Yogyakarta

Perempuan dan Anak Masih Menjadi Obyek Kekerasan Rumah Tangga

DP3AP2 DIY mencatat sejak Januari 2020 hingga Agustus kemarin sudah ada 789 kasus kekerasan.

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
ilustrasi 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Miftahul Huda

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Perempuan masih menjadi obyek kekerasan oleh sebagian masyarakat.

Tak terkecuali di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Data Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY mencatat sejak Januari 2020 hingga Agustus kemarin sudah ada 789 kasus kekerasan.

Rinciannya, 224 menimpa pada perempuan usia 0 hingga 17 tahun, 115 korban merupakan perempuan usia 18 hingga 24 tahun, 384 di antaranya perempuan usia 25 hingga 59 tahun, dan sembilan lainnya merpukan korban kekerasan yang menimpa perempuan usia 60 tahun ke atas. 

Sisanya merupakan korban berjenis kelamin laki-laki dengan rincian 91 kasus menimpa pada anak usia 0 hingga 17 tahun, sembilan di antaranya berusia 18 hingga 24 tahun, 10 yang lain merupakan korban kekerasan berusia 25 hingga 59 tahun, dan satu sisanya merupkan korban berusia 60 tahun.

Solusi Kekerasan pada Anak, Pahamkan Orang Tua Terlebih Dahulu

Kepala DP3AP2 DIY, Erlina Hidayati Sumardi menjelaskan, dari data yang tersaji, kekerasan terhadap perempuan dan anak tersebut tinggi pada bulan Juni.

Pada bulan tersebut, ketahanan keluarga mulai goyah lantaran pandemi Covid-19 memukul berbagai sektor perekonomian.

Sedangkan menurut Erlina, kebutuhan sehari-hari masyarakat terus berjalan.

Termasuk kebutuhan pendidikan para anak yang mengharuskan menggunakan gawai untuk menunjang proses belajarnya.

"Bagi keluarga yang memiliki ketahanan yang tinggi. Mereka tetap bisa eksis meskipun di tengah pandemi Covid-19," katanya, Kamis (1/9/2020).

Namun demikian, bagi keluarga yang ketahanannya rendah, menurut dia akan terganggu.

Hingga Agustus 2020, 96 Kekerasan pada Anak Terjadi di Sleman

Sementara indikator ketahanan keluarga yang baik menurut Erlina dari segi ekonomi, ketahanan tubuh, hingga psikogis sama-sama tercukupi.

"Kelompok yang ketahanannya rendah, tentu akan muncul gejolak. Inilah yang memicu terjadinya kekerasan terhadap anak dan perempuan," imbuhnya.

Sejauh ini kekerasan perempuan dan anak sering dijumpai pada keluarga yang tidak memenuhi indikator ketahanan keluarga yang telah disebutkan.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved