahnya.
Baru kemudian, pukul 15.00, ia kembali ke pengungsian.
“Nyambut damel, sak damel-damele, ngarit, nggolek kayu (kerja seadanya, cari rumput, cari kayu),” cerita Mbah Ngatmosurip tentang aktivitas dirinya sehari-hari.
Tak banyak kata terucap lagi dari bibir Mbah Ngatmosurip.
Doanya hanya satu, semua bisa lancar dan selamat, menginga erupsi Gunung Merapi juga belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
“Minuwun mboten enten nopo-nopo, kajenge aman sedanten, ngoten (Semoga tidak ada apa-apa, aman semua, begitu),” tandasnya. (ard)