Kisah Inspiratif

Survive Garage, Ruang Kolektif yang Menampung Ekspresi Seniman Muda

Survive! Garage merupakan sebuah rumah yang dijadikan ruang kolektif, di mana siapapun yang senang dengan kesenian bisa berpartisipasi di sana.

Penulis: Taufiq Syarifudin | Editor: Gaya Lufityanti
Dokumentasi Survive Garage
Kegiatan loka karya Artcycle di Survive Garage. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sebuah jalan di Nitiprayan yang tak terlalu ramai dilewati kendaraan, di sana terletak rumah dengan mural di sepanjang dindingnya.

Survive! Garage, sebuah komunitas seni, begitu seniman di Yogyakarta mengenalnya.

Sebuah rumah yang dijadikan ruang kolektif, di mana siapapun yang senang dengan kesenian bisa berpartisipasi di sana.

Sang penggagas, Bayu Widodo sedang bersantai sambil meminum kopi yang didampingi oleh sale pisang saat ditemui Tribunjogja.com.

Bersama istrinya Fitri DK menyapa hangat bagi siapa saja yang melewati pintu depan rumahnya.

Baca juga: Bermodal Tisu, Karya Gambar Perupa Wanita Asal Gunungkidul Ini Tembus Pameran Nasional

Nama Survive! muncul ketika Bayu masih di bangku kuliah, tahun 2006, saat itu di Festival Kesenian Yogyakarta (FKY), ia dan teman-temannya berkolaborasi dalam sebuah pameran, lalu beberapa karya dapat dijual, seperti dompet, kaos, tato, dan beberapa cenderamata.

Tanpa disangka, banyak kolektor seni yang tertarik karya dari pameran tersebut.

Akhirnya munculah sebuah gagasan mendirikan sebuah ruang untuk seniman di mana mereka bisa berpameran.

Selepas lulus dari Seni Lukis Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta pada tahun 2008, pada tahun selanjutnya Bayu mengontrak sebuah rumah di kawasan Bugisan, tidak jauh dari SMSR Yogyakarta.

Di sanalah Survive! Garage lahir, di ruangan garasi berukuran 3x3 meter, dengan pertama kalinya pameran seni dimulai.

"Tahun 2009 tidak banyak ruang yang mengakomodasi seniman muda untuk pameran, display karya, diskusi, berkolaborasi, lahirlah Survive!," kata Bayu menerangkan.

Baca juga: Hebat, Seniman Berusia 84 Tahun Ini Masih Rajin Berkarya, Bakal Bikin Patung Setinggi 7 Meter

Usaha yang dibangun Bayu itu, sebagai aksinya dalam berkontribusi  menampung segala ekspresi kesenian dari anak-anak muda.

Hal ini dibuktikan dengan program-program yang digagasnya.

Mulai dari pameran seni, loka karya, diskusi, dan beberapa proyek kolaborasi dengan seniman maupun dengan warga sekitar di Yogyakarta.

Bayu kembali bercerita soal kolaborasi yang paling berkesan baginya.

Tahun 2017, Survive yang bekerja sama dengan seorang seniman dari Brasil melakukan pemetaan wilayah di kawasan Sosrokusuman, tidak jauh dari Malioboro.

Pada prosesnya, mereka melihat bahwa keresahan yang dirasakan warga Sosrokusuman waktu itu sama dengan kasus yang berada di sebuah kawasan di Brasil.

Ruang hidup dan publik semakin sempit.

Selama tiga bulan pertama mereka mendekati warga untuk mencari tahu cerita-cerita di balik keresahan itu, hingga akhirnya munculah satu tema besar "Dongeng Tanah".

Baca juga: Seniman Gunungkidul Melukis Bersama Sembari Menanti Hasil Penghitungan Suara Pilkada 2020

Sebuah tema yang membicara ruang publik yang semakin tergerus oleh pembangunan hotel, dan kepentingan lainnya.

Pada tiga bulan terakhir, Survive! dan warga menampilkan ekspresi itu lewat media kesenian, mulai dari lukisan, puisi, musik, hingga mural pada dinding-dinding rumah.

Proses kreatif itu juga sempat ditampilkan pada perhelatan Bienale Jogja tahun 2017. 

"Waktu itu warga yang tergabung, ikut datang semua liat pamerannya di JNM," kenang Bayu tiga tahun silam.

Pada prinsipnya, nilai-nilai yang ingin disebar luaskan oleh Survive! adalah seseorang bisa meyakini apa yang telah menjadi pilihan dalam hidupnya.

"kita yakin dengan pilihan itu dan bertahan, ya hidupi pilihan itu, mau jadi pelukis, desainer, pematung, apapun," tegasnya.

Baca juga: Film Dongeng Kala Pandemi: Ayun-Ayun Negeri, Upaya KPK Gandeng Seniman 

Semangat itu juga dibuktikan oleh Survive!, bagaimana selama 12 tahun ini masih tetap eksis.

Tentu ada usaha di balik semua itu, setiap orang di sana bertanggung jawab untuk menghidupi.

Caranya, ada beberapa program seperti pembuatan cenderamata akan masuk ke artshop, nantinya akan dijual ke khalayak, sebagiannya akan disisihkan untuk biaya akomodasi.

Berselang beberapa lama, kopi yang diseduh Bayu mulai dingin, dan pekatnya sudah mulai terliha berkurang. Hujan yang sedari tadi menemani kian reda.

Pria asli Sumatra itu menyampaikan, jika Survive! memiliki semangat untuk lebih dekat dengan masyarakat, dalam isu-isu sosial, lingkungan, kemanusiaan.

Lewat karya seni, Bayu ingin semua ekspresi itu dapat tercurahkan.( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved