Datangi DPRD DI Yogyakarta, MPBI DIY Minta Pemerintah Sediakan Perumahan Buruh Bersubsidi

Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DPD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
Tribun Jogja/ Yosef Leon
MPBI DIY saat menggelar pernyataan sikap terkait rencana pengesahan RUU Cipta Kerja Omnibus Law, Senin (13/7/2020) 

Laporan Reporter Tribun Jogja Miftahul Huda

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DPD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY untuk melakukan audiensi, Senin (26/10/2020).

Mereka membawa enam tuntutan diantaranya mendesak agar pemerintah mencabut UU Cipta Kerja sebelum 28 Oktober 2020.

Kedua, para serikat pekerja mendesak agar pemerintah mencabut Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Tuntutan ketiga, mereka menolak Peraturan Pemerintah (PP) 75/2015 tentang pengupahan, serta keempat para serikat pekerja mendesak agar penetapan upah harus sesuai KHL.

Baca juga: Promo Resto Hari Ini: HokBen, Yoshinoya, McD dan KFC

Baca juga: Bioskop Empire XXI Yogyakarta Kembali Dibuka Per Hari Ini

Baca juga: Meski Dibuat Klenger! Gaethje Lakukan Ini Saat Khabib Nurmagomedov Menangis

Tuntutan ke lima, mereka meminta adanya bantuan langsung tunai (BLT) kepada buruh tanpa adanya diskriminasi sesuai UMP.

Sementara tuntutan keenam mereka meminta adanya pembangunan perumahan atau rumah susun untuk pekerja atau buruh yang berserikat dan masih aktif.

Perwakilan MPBI DIY, Irsyad Ade Irawan mengatakan kemiskinan menjadi problem klasik DIY.

Dari data yang dihimpun oleh MPBI Jumlah penduduk miskin di DIY pada Maret 2020 sebanyak 475,72 ribu orang, bertambah 34,63 ribu orang terhadap September 2018 dan bertambah 27,25 ribu orang terhadap Maret 2019.

Sementara berdasarkan hasil Susenas Maret 2020 lalu, garis kemiskinan di DIY adalah Rp 463.479 per kapita per bulan.

Garis kemiskinan tersebut meningkat 3,11 % dari kondisi September 2018 yang besarnya Rp449.485 per kapita per bulan.

Sedangkan menurut dia, nilai tambah investasi perusahaan di DIY setiap tahunnya terus meningkat.

Pada tahun 2016 lalu misalnya, nilai tambah pada angka Rp 9,458 triliun.

Nilai itu turun pada 2017 yang hanya menyentuh angka Rp8,021 triliun.

"Nilai itu kembali naik menjadi Rp12,083 di tahun 2019. Ini berdasarkan data statistik perusahaan di DIY," katanya dalam audiensi bersama DPRD serta Disnakertrans DIY di gedung DPRD DIY, Senin (26/10/2020).

Irsyad menambahkan, selain hal itu dirinya juga memaparkan hasil statistik perusahaan besar-sedang di DIY berkaitan dengan laba kotor perusahaan yang ada di DIY.

Berdasarkan data yang dimiliki, ia menyebut pada tahun 2016 laba kotor perusahaan di DIY sebesar Rp8,284 triliun. Sementara untuk tahun 2017 sebesar Rp7,664 triliun, dan pada 2019 naik menjadi Rp9,447 triliun.

Irsyad juga memaparkan data produktivitas buruh di DIY pada tahun 2016 sebesar Rp 24,854 juta, pada tahun 2017 sebesar Rp 22,010 juta, dan 2019 sebesar Rp 24,734 juta.

Dari data tersebut Irsyad menyimpulkan beberapa hal di antaranya, ia menganggap perusahaan di DIY selalu untung dari tahun ke tahun, disatu sisi ia menganggap produktivitas buruh selalu meningkat setiap tahunnya.

"Tapi pekerja atau buruh selalu mengalami defisit ekonomi, karena upah tidak memenuhi KHL," ujarnya.

Hal lainnya, ia menyimpulkan jika terjadi eksploitasi ekonomi terhadap para buruh, sehingga kemiskinan dan ketimpangan di DIY sangat tinggi.

Anggapan itu diperkuat olehnya lantaran hasil survei mandiri yang dilakukan oleh serikat pekerja menunjukan untuk UMK di Kota Yogyakarta di 2020 sebesar Rp 2.040.000.

Namun, survei KHL mandiri yang dilakukan tembus di angka Rp 3.356.521.

"Sehingga jelas defisitnya untuk UMK 2020 kemarin sekitar Rp 1,352 juta," terang dia.

Baca juga: Peringatan BMKG : Selasa Besok, Waspadai Potensi Cuaca Ekstrem di Sejumlah Wilayah Berikut Ini

Baca juga: Gojek dan Pemkot Yogyakarta Bersinergi Tingkatkan Perekonomian Pedagang Pasar

Baca juga: Play Store Hapus Aplikasi Android Berupa Game Untuk Anak Anak Yang Diduga Berbahaya

Sebagai jalan keluar, Isryad menegaskan perlu adanya perbaikan upah dengan cara menambah komponen KHL, tidak menggunakan PP 78/2015 untuk merumuskan upah minimum, serta memperhatikan pendapatan di luar upah dengan cara kepemilikan saham perusahaan, pembangunan UMKM pekerja dan lain-lain.

Irsyad juga mendesak agar pemerintah segera mengupayakan perumahan untuk buruh. Desakan tersebut berlaku mengingat saat ini, harga rumah semakin tinggi sementara pendapatan buruh masih belum mencukupi.

Adanya perumahan khusus para buruh diharapkan pekerja atau buruh mendapat keringanan berupa angsuran tidak lebih dari 30 persen dari nilai UMK di DIY.

"Serta harus melibatkan serikat pekerja untuk pengelolaanya. Dan keringanan angsuran tentunya," tegas Irsyad.(hda)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved