Lika-liku Penjual Gulali di Masa Pandemi, Sepi Pembeli Hingga Tak Bisa Kirim Uang untuk Keluarga
Lika-liku Penjual Gulali di Masa Pandemi, Sepi Pembeli Hingga Tak Bisa Kirim Uang untuk Keluarga
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Hari Susmayanti
Alasan Mamat tetap berjualan permen gulali, selain melestarikan jajanan tempo dulu, menurut dia modal untuk berjualan permen tersebut sangat terjangkau namun untungnya bisa dua kali lipat.
Selain itu, dibandingkan dengan jajanan cepat saji, permen gulali tidak mudah basi dan hancur.
"Kalau gula dua kilogram itu sudah jadi banyak. Kalau jajanan lain mah mudah basi. Makanya saya tetap jualan permen gulali. Ya untuk melestarikan jajanan ini juga," ungkap Mamat.
Saat hari biasa Mamat mampu menghabiskan 5 kilogram gula pasir putih untuk bahan utama permen gulali.
Namun di saat pandemi Covid-19 seperti ini, penggunaan bahan baku permen gulali itu turun menjadi 2 kilogram.
"Itu juga kadang tidak habis. Kalau tidak habis mah bisa saya pakai buat ngeteh dan lain-lain," kata pria yang kini tinggal di Kampung Sayidan, Yogyakarta ini.
Sebelum berjualan permen gulali, Mamat pernah mencoba jualan buah, hingga menjadi kuli bangunan.
Namun dua bidang pekerjaan itu gagal, sampai akhirnya ia memilih berjualan gulali sampai sekarang.
"Dulu pernah jualan buah sama ikut kerja kuli bangunan. Tapi saya kurang senang. Akhirnya milih jualan gulali lah. Karena anak sama cucu saya dulu juga suka makan gulali," terang dia.
Meski lama berjualan, kegagalan juga pernah di alami Mamat. Menurutnya bahan permen paling bagus di dapat dari gula pasir yang warna putih.
Karena ketersediaan gula pasir putih tidak ada, Mamat pun menggunakan gula pasir kuning.
"Hasilnya jelek. Permen gulali yang saya buat gosong. Tidak bisa dipakai, tapi modal udah habis waktu itu," terangnya.
Di masa pandemi Covid-19 seperti ini, Mamat tidak mencari untung. Jualannya bisa laku dan cukup untuk kebutuhan saja sudah luar biasa senangnya.
Beruntung, kontrakan di kampung Sayidan yang ia tinggali telah dibayar sejak awal bersama tujuh teman lainnya.
"Tidak bisa kirim uang buat keluarga di kampung. Cukup buat makan saja sudah alhamdulillah ini mah," tutupnya. (Tribunjogja/Miftahul Huda)