Yogyakarta
Gusti Hadi: Perlu Adanya Penataan Pertanahan
Gusti Hadi mengatakan, perlu pengertian bersama karena selain Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY ada juga Kanwil BPN DIY, ada desa yang menggunakan t
Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Penghageng Kawedanan Ageng Panitikismo KGPH Hadiwinoto pada saat acara penyerahan sertifikat tanah kasultanan dan kadipaten, yang dilakukan dalam rangka sewindu Undang-Undang Keistimewaan (UUK) DIY, di Ruang Rapat Panitikismo Keraton Yogyakarta, Selasa (1/9/2020) mengucapkan terimakasih kepada Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY dan Kanwil BPN DIY.
"Harapannya semoga dengan adanya UUK yang mengamanahkan adanya pertanahan dan tata ruang ini semakin memperkuat dan semakin memberikan contoh kepada wilayah yang lain bahwa sangat diperlukan adanya penataan maupun pengaturan pertanahan di seluruh Indonesia," ucapnya pria yang akrab disapa Gusti Hadi tersebut.
Ia menambahkan sebelum kemerdekaan, Kasultanan maupun Kadipaten mempunyai lembaga-lembaga maupun bentuk-bentuk produk hukum mengenai masalah pertanahan, baik di kota maupun di desa.
• Dispetarung DIY Targetkan Pematokan Ulang SG dan PAG Selesai 2020
"Ini pun tidak mudah di dalam rangka revitalisasi atau review dari pelaksanaan UUK yang sekarang ini dilakukan," ucapnya.
Gusti Hadi mengatakan, perlu pengertian bersama karena selain Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY ada juga Kanwil BPN DIY, ada desa yang menggunakan tanah kasultanan untuk kepentingan dan pendapatan desa, serta juga kepentingan masyarakat yang lain.
"Baik secara perorangan, memfasilitasi pemerintah maupun swasta sehingga betul-betul menjadikan suatu tatanan yang lebih baik lagi di kemudian hari," terangnya.
Penghageng Kawedanan Ageng Keprajan Pakualaman KPH Suryo Adinegoro juga mengapresiasi kerja Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY dan Kanwil DIY karena sudah berupaya mengebut sertifikat Sultan Ground (SG) dan Paku Alam Ground (PAG).
"Beliau-beliau ini sangat sibuk, selain tugas harian ketambahan PTSL, ngurusi tanah SG dan Kadipaten," ungkapnya.
Kakanwil BPN DIY Tri Wibisono mengatakan kendala utama di lapangan untuk SG dan PAG adalah karena tidak semua dikuasai.
• Ditipu Tetangga, Lalu Tanahnya Dilelang Bank, Mbah Tun Akhirnya Bisa Rebut Kembali Tanahnya
"Tidak semua lurahnya, pamong desanya juga mengetahui. Ini kemudian yang menjadikan kami hati-hati karena ada tanah kasultanan yang juga dikuasai masyarakat," urainya.
Tri mengatakan, ada masyarakat yang secara sadar menjelaskan SG dan PAG, tapi ada masyarakat yang tidak tahu asal-usul tanahnya.
"Maka kehati-hatian ini yang menjadikan progresnya bisa cepat. Tapi kalau dasar penguasaannya kurang jelas, fisiknya kurang jelas, maka memakan waktu. Beda dengan tanah masyarakat yang sudah dikuasai, apalagi ada rumah dan itu gampang tanda batasnya pagar hidup. Tapi tanah kasultanan, apalagi kondisi di pesisir pantai itu sudah luar biasa itu nanti tantangan kami," tutupnya.(TRIBUNJOGJA.COM)
