Datangi DPRD DI Yogyakarta, MPBI DIY Minta Pemerintah Sediakan Perumahan Buruh Bersubsidi

Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DPD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
Tribun Jogja/ Yosef Leon
MPBI DIY saat menggelar pernyataan sikap terkait rencana pengesahan RUU Cipta Kerja Omnibus Law, Senin (13/7/2020) 

Irsyad menambahkan, selain hal itu dirinya juga memaparkan hasil statistik perusahaan besar-sedang di DIY berkaitan dengan laba kotor perusahaan yang ada di DIY.

Berdasarkan data yang dimiliki, ia menyebut pada tahun 2016 laba kotor perusahaan di DIY sebesar Rp8,284 triliun. Sementara untuk tahun 2017 sebesar Rp7,664 triliun, dan pada 2019 naik menjadi Rp9,447 triliun.

Irsyad juga memaparkan data produktivitas buruh di DIY pada tahun 2016 sebesar Rp 24,854 juta, pada tahun 2017 sebesar Rp 22,010 juta, dan 2019 sebesar Rp 24,734 juta.

Dari data tersebut Irsyad menyimpulkan beberapa hal di antaranya, ia menganggap perusahaan di DIY selalu untung dari tahun ke tahun, disatu sisi ia menganggap produktivitas buruh selalu meningkat setiap tahunnya.

"Tapi pekerja atau buruh selalu mengalami defisit ekonomi, karena upah tidak memenuhi KHL," ujarnya.

Hal lainnya, ia menyimpulkan jika terjadi eksploitasi ekonomi terhadap para buruh, sehingga kemiskinan dan ketimpangan di DIY sangat tinggi.

Anggapan itu diperkuat olehnya lantaran hasil survei mandiri yang dilakukan oleh serikat pekerja menunjukan untuk UMK di Kota Yogyakarta di 2020 sebesar Rp 2.040.000.

Namun, survei KHL mandiri yang dilakukan tembus di angka Rp 3.356.521.

"Sehingga jelas defisitnya untuk UMK 2020 kemarin sekitar Rp 1,352 juta," terang dia.

Baca juga: Peringatan BMKG : Selasa Besok, Waspadai Potensi Cuaca Ekstrem di Sejumlah Wilayah Berikut Ini

Baca juga: Gojek dan Pemkot Yogyakarta Bersinergi Tingkatkan Perekonomian Pedagang Pasar

Baca juga: Play Store Hapus Aplikasi Android Berupa Game Untuk Anak Anak Yang Diduga Berbahaya

Sebagai jalan keluar, Isryad menegaskan perlu adanya perbaikan upah dengan cara menambah komponen KHL, tidak menggunakan PP 78/2015 untuk merumuskan upah minimum, serta memperhatikan pendapatan di luar upah dengan cara kepemilikan saham perusahaan, pembangunan UMKM pekerja dan lain-lain.

Irsyad juga mendesak agar pemerintah segera mengupayakan perumahan untuk buruh. Desakan tersebut berlaku mengingat saat ini, harga rumah semakin tinggi sementara pendapatan buruh masih belum mencukupi.

Adanya perumahan khusus para buruh diharapkan pekerja atau buruh mendapat keringanan berupa angsuran tidak lebih dari 30 persen dari nilai UMK di DIY.

"Serta harus melibatkan serikat pekerja untuk pengelolaanya. Dan keringanan angsuran tentunya," tegas Irsyad.(hda)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved