Yogyakarta

Memasuki Masa Adaptasi Kebiasaan Baru, Pedagang di Malioboro Belum Beroperasional Secara Normal

Memasuki fase masa adaptasi kebiasaan baru, pedagang batik yang berjualan di selasar toko di sepanjang Jalan Malioboro belum beroperasional secara nor

Penulis: Sri Cahyani Putri | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Sri Cahyani Putri Purwaningsih
Herlina, pedagang batik di Malioboro sedang merapikan dagangannya, Rabu (22/7/2020) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Sri Cahyani Putri Purwaningsih

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Memasuki fase masa adaptasi kebiasaan baru, pedagang batik yang berjualan di selasar toko di sepanjang Jalan Malioboro belum beroperasional secara normal.

Satu diantaranya pedagang yang tergabung di dalam Paguyuban Tri Dharma.

"Untuk pedagang yang tergabung di dalam Paguyuban Tri Dharma yang kembali beroperasional sekitar 25 persen.

Tentunya dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan," tutur Rudiarto, Ketua Paguyuban Tri Dharma belum lama ini.

Adapun pedagang yang tergabung di dalam paguyuban Tri Dharma diantaranya pedagang suvenir, batik dan kaos.

Pedagang Bakpia di Malioboro Kini Mulai Ramai Pembeli

Terpisah, saat ditemui Tribunjogja.com seorang pedagang batik di Malioboro yang juga tergabung di dalam anggota Paguyuban Tri Dharma bernama Herlina mengatakan dirinya mulai beroperasional kembali sejak sebulan yang lalu.

"Buka kembali sejak sebulan yang lalu sejak Covid-19 mewabah di Yogyakarta. Penjualan juga mulai menggeliat namun semenjak ada isu jika di Solo dinyatakan sebagai zona hitam, penjualan mulai menurun lagi," ucapnya saat ditemui Tribunjogja.com Rabu (22/7/2020).

Lebih lanjut kata Herlina, pembeli yang membeli dagangannya selama ini berasal dari luar DIY.

"Kalau saya tanya kebanyakan dari Surabaya dan Bandung. Namun mereka menggunakan transportasi pribadi," kata dia.

Terlebih untuk penjualan batik sekarang ini setiap harinya juga tidak menentu.

PKL Malioboro Keluhkan Belum Adanya Bantuan Modal di Masa Pandemi Covid-19

"Kalau sekarang ini tidak menentu penjualannya. Dulu sempat beberapa hari tidak ada penjualan sama sekali. Tapi mau bagaimana lagi daripada diam dirumah saja. Sekarang ini kalaupun ramai hanya Sabtu dan Minggu. Itu pun mereka hanya jalan-jalan saja tidak membeli. Kemarin jualan mendapatkan Rp 400.000 itu belum bersih. Kalau jualan batik kan untuk modalnya sendiri udah besar daripada jualan suvenir. Walaupun begitu masih cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," ungkapnya. (TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved