Aksi Tolak Omnibus Law
Demo Mahasiswa Tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Bantul Berlangsung Damai
Gelombang penolakan terhadap Undang-undang Omnibus Law terus terjadi di sejumlah daerah, tak terkecuali di Bantul.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Gelombang penolakan terhadap Undang-undang Omnibus Law terus terjadi di sejumlah daerah, tak terkecuali di Bantul.
Massa aksi mahasiswa, atas nama Aliansi Bantul Bergerak, menggelar unjuk rasa di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bantul, Jumat (9/10/2020) siang.
Pantauan di lokasi, aksi yang dimulai sejak pukul 10.00 WIB hingga 12.30 WIB itu, berlangsung damai.
Aksi diawali dengan melakukan jalan kaki dari Alun-alun Paseban, menuju Gedung Dewan.
Tepat di gedung wakil rakyat, peserta aksi berjumlah sekitar 50 - 70 an mahasiswa itu, membuat lingkaran besar dan melangsungkan orasi.
Petugas Kepolisian, TNI, Satpol-PP mengawal dan mengamankan jalannya unjuk rasa.
• BREAKING NEWS : Massa Aksi Tolak Omnibus Law Datangi Gedung DPRD Bantul
Jalan Jenderal Sudirman, sebagai pusat aksi, sempat ditutup sementara.
Petugas kepolisian memasang Water Barrier di simpang empat Gose sampai seputar taman Adipura.
Satu pleton Polwan berbaris memanjang didepan gedung dewan, menghadang massa aksi.
Sementara di lapis kedua, ada satu kompi Sabhara dan Brimob.
Kapolres Bantul AKBP Wachyu Tri Budi Sulistyono mengatakan, petugas kepolisian sengaja disiagakan untuk melakukan pengamanan semaksimal mungkin.
Sebab, berkaca dari aksi demonstrasi di sejumlah daerah yang berakhir anarkis.
"Kita antisipasi dan merencanakan pengamanan semaksimal mungkin. Jangan sampai kecolongan," ujar Kapolres, saat memimpin langsung pengamanan unjuk rasa.
Menurut dia, jalannya demonstrasi tolak Omnibus Law di Bantul berjalan cukup kondusif.
Peserta aksi bertindak masih dalam batas wajar dan bisa diajak berkoordinasi.
"Mereka tertib dan jumlahnya juga tidak terlalu banyak,"ungkap dia.
Koordinator Umum Aksi, Ahmad Luthfi Aziz mengatakan, sebagai perwakilan mahasiswa di Bantul, pihaknya ingin menggelar aksi unjuk rasa secara damai.
Sebab, berkaca dari unjuk rasa di sejumlah daerah sebelumnya, terutama di Malioboro, berlangsung ricuh dan massa sempat merusak fasilitas umum.
• Aksi Tolak Omnibus Law di Bantul, Perwakilan Massa Diterima Masuk dan Audiensi di Gedung Dewan
"Kami ingin membuktikan ini wajah Jogja sesungguhnya," ucap dia.
Pihaknya mengaku sudah mempelajari beberapa hal yang menjadi indikasi kerusuhan.
Menurut dia, semua itu sudah diantisipasi.
Di antaranya dengan meminimalisir jumlah massa yang terlibat dalam aksi.
Sebab, massa aksi terlalu banyak menurutnya sangat rawan, dan sulit dikendalikan.
Kemudian, "kami juga sudah membuat kode khusus, untuk menjalin komunikasi antar peserta aksi," kata dia.
Ada dua tuntutan yang disampaikan oleh massa aksi.
Pertama, meminta UU Omnibus Law dicabut kembali sebagai produk Perundang-undangan Cipta Kerja di Indonesia.
Sebab, mereka menilai proses pengesahan Undang-undang tersebut dianggap cacat dan terdapat beberapa indikasi yang tidak memihak pada rakyat.
Kedua, kritik terhadap Kebijakan Pemerintah Bantul, yang dinilai gagal memproteksi ekonomi kerakyatan di masa pandemi
Luthfi mengatakan, massa aksi Aliansi Bantul Bergerak secara tegas menolak UU Omnibus Law karena dalam pengesahan UU tersebut dianggap memiliki indikasi yang tidak memihak kepada rakyat.
Indikasi itu antara lain, adanya perluasan pihak investor dalam memasukkan tenaga kerja asing.
Adanya pelemahan terhadap ancaman perusakan lingkungan.
• Dewan Janji Sidak Seluruh Toko Modern Berjejaring di Bantul
Adanya ruang penghapusan izin lingkungan, dan Pelemahan otonomi daerah terhadap seleksi kelayakan usaha.
"Sasaran kami, tentu pencabutan Omnibus Law. Kita menolak dengan beberapa poin itu," katanya.
Selain Ownibus Law, massa yang terdiri dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah cabang Bantul itu mengkritisi sejumlah kebijakan pemerintah kabupaten Bantul yang dianggap gagal memproteksi ekonomi kerakyatan di masa pandemi.
Satu di antaranya dugaan adanya pelanggaran, yang cenderung merampas keadilan ekonomi bagi rakyat Bantul.
Luthfi menilai toko modern berjejaring di Bumi Projotamansari semakin menjamur.
Ia menduga, hal itu terjadi karena adanya pelanggaran perda 21 tahun 2018 tentang penyelenggaraan pasar rakyat, toko swalayan, dan pusat perbelanjaan.
Karena itu, pihaknya meminta tindak tegas toko jejaring yang menyalahi aturan, menolak adanya penambahan toko modern berjejaring di Bantul.
Sebaliknya, ia mendorong untuk mengutamakan kepentingan ekonomi rakyat dengan lebih memperhatikan pasar tradisional.
" Kami minta usut tuntas oknum yang diduga melanggar Perda," terang dia.
• Kasus Covid-19 di Bantul Didominasi Riwayat Pelaku Perjalanan
Audiensi
Ketua DPRD Bantul, Hanung Raharjo bersama jajarannya, menemui perwakilan peserta aksi.
Ia berjanji akan menindaklanjuti aspirasi dari aliansi Bantul bergerak dengan mengirimkan surat pengantar secara resmi dan formal kepada DPR RI dan Presiden.
"Mungkin hari ini, akan langsung kami kirimkan," ujar Hanung.
Sementara terkait dengan toko modern, Wakil Ketua Komisi B DPRD Bantul, Aryunadi berjanji akan langsung turun ke bawah dan mengidentifikasi semua toko modern berjejaring yang menjalankan usaha di Bumi Projotamansari.
Ia sepakat dengan pengunjuk rasa untuk melindungi produk lokal, mempertahankan Bantul agar tidak ada mal dan membatasi jumlah toko modern berjejaring.
"Sejak reformasi sampai kapanpun di Bantul tidak akan ada mal. Selama saya di komisi B, insya Allah saya komitmen," ujar Aryunadi. (TRIBUNJOGJA.COM)