Mengenal Sejarah Malam 1 Suro yang Akan Jatuh 20 Agustus 2020 dan Mitos Misteri di Baliknya

Pada Malam 1 Suro para penganut Kejawen (kepercayaan tradisional masyarakat Jawa) akan menyucikan dirinya berikut benda-benda pusaka

Editor: Rina Eviana
Tribun Jogja/ Alexander Ermando
Ilustrasi: Kidung Macapat sebagai rangkaian acara Mubeng Beteng di Keben, Keraton Yogyakarta, Selasa (11/09/2018) malam 

TRIBUNJOGJA.COM - Malam 1 Suro 2020 jatuh pada Kamis 20 Agustus 2020. 1 Suro sejatinya dalam Islam adalah Tahun Baru Islam 1442 Hijriah.

Dalam kepercayaan sebagian masyarakat Jawa Malam 1 Suro dipandang memiliki makna mistis lebih dibandingkan dengan hari-hari biasa.

Pada Malam 1 Suro para penganut Kejawen (kepercayaan tradisional masyarakat Jawa) akan menyucikan dirinya berikut benda-benda yang diyakini sebagai pusaka.

Ratusan warga mengikuti ritual Topo Bisu Mubeng Benteng di komplek Keraton Yogyakarta, Sabtu (25/10/2014) dini hari.
Ratusan warga mengikuti ritual Topo Bisu Mubeng Benteng di komplek Keraton Yogyakarta, Sabtu (25/10/2014) dini hari. (Tribun Jogja/Santo Ari)

Sejumlah Kraton dari Kasunanan Surakarta, Kesultanan Yogyakarta, hingga Kasepuhan Cirebon bahkan punya tradisi masing-masing untuk merayakan 1 Suro.

Kraton Surakarta misalnya. Pada Malam 1 Suro biasanya akan menjamas (memandikan) pusaka-pusaka kraton termasuk mengirab kerbau bule, Kiai Slamet.

Sejarah Malam 1 Suro

Nama lain malam 1 Suro adalah malam 1 Muharam dalam penanggalan Hijriah.

Ihwal ini tak terlepas soal penanggalan Jawa dan kalender Hijriah yang memiliki korelasi dekat.

Khususnya sejak zaman Mataram Islam di bawah Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (1613-1645).

Penanggalan Hijriah memang di awali bulan Muharam. Oleh Sultan Agung kemudian dinamai bulan Suro.

Kala itu Sultan Agung berinisiatif mengubah sistem kalender Saka yang merupakan kalender perpaduan Jawa asli dengan Hindu.

Sultan terbesar Mataram tersebut lantas memadupadankan kalender Saka dengan penanggalan Hijriah.

Hal ini memang sangat unik mengingat kalender Saka berbasis sistem lunar atau Matahari sementara Hijriah pergerakan Bulan.

Kalender Hijriah banyak dipakai oleh masyarakat pesisir yang pengaruh Islamnya kuat, kalender Saka banyak digunakan oleh masyarakat Jawa pedalaman.

Prosesi mubeng beteng diawali dari komplek Kraton Yogyakarta, Selasa (11/9/2018).
Prosesi mubeng beteng diawali dari komplek Kraton Yogyakarta, Selasa (11/9/2018). (TRIBUNJOGJA.COM / Bramasto Adhy)

Rupanya Sultan Agung ingin mempersatukan masyarakat Jawa yang pada waktu itu agak terpecah antara kaum Abangan (Kejawen) dan Putihan (Islam).

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved